Tuntutan Rakyat agar PM Prayuth Mundur Semakin Kencang
Tuntutan agar Perdana Menteri Prayuth Chan-O-Cha mundur dari jabatannya semakin kencang. Sebanyak 10.000 orang diperkirakan hadir dalam demonstrasi besar di Bangkok, Minggu sore ini.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
BANGKOK, MINGGU — Sekitar 10.000 orang diperkirakan berpartisipasi dalam demonstrasi untuk menentang pemerintahan Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, Minggu (16/8/2020) sore. Aksi berlangsung di Monumen Demokrasi, ibu kota Bangkok.
Tidak hanya meminta pemerintahan PM Prayuth mundur. Para aktivis prodemokrasi juga mendesak agar peraturan perundangan yang menguntungkan militer, khususnya Konstitusi 2017, ditulis ulang.
Massa demonstran menyerukan penghapusan UU yang memberikan perlindungan terhadap monarki di negara ini. Mereka juga meminta penataan ulang keberadaan monarki dalam sistem ketatanegaraan Thailand.
Gema aksi telah bergaung sejak beberapa hari terakhir di dunia maya. Melalui media sosial, gema demonstrasi disambut antusiasme pengguna media sosial di Thailand.
Dua tagar utama yang digaungkan para aktivis demokrasi, yaitu ”Beri Batasan Waktu bagi Kediktatoran” dan ”Tandai Teman untuk Ikuti Protes”, meramaikan jagat pembicaraan di media sosial Thailand, Minggu (16/8/2020) pagi.
Para inisiator aksi berharap demonstrasi kali ini diikuti lebih banyak massa dibandingkan dengan demo beberapa waktu sebelumnya yang diklaim diikuti oleh sekitar 4.000 orang. Mereka berharap salah satu pemimpin aksi mahasiswa yang sempat ditahan polisi, Parit Chiwarak, ikut terjun langsung dalam aksi itu.
Parit sendiri sudah menyatakan akan hadir. ”Kami tidak akan mengecewakan kalian semua,” kata Parit ketika dibebaskan dengan jaminan, Jumat (14/8/2020).
Petugas keamanan sudah berjaga-jaga di lokasi sejak Minggu pagi. Dikutip dari laman Bangkok Post, Kepolisian Metro Kota Bangkok menurunkan sekitar 600 personel untuk mengamankan demonstrasi tersebut.
Menurut Wakil Komandan Kepolisian Metro Kota Bangkok Mayor Jenderal Somprasong Yenthuam, sejumlah ruas jalan akan ditutup dan kendaraan akan dialihkan untuk menghindari kemacetan yang terjadi di sekitar lokasi.
Kedutaan Besar AS di Bangkok telah mengirimkan peringatan kepada warganya tentang kemungkinan terjadinya kemacetan yang parah dan juga kemungkinan adanya bentrokan dalam aksi yang akan berlangsung sore hingga malam nanti.
PM Prayuth, mantan panglima junta militer Thailand, berkuasa setelah melakukan kudeta tak berdarah pada 2014. Para aktivis prodemokrasi dan oposisi menuding Prayuth dan kelompok militernya banyak mengaburkan prinsip demokrasi dan terus menekan suara rakyat.
Tahun lalu, Prayuth memenangi pemilu dan terus mencederai prinsip-prinsip demokrasi dalam melaksanakan pemerintahannya. Salah satunya adalah membubarkan partai oposisi melalui pengadilan.
Tidak hanya mengkritik pemerintahan militer, para demonstran mengkritik penerapan UU Lese Majeste yang memberikan keistimewaaan bagi keluarga kerajaan. Pengkritik monarki Thailand diancam hukuman hingga 15 tahun penjara. Namun, belakangan ini, rakyat semakin terbuka untuk mengkritik peran dan posisi keluarga kerajaan di dalam sistem ketatanegaraan Thailand.
Tekanan dari anak-anak muda, pelajar, mahasiswa dan aktivis prodemokrasi selama beberapa bulan terakhir disadari Prayuth dan kabinetnya. Dalam pidatonya, Kamis (13/8/2020), dia mengakui bahwa di tangan anak mudalah nasib Thailand akan ditentukan.
Akan tetapi, untuk saat ini, dirinya tidak bisa menerima tuntutan mundur dari para pemrotes.
Prayuth meminta anak-anak muda ini menahan diri untuk mendesak pemerintahannya mundur dan bekerja sama untuk memperbaiki kondisi Thailand terlebih dahulu, terutama karena negara ini menghadapi ancaman krisis ekonomi pascapandemi Covid-19.
”Saat ini kita harus fokus pada kelangsungan ekonomi puluhan juta warga. Mari kita mulai perbaiki perekonomian dulu dengan cara bekerja sama dan kita bisa perbaiki masalah lain secara kolaboratif nanti,” katanya.
Dalam pandanganya, demonstrasi adalah simbol dari politik perpecahan. ”Politik perpecahan yang menolak pendekatan yang satu untuk menyelesaikan masalah merupakan masa lampau di dalam sejarah,” ujarnya.
Bank Pembangunan Asia baru-baru ini memperkirakan bahwa ekonomi Thailand akan terkontraksi sebesar 6,5 persen pada tahun 2020 dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan pada Desember 2019 sebesar 3,0 persen.
Menguatnya kritik dan protes terhadap keluarga kerajaan membuat geram para pendukungnya. Namun, dibandingkan dengan massa prodemokrasi, aksi kelompok loyalis keluarga kerajaan ini tergolong kecil. Hanya diikuti sekitar 50 orang. (AFP/AP)