Puluhan Ribu Warga Belarus Demo Tolak Hasil Pemilu, Lukashenko Melunak
Puluhan ribu warga Belarus kembali turun ke jalan dalam aksi damai, Kamis (13/8/2020), guna memprotes terpilihnya kembali Presiden Alexander Lukashenko. Pemerintah Belarus mencoba bersikap lunak terhadap pengunjuk rasa.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
MINSK, KAMIS — Puluhan ribu warga Belarus kembali turun ke jalan dalam sebuah aksi damai, Kamis (13/8/2020), memprotes terpilihnya kembali Presiden Alexander Lukashenko dan tindakan keras polisi pasca-pemilihan. Kementerian Dalam Negeri Belarus mengakui telah menahan 6.700 orang sejak gelombang protes terjadi pada Minggu (9/8/2020). Mereka yang ditahan, sejak Kamis malam, mulai dibebaskan.
Pelepasan para tahanan itu merupakan bagian dari upaya pemerintah meredam kemarahan rakyat Belarus. Sedikitnya dua orang tewas dalam unjuk rasa warga Belarus pada pekan ini. Unjuk rasa itu digelar guna menuntut pemilu ulang di Belarus. Pemilu pada pekan lalu, yang memenangkan Presiden Lukashenko, dinilai sarat kecurangan. Terkait hal itu, negara-negara Barat mulai mempertimbangkan sanksi baru terhadap Minsk.
Selain melepaskan mereka yang ditahan, Pemerintah Belarus juga menyampaikan permintaan maaf atas tindakan keras aparat terhadap massa pengunjuk rasa. Sebagian warga yang ditahan menunjukkan luka-luka di tubuh mereka. Mereka mengaku ditempatkan di sel-sel yang penuh berjejalan oleh para tahanan dan mendapat perlakuan kekerasan.
Deputi Menteri Dalam Negeri Alexander Barsukov membantah aparat melakukan kekerasan terhadap para tahanan. Keputusan melepaskan tahanan dan nada lemah yang disampaikan dua pejabat Belarus memberi sinyal melemahnya kekuasaan Lukashenko atas negaranya. Belarus di bawah Lukashenko, yang telah berkuasa selama 26 tahun di negaranya, merupakan penyangga strategis Rusia dalam menghadapi NATO dan Uni Eropa.
”Saya bertanggung jawab dan meminta maaf atas luka-luka yang dialami warga dalam unjuk rasa yang mengalami kekerasan,” kata Yuri Karayev, Menteri Dalam Negeri Belarus.
Kerumunan orang yang berdiri di jalan-jalan sambil melambai-lambaikan telepon genggam dan bunga terjadi di pusat ibu kota Minsk. Mereka bersorak ketika mobil-mobil lewat dan membunyikan klakson untuk memberi dukungan. Sebelumnya, puluhan ribu orang membentuk rantai manusia di tengah kota. Banyak yang mengenakan pakaian putih serta memegang bunga dan balon.
Mereka memprotes kebrutalan polisi selama empat malam aksi kerusuhan sejak pemungutan suara pada hari Minggu. Aksi-aksi unjuk rasa serupa dilaporkan juga berlangsung di kota-kota lain di Belarus.
Di tengah-tengah aksi unjuk rasa, Pemerintah Belarus mengumumkan pembebasan lebih dari 1.000 pengunjuk rasa yang ditahan. Pemerintah negara itu juga meminta maaf kepada para warga yang terluka. Negara-negara Eropa mengecam keras kekerasan polisi Belarus itu. Uni Eropa akan membahas kemungkinan sanksi pada hari Jumat (14/8/2020).
Ketua Senat, Natalya Kochanova, mengatakan di televisi bahwa Lukashenko telah memerintahkan para pejabat untuk meninjau penahanan warga. Pemerintah didorong mengubah pendekatan mereka terhadap para pengunjuk rasa. Kemarahan para pengunjuk rasa memuncak akibat tindakan kekerasan aparat selama gelombang protes berlangsung.
Aparat kepolisian diduga menggunakan granat kejut, peluru karet, gas air mata, dan meriam air. Bahkan, polisi dilaporkan juga mengeluarkan tembakan untuk membubarkan massa. Sedikitnya dua orang tewas dan ratusan lainnya mengalami luka-luka dalam kekerasan itu.
Kubu lawan menuduh kubu Lukashenko bertindak curang untuk mengalahkan saingan utamanya, yakni kandidat oposisi yang populer, Svetlana Tikhanovskaya. Tikhanovskaya telah meninggalkan negara bekas Uni Soviet itu dan tinggal di Lituania. Kementerian Luar Negeri Rusia mengklaim aksi protes di Belarus menunjukkan ”upaya yang jelas campur tangan dari pihak luar”.
Namun, para pemimpin negara tetangga Belarus, seperti Polandia dan negara-negara Baltik, mendesak Lukashenko untuk ”segera menghentikan penggunaan kekuatan negara terhadap rakyat”.
Protes besar pecah di Belarus setelah pihak berwenang mengumumkan Lukashenko memenangi pemilihan. Ia meraih suara hingga 80 persen suara dalam pemilihan untuk mengamankan masa jabatan keenamnya. Lukashenko yang saat ini berusia 65 tahun menyebut para demonstran sebagai ”domba” yang dikendalikan asing.
Mayoritas massa mendukung Tikhanovskaya. Ia adalah sosok pemula di politik Belarusia. Usianya 37 tahun. Ia mencalonkan diri sebagai presiden setelah calon-calon oposisi potensial—termasuk suami Tikhanovskaya—dipenjara. Komisi pemilihan umum menyatakan, dia memperoleh 10 persen suara.
Pembebasan tahanan
Di luar kompleks pusat penahanan Okrestina di Minsk dilaporkan suasana mengharukan saat para tahanan dilepaskan, Kamis malam. Sejumlah tahanan perempuan muncul lebih dulu disusul para tahanan laki-laki. Ratusan teman dan kerabat menunggu mereka di luar kompleks tahanan itu.
Banyak tahanan terlihat lelah dan menangis. Sukarelawan membagikan makanan dan selimut serta menawarkan tumpangan pulang.
Mahkamah Konstitusi Belarus sejauh ini telah merilis 569 nama orang yang dijatuhi hukuman penjara singkat, umumnya selama 15 hari. Lembaga Amnesty International mengatakan, para tahanan bersaksi menerima pukulan parah hingga ancaman pemerkosaan. Mereka yang ditahan mengaku ditahan di sel yang penuh sesak. Makanan dan air tidak mencukupi.
Sejumlah tokoh terkemuka Belarus megencam keras kekerasan dan penahanan warga. Mereka mendesak Lukashenko, yang telah memerintah Belarusia dengan tangan besi sejak 1994, mundur. Dalam sebuah wawancara dengan sebuah media, penulis Svetlana Alexievich, pemenang hadiah Nobel Sastra 2015, berbicara tentang keterkejutannya atas tindakan polisi anti-huru-hara. Ia menyebut tindakan aparat tidak manusiawi dan kejam terhadap para warga. Ia mendesak Lukashenko mundur secara baik-baik.
Komite Investigasi Belarusia, yang menyelidiki kejahatan besar, pada Rabu mengatakan bahwa seorang pria berusia 25 tahun tewas setelah ditahan dan dijatuhi hukuman 10 hari penjara di kota tenggara Gomel. Ibunya mengatakan kepada media lokal bahwa pria itu memiliki masalah jantung. Sang ibu juga mengungkapkan bahwa anaknya tidak ikut serta dalam aksi protes. Sebab, ia keluar rumah untuk pergi menemui pacarnya. (AP/AFP/REUTERS/SAM)