Tetap Jadi Kawasan Damai dan Netral, Bukan Memihak China atau AS
Pompeo secara terbuka menyatakan menyokong ASEAN menghadapi China di Laut China Selatan. Sayangnya, pernyataan Pompeo tidak ditanggapi bangsa-bangsa di Asia Tenggara.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara di Asia Tenggara telah menegaskan kembali komitmen bersama untuk menjadikan kawasannya damai, netral, dan stabil. Pernyataan blok ASEAN ini disampaikan di tengah dinamika persaingan Amerika Serikat dan China yang berusaha memecah dan menarik ASEAN berpihak.
Kementerian Luar Negeri RI, Minggu (9/8/2020), menyebutkan, penegasan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) itu disampaikan para menteri luar negeri atas usulan Indonesia pada peringatan HUT Ke-53 ASEAN, Sabtu (8/8/2020). Pernyataan usulan itu lalu dikembangkan dan diperkuat lagi oleh anggota ASEAN yang lain.
”Sejak akhir Juli 2020, Menlu RI Retno LP Marsudi secara intensif melakukan komunikasi dengan semua menlu ASEAN membahas perkembangan terakhir di kawasan dan mengajak ASEAN terus berkomitmen untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas, dan netral sesuai prinsip deklarasi ZOPFAN dan TAC,” kata pernyataan resmi Kemenlu RI.
Para menlu ASEAN juga menegaskan, ASEAN harus memegang dan mempromosikan prinsip Traktat Persahabatan dan Kerja Sama (TAC) ASEAN. Blok ASEAN juga harus memegang dan mempromosikan prinsip deklarasi Asia Tenggara sebagai Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (ZOPFAN) dan deklarasi pertemuan Asia Timur tentang prinsip hubungan saling menguntungkan.
Dalam pernyataan pada Minggu (9/8/2020), Kementerian Luar Negeri RI menyebut pernyataan para menlu ASEAN itu asal usulan Indonesia. Selanjutnya, pernyataan itu dikembangkan dan diperkuat anggota ASEAN lain.
”Sejak akhir Juli 2020, Menlu Retno secara intensif melakukan komunikasi dengan seluruh menlu ASEAN membahas perkembangan terakhir di kawasan dan mengajak negara ASEAN terus berkomitmen untuk menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas dan netral sesuai prinsip dalam Deklarasi ZOPFAN dan TAC,” demikian pernyataan Kemenlu RI.
Para Menlu ASEAN mendeklarasikan ZOPFAN pada 1971. Sementara TAC disahkan para kepala negara ASEAN pada 1976. India, China, AS, dan Uni Eropa juga telah menandatangani TAC ASEAN.
Dalam pembicaraan dengan Menlu China Wang Yi pada 30 Juli 2020, Menlu Retno Marsudi menekankan pentingnya bagi Beijing menghormati TAC dan ZOPFAN.
Retno juga mengingatkan bahwa China meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa soal Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Karena itu, Retno mengajak China menghormati dan mematuhi UNCLOS 1982, TAC, dan ZOPFAN ASEAN.
Ketegangan kawasan
Kenetralan ASEAN ditegaskan lagi di tengah peningkatan ketegangan yang dipicu persaingan AS-China di Laut China Selatan (LCS), di mana beberapa anggota ASEAN berkonflik dengan China akibat tumpang tindih wilayah maritim.
Sejak Juli 2020 hingga awal Agustus ini, Menlu AS Mike Pompeo menyatakan secara terbuka untuk mendukung ASEAN dalam menghadapi China di LCS. Namun, pernyataan Pompeo itu tidak ditanggapi ASEAN.
Kala menghubungi Retno pekan lalu, Pompeo mengatakan bahwa mereka membahas soal kebebasan berlayar di LCS. Sebaliknya, Retno menyebut bahwa pembicaraan pada Senin (3/8/2020) itu membahas soal kerja sama pengembangan vaksin Covid-19. Pembicaraan Retno-Pompeo juga disebut membahas soal pengembangan kerja sama perdagangan dan investasi.
Seorang diplomat senior Indonesia mengatakan, ada pihak di China yang salah menafsirkan sikap Indonesia soal LCS. Ada yang menuding Jakarta mengikuti Washington soal penolakan klaim China di LCS. Tudingan itu didasarkan kekukuhan sikap Indonesia mengacu pada putusan Mahkamah Arbitrase Internasional 2016.
Putusan itu menegaskan ketentuan UNCLOS 1982 bahwa pulau-pulau buatan tidak bisa dijadikan dasar klaim hak maritim. Dengan demikian, China tidak bisa menjadikan pulau hasil reklamasi di LCS sebagai dasar klaim hak maritim di LCS. ”Sikap Indonesia sudah bertahun-tahun disampaikan. Pompeo baru menyatakan penolakan Juli lalu,” kata diplomat yang enggan diungkap namanya itu.
Pompeo kembali mengulangi klaim soal pembahasan isu China di LCS kala menghubungi Menlu Singapura Vivian Balakhrisnan, Selasa (4/8/2020). Sementara Vivian, seperti Retno, malah menekankan soal vaksin. Ia juga menegaskan bahwa Singapura adalah negara netral dalam isu LCS. ”Kami tidak berpihak,” kata Vivian dalam pernyataan tertulis yang disampaikan Kemenlu Singapura.
Berselang sehari selepas Vivian, Menlu Malaysia Hishammuddin Hussein malah secara terbuka mengatakan, ASEAN harus menghindari dari memihak ke AS atau China. Malaysia juga tidak mau terjebak di konflik itu.
”Saya tidak mau Malaysia terjebak dan terseret ketegangan geopolitik yang dipicu negara besar. ”Kita harus menghindari kejadian apa pun yang tidak diinginkan di wilayah perairan kita. Kita juga harus mencegah semua konflik militer di perairan di antara semua pihak terkait,” ujarnya kepada parlemen Malaysia.
Ia menekankan pentingnya bagi ASEAN itu tidak menyerah pada negara besar. ”Kalau menyerah pada narasi dan tekanan negara besar, ada potensi negara ASEAN mendekatkan diri pada negara tertentu,” ujarnya.
Persatuan ASEAN
Hishamuddin pun menekankan, ASEAN harus bersatu dalam menghadapi kekuatan-kekuatan di luar kawasan. Dengan demikian, ASEAN bisa mengoptimumkan kekuatan bersama. ”Jika ASEAN terpecah, jangan harap Malaysia bisa menghadapi China atau AS sendirian,” katanya.
Dalam pernyataan Sabtu lalu, para menlu ASEAN juga menyinggung soal persatuan kawasan. ”Menegaskan pentingnya bagi ASEAN untuk bersatu, rekat, dan tangguh dalam mendorong tujuan, prinsip, dan kepentingan bersama dalam piagam ASEAN,” demikian pernyataan mereka.
Para menlu ASEAN meminta semua pihak menahan diri dari semua bentuk tindakan yang bisa meningkatkan ketegangan. Semua pihak diminta menahan diri menggunakan senjata dan mengutamakan penyelesaian perbedaan serta sengketa menurut hukum internasional.
Semua pihak diajak untuk terus membangun saling percaya satu sama lain melalui dialog dan kerja sama. Tidak kala penting untuk terus saling menghormati dan saling menguntungkan.
Para menlu ASEAN juga menegaskan komitmen untuk mendukung mekanisme multilateral. Mekanisme itu diharapkan diterapkan dalam menghadapi tantangan kiwari di kawasan dan global.