ASEAN, dalam suasana pandemi, berulang tahun ke-53. Para menlu ASEAN menegaskan komitmen menjaga kawasan Asia Tenggara tetap damai, bebas, dan netral.
Oleh
EDITOR
·2 menit baca
Hari Ulang Tahun Ke-53 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) itu jatuh pada Sabtu (8/8/2020). Tidak ada seremoni khusus, termasuk di kantor Sekretariat ASEAN di Jakarta, pada hari spesial itu. Hanya ada ”perayaan” secara daring yang diisi, antara lain, pernyataan Sekretaris Jenderal ASEAN Dato Lim Jock Hoi, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dan Deputi Perdana Menteri sekaligus Menlu Vietnam Pham Binh Minh selaku wakil Vietnam, yang tahun ini menjadi Ketua ASEAN. Wajar jika acara peringatan ulang tahun ASEAN tersebut tidak menarik perhatian media.
Meski demikian, di tengah suasana muram akibat pandemi, menarik dicermati bahwa para menteri luar negeri ASEAN mengeluarkan pernyataan sikap bersama. Pernyataan berisi delapan sikap bersama itu menegaskan kembali pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara. Pada awalnya diusulkan Indonesia, lalu dilengkapi negara-negara ASEAN lain, pernyataan sikap itu merupakan pernyataan kolektif ASEAN. Kendati tidak berbeda dari pernyataan-pernyataan sebelumnya, sikap kolektif itu penting disampaikan pada dunia di tengah perubahan geopolitik saat ini.
Salah satu pernyataan dari delapan poin tersebut, seperti dikutip harian ini, Senin (10/8/2020), adalah penegasan ulang komitmen ASEAN untuk menjaga Asia Tenggara sebagai kawasan perdamaian, keamanan, netralitas dan stabilitas, serta memperkuat nilai-nilai yang berorientasi perdamaian selaras dengan hukum internasional. Tanpa menutup mata pada kekurangan yang ada, salah satu kekuatan ASEAN adalah kemampuannya menjaga Asia Tenggara sebagai kawasan yang damai, aman, dan stabil. Berdiri pada 1967, di tengah kekhawatiran meluasnya pengaruh komunisme saat itu, ASEAN selama lebih dari setengah abad telah membuktikan sebagai kawasan yang segala keragaman—sistem politik, agama, ras, dan kebudayaan—hidup berdampingan secara damai.
Tidak ada dua negara ASEAN, meski terkadang ada ketegangan militer, sampai berperang sejak organisasi itu dibentuk. Ketika Uni Eropa menyusut jumlah keanggotaannya dengan keluarnya Inggris atau saat Dewan Kerja Sama Teluk memanas dalam perselisihan tentang Qatar serta Asia Selatan masih diwarnai ketegangan India-Pakistan, ASEAN mencatat stabilitas dan keutuhan sebagai perkumpulan 10 negara. ASEAN menyediakan laboratorium hidup untuk koeksistensi peradaban yang damai, tulis Kishore Mahbubani dan Jeffery Sng, mantan diplomat dan pengamat Singapura.
Meski demikian, situasi itu tak lepas dari ancaman. Rivalitas kekuatan besar dunia, terutama AS dan China, kian meningkat akhir-akhir ini. Arena perseteruan mereka tersebar dan yang paling dekat dengan ASEAN ialah konflik Laut China Selatan. Negara besar punya kepentingan di kawasan Asia Tenggara. Jika salah memosisikan diri, ASEAN bisa terseret pertikaian. Oleh karena itu, sungguh tepat pernyataan para menlu ASEAN tersebut disampaikan saat HUT ke-53 tersebut.