Ketegangan Selimuti Kawasan Laut Mediterania Timur
Perancis telah berketetapan akan meningkatkan kehadiran militernya di Laut Mediterania Timur dan menyuarakan keprihatinan atas eksplorasi ”sepihak” oleh Turki di kawasan.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·4 menit baca
PARIS, KAMIS — Perancis, Kamis (13/8/2020), menyatakan telah mengirimkan dua jet tempur Rafale dan kapal fregat Lafayette ke Laut Mediterania Timur. Hal itu dilakukan setelah Presiden Emmanuel Macron menyerukan supaya Turki menghentikan eksplorasi minyak dan gas di perairan yang disengketakan.
Pada saat hampir bersamaan, Yunani memperingatkan kapal-kapal Angkatan Laut Turki yang mengawal proses eksplorasi itu untuk segera menyingkir.
Sehari sebelumnya, Macron telah berketetapan akan meningkatkan kehadiran militernya di Laut Mediterania Timur. Ia juga menyuarakan keprihatinan atas eksplorasi ”sepihak” oleh Turki.
Kantor Kepresidenan Perancis menyatakan, hal itu dinyatakan Macron dalam sebuah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis. Ia juga menyerukan agar semua pihak dapat menahan diri guna mencari persamaan melalui dialog damai di antara para anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Seorang sumber mengungkapkan, militer Perancis melakukan latihan dengan pasukan Yunani di lepas pantai selatan Pulau Kreta, Yunani, Kamis. Adapun sumber lainnya menyebutkan bahwa kapal fregat dan dua jet tempur Perancis telah tiba di Kreta pada Kamis pagi.
Kendaraan-kendaraan tempur itu dilaporkan langsung melakukan manuver bersama dengan pasukan Yunani. ”Emmanuel Macron adalah teman sejati Yunani dan pembela nilai-nilai Eropa dan hukum internasional yang teguh,” kata Mitsotakis dalam unggahan berahasa Perancis di media sosial Twitter.
Kantor berita Turki, kantor berita Anadolu, menyebutkan, Macron menilai perlunya ruang dan pihak yang lebih besar dalam merespons dinamika di lapangan.
Selain melibatkan Yunani dan Turki, Paris juga siap menyambut inisiatif mediasi oleh Jerman. Adapun penguatan kehadiran militer Perancis di Laut Mediterania Timur pun akan dilakukan bekerja sama dengan mitra-mitra Perancis di Uni Eropa.
Di Ankara, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mengulangi seruan untuk berdialog. Dia menyatakan akan mengadakan pembicaraan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel, Kamis malam, untuk membahas kebuntuan yang terjadi.
Pemimpin Turki itu juga menuduh Perancis ”memprovokasi” Yunani dan Siprus untuk mengambil sebuah ”langkah yang salah”.
Formula yang didasarkan pada solusi saling menguntungkan yang melindungi hak semua orang dapat ditemukan jika kita bertindak dengan akal sehat.
”Jalan untuk solusi di Mediterania Timur adalah dialog dan negosiasi,” kata Erdogan saat berpidato di depan pejabat partai yang berkuasa. ”Formula yang didasarkan pada solusi saling menguntungkan yang melindungi hak semua orang dapat ditemukan jika kita bertindak dengan akal sehat.”
Erdogan menyatakan, sikap Yunani di Laut Aegea dan Mediterania berbahaya. Ia bersikeras pulau Yunani yang menjadi dasar Athena atas hak landas kontinennya hanya terletak 2 kilometer (1,25 mil) dari pantai Turki dan 580 kilometer dari daratan Yunani.
”Kami tidak menentukan soal hak siapa pun, tetapi kami tidak akan membiarkan negara mana pun mengambil hak kami,” katanya.
Penelitian seismik
Dilaporkan bahwa sebagai bagian dari kegiatan survei hidrokarbon, Turki mengeluarkan NAVTEX (teleks navigasi) pada 10 Agustus 2020. Ankara mengumumkan bahwa kapal Oruc Reis akan mulai melakukan penelitian seismik baru di Mediterania Timur.
Keputusan Turki itu muncul setelah penandatanganan kesepakatan antara Yunani dan Mesir. Kesepakatan itu dinilai Turki kontroversial karena ditandatangani kedua negara itu hanya sehari setelah Turki menyatakan akan menunda kegiatannya di kawasan tersebut. Pernyataan Ankara itu sebagai tanda niat baik setelah upaya dialog dengan Jerman.
Ankara lalu menyatakan kesepakatan itu ”batal demi hukum”. Pemerintah Turki lalu memberi perintah kepada Oruc Reis untuk melanjutkan aktivitasnya di area yang berada di dalam landas kontinen Turki itu.
Disebutkan bahwa kapal itu akan melanjutkan aktivitas seismik di Mediterania Timur bersama dengan kapal Cengiz Han dan Ataman hingga 23 Agustus mendatang.
Turki secara konsisten menentang pengeboran sepihak oleh pemerintahan unilateral Siprus Yunani di Mediterania Timur. Ditegaskan saat itu bahwa Republik Turki Siprus Utara (TRNC) juga memiliki hak atas sumber daya di daerah tersebut.
Pada 1974, setelah kudeta yang ditujukan untuk aneksasi Siprus oleh Yunani, Ankara harus turun tangan sebagai kekuatan penjamin. Pada 1983, TRNC didirikan.
Beberapa dekade sejak itu, beberapa upaya telah dilakukan guna menyelesaikan perselisihan terkait Siprus. Namun semua upaya itu gagal. Upaya terakhir adalah upaya yang digelar tahun 2017 di Swiss.
Upaya yang diadakan dengan keikutsertaan negara-negara penjamin, yakni Turki, Yunani, dan Inggris, berakhir tanpa hasil dan kemajuan.
Keputusan Turki untuk mengumumkan eksplorasi baru di Mediterania Timur sontak menimbulkan kekhawatiran di Yunani. Hal itu dinyatakan Athena. Pada Senin (10/8/2020), Athena menyatakan langsung menyiagakan kekuatan angkatan lautnya.
Macron, bulan lalu, menyerukan sanksi UE terhadap Turki. Ankara, dinilai Paris, telah melakukan sebuah ”pelanggaran” kedaulatan Yunani dan Siprus di atas perairan teritorial mereka. Hubungan antara Paris dan Ankara juga tegang karena konflik di Libya. (AFP/AP/REUTERS)