Diplomasi Indonesia Mempersiapkan Hari-hari Pascapandemi
TPPE dibentuk sebagai tim khusus lintas direktorat di Kementerian Luar Negeri untuk meningkatkan kegesitan mesin diplomasi RI di tengah pandemi. Tim itu memburu vaksin dan peluang peningkatan kerja sama ekonomi.
Seberat apa pun, pada akhirnya pandemi akan terkendali atau sama sekali pergi. Meski cara kerja akan berbeda, beberapa hal seperti persaingan dan kerja sama akan tetap ada di dunia setelah pandemi terkendali atau pergi. Terkait perbedaan dan perubahan itu, perlu persiapan adaptasi sejak dini.
Dari semua persiapan untuk menghadapi dunia baru selepas pandemi Covid-19, vaksin ada di urutan pertama. ”Paling pokok, menemukan vaksin. Karena (vaksin) ini untuk mengubah permainan,” kata Daniel Tumpal Simanjuntak, anggota Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi (TPPE) pada Kementerian Luar Negeri RI.
Baca juga : Memburu Vaksin, Menegakkan Diplomasi Perlindungan
Sebelum vaksin ditemukan, aneka pembatasan gerak yang berujung pada perlambatan kinerja perekonomian akan terus terjadi. Sebab, kini satu-satunya cara terbaik mengendalikan laju infeksi adalah menjaga jarak dan membatasi gerak. Padahal, hampir semua sektor kehidupan pada masa sebelum pandemi membutuhkan interaksi jarak dekat serta mobilitas orang dan barang.
Karena itu, para diplomat yang tergabung dalam TPPE Kemenlu RI menjadikan pencarian vaksin sebagai prioritas utama mesin diplomasi Indonesia sepanjang 2020. Hasil kerja sejak awal Maret 2020, antara lain, berupa uji coba vaksin Sinovac bersama Bio Farma mulai Selasa (11/8/2020). Genexine dan Kalbe Farma akan menyusul menggelar uji klinis pengembangan vaksin di Indonesia.
Setiap negara berkontribusi dengan cara masing-masing dalam pengembangan vaksin itu. Kontribusi akan membuat negara-negara semakin berpeluang mendapatkan vaksin. ”Bukan hanya terlibat dalam pengembangan vaksin yang berasal dari luar, Indonesia juga berusaha menjalin kerja sama dengan mitra luar negeri untuk mengembangkan vaksin dalam negeri,” kata Daniel.
Baca juga : Diplomasi RI di Masa Pandemi
Kerja sama yang digandeng Bio Farma, Kalbe Farma, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman bukan hanya untuk menghasilkan vaksin Covid-19. Kerja sama itu juga diarahkan untuk pengembangan kemampuan Indonesia agar bisa membuat vaksin-vaksin lain di masa mendatang.
”Tentu saja kita berharap tidak ada pandemi baru setelah ini. Akan tetapi, persiapan untuk menghadapi pandemi penyakit lain harus tetap dilakukan,” kata Santo Darmosumarto, Direktur Asia Timur dan Pasifik sekaligus anggota TPPE Kemenlu RI.
Tim khusus
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi membentuk TPPE sebagai tim khusus lintas direktorat untuk meningkatkan kegesitan mesin diplomasi RI di tengah pandemi. Sekretaris Jenderal Kemenlu sekaligus Ketua TPPE Cecep Herawan menyebut TPPE memangkas sekat-sekat birokrasi sehingga bisa lebih ligat bergerak di tengah situasi yang tidak pasti ini. TPPE bergerak di dalam dan luar negeri.
Di dalam negeri, TPPE, antara lain, berkomunikasi dengan BUMN dan swasta yang bisa terlibat dalam produksi vaksin, obat, dan aneka peralatan untuk pasien Covid-19. Tim itu juga berkomunikasi dengan lembaga dan kementerian lain di dalam negeri guna mencari solusi atas aneka masalah selama pandemi.
Di luar negeri, kerja TPPE di antaranya mendekati para produsen vaksin, obat, dan aneka peralatan untuk perawatan pasien Covid-19. Retno dan para anggota TPPE juga intensif berkomunikasi dengan kolega mereka di luar negeri untuk membahas isu perekonomian global.
Baca juga : Indonesia Desak Akses Setara pada Vaksin
Isu perekonomian memang menjadi prioritas selain pencarian vaksin. Salah satu hal pokok dalam isu perekonomian adalah peningkatan lagi arus barang dan orang. Perekonomian akan terus suram selama pergerakan orang dan barang terbatas.
Koridor lintas negara
Retno bolak-balik menghubungi koleganya di sejumlah negara untuk membentuk koridor pergerakan orang dan barang lintas negara. Pembuatan koridor itu diperlukan karena kini hampir semua negara masih membatasi atau bahkan sama sekali menutup perbatasan masing-masing bagi orang dari luar negeri. Pergerakan yang terbatas ini menjadi penyebab utama kinerja perekonomian di negara-negara memburuk.
Sejauh ini, Uni Emirat Arab (UEA), Korea Selatan, Jepang, dan China masuk dalam daftar yang dijajaki Indonesia untuk pembuatan koridor perjalanan lintas negara. Sejumlah diplomat Indonesia menyebut, koridor dengan negara di luar ASEAN diprioritaskan agar Indonesia bisa mendorong kebijakan serupa diterapkan di Asia Tenggara.
”Kalau dengan negara di luar kawasan bisa dibuat, tentu dengan negara sekawasan lebih mudah didorong,” kata seorang diplomat yang menolak namanya diungkapkan karena ia tidak berwenang menjelaskan taktik diplomasi tersebut.
Dalam pembentukan koridor, Indonesia dan UEA tengah mencari cara menyamakan standar pemeriksaan kesehatan orang-orang yang akan bergerak lintas negara. Penyamaan standar itu akan meningkatkan kesangkilan perjalanan lintas negara.
Baca juga : Perlindungan Tidak Berhenti karena Pandemi
”Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana memastikan hasil pemeriksaan kesehatan calon penumpang dari Indonesia bisa diterima di Uni Emirat Arab dan sebaliknya? Kalau sudah ada kesamaan, akan banyak sekali efisiensinya. Tidak perlu lagi waktu panjang untuk pemeriksaan dan karantina di negara tujuan. Sebab, sudah dituntaskan di negara keberangkatan,” tutur Ahmad Rizal Purnama, anggota lain di TPPE Kemenlu RI.
Rantai pasok
Pergerakan perekonomian global penting karena negara-negara akan kehilangan pendapatan jika perekonomian terhenti. Dampak ikutannya, kemiskinan pun akan meningkat. ”Perekonomian global, khususnya rantai pasok global, akan berubah setelah pandemi,” kata Siswo Pramono, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kemenlu.
Baca juga : Pandemi Covid-19 Jadi Kesempatan Indonesia
Perubahan terjadi terutama karena negara-negara mengatur ulang barang-barang yang dinilai strategis dan tidak. ”Sebelum pandemi, masker tidak dinilai sebagai produk strategis dan bernilai tambah tinggi. Karena itu, banyak negara tidak memproduksi sendiri. Sekarang, semua sadar bahwa produk bernilai tambah rendah ini punya arti strategis. Ada banyak produk lain yang berubah maknanya dan perubahan itu akan diikuti perubahan lokasi produksi,” tutur Siswo.
Perubahan lokasi produksi berarti akan mengubah rantai pasok global dan hal itu bisa berdampak pada Indonesia. Mau tidak mau, Indonesia masih harus mengandalkan rantai pasok global untuk menggerakkan perekonomiannya. Sebagian produk berorientasi ekspor maupun untuk keperluan dalam negeri dibuat dengan paten-paten asing. Selain itu, sebagian bahan baku untuk proses produksi dalam negeri masih diimpor.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah dibutuhkan tambahan modal untuk membesarkan perekonomian suatu negara. Pemanfaatan modal dalam negeri mirip dengan memindahkan uang dari saku kiri ke saku kanan. Sementara modal dari luar sama dengan menambah uang ke saku.
Dalam perpindahan pabrik dari satu negara ke negara lain, Indonesia mempunyai daya tarik karena faktor populasi membuat Indonesia mempunyai daya saing. ”Salah satu pertimbangan utama relokasi usaha di masa sekarang adalah potensi pasar,” kata Siswo.
Baca juga : Vietnam Bisa Jadi Model bagi Indonesia
Isolasi seperti di China dan banyak negara membuat pengiriman barang dari lokasi produksi ke pasar terhambat. Ke depan, tempat produksi akan dibuat sedekat mungkin dengan pasar. Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia mempunyai potensi pasar yang besar. Ini jadi salah satu daya tawar untuk menarik investasi asing.
Upaya menarik investasi, membuka koridor, dan memburu vaksin dilakukan para diplomat Indonesia secara simultan. Semua itu bagian dari persiapan beradaptasi menghadapi hari-hari selepas pandemi. Indonesia nyaris tertinggal pada hari-hari awal pandemi. Jangan sampai Indonesia tertinggal kala dunia kembali bangkit pada hari-hari setelah pandemi terkendali.