Para Pemimpin Negara Galang Bantuan Senilai 298 Juta Dollar AS bagi Lebanon
Para pemimpin dunia dan organisasi-organisasi internasional menjanjikan bantuan kemanusiaan darurat bagi Lebanon senilai 298 juta dollar AS. Mereka menawarkan bantuan untuk penyelidikan yang ”kredibel dan independen”.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
BEIRUT, SENIN — Para pemimpin dunia dan organisasi-organisasi internasional menjanjikan bantuan kemanusiaan darurat bagi Lebanon senilai 298 juta dollar AS, Minggu (9/8/2020). Melalui pernyataan bersama dalam konferensi yang digelar secara virtual dan dikoordinasikan oleh Pemerintah Perancis dan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu, para pemimpin dunia dan organisasi internasional menyatakan, ”Di masa-masa yang sulit ini, Lebanon tidak sendirian.”
Para peserta telekonferensi menjanjikan aneka bantuan darurat dengan fokus pada ketersediaan sesegera mungkin obat-obatan dan rumah sakit, sekolah, makanan, dan perumahan. Bantuan itu akan dikoordinasikan oleh PBB dan dikirim langsung ke rakyat Lebanon. Para pihak menegaskan, tidak ada uang atau bantuan lain yang masuk ke pemerintah dan pejabat Pemerintah Lebanon.
”Kita harus melakukan segala yang kita bisa agar kekerasan dan kekacauan tidak menguasai,” kata Presiden Perancis Emmanuel Macron. ”Ledakan pada 4 Agustus lalu seperti petir. Saatnya bangun dan bertindak. Pemerintah Lebanon sekarang harus menerapkan reformasi politik dan ekonomi,” kata Macron, melanjutkan.
Di antara peserta konferensi adalah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Raja Jordania Abdullah II, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya, seperti dari China, Uni Eropa, dan negara-negara Teluk Arab.
Lebih dari 30 peserta konferensi internasional itu juga menawarkan bantuan untuk penyelidikan yang ”kredibel dan independen” dalam kasus ledakan dahsyat yang terjadi pada 4 Agustus di Pelabuhan Beirut. Penyelidikan hingga tuntas atas latar belakang peristiwa itu juga menjadi bagian dari tuntutan utama dari warga Lebanon yang kembali turun ke jalan pada Sabtu dan Minggu (9/8/2020).
Hingga Minggu dilaporkan, peristiwa itu menewaskan 158 orang, melukai setidaknya 6.000 lainnya, dan memporak-porandakan kota Beirut.
Dua menteri mundur
Dari Beirut dilaporkan, dua menteri kabinet Lebanon mengundurkan diri di tengah spekulasi bahwa pemerintah yang berkuasa mungkin saja kolaps pasca-ledakan, pekan lalu. Pengunduran diri Menteri Penerangan Manal Abdel-Samad diikuti oleh laporan bahwa menteri lain juga mengundurkan diri. Manal menyebut adanya kegagalan dalam memenuhi aspirasi masyarakat pasca-ledakan pekan lalu.
Pada Minggu malam, Menteri Lingkungan Hidup Demanios Kattar juga mengundurkan diri. Kattar menyebut sistem pemerintahan negaranya lembek. Dia memilih mengundurkan diri di tengah rapat tertutup hingga malam yang digelar pemerintah. Tawar-menawar politik diduga terjadi di negara itu.
Menurut rencana, bakal digelar pertemuan kabinet secara resmi awal pekan ini. Jika tujuh dari 20 menteri mengundurkan diri, kabinet pemerintahan di Lebanon secara efektif harus mundur.
Pada Minggu kemarin, empat anggota parlemen juga mengumumkan pengunduran diri. Mereka menyusul empat anggota lainnya yang sudah melakukan hal serupa. Parlemen Lebanon berangotakan 128 anggota. Mereka dijadwalkan bersidang pada akhir pekan ini.
Maha Yahya, Direktur Carnegie Middle East Center yang berbasis di Beirut, mengatakan bahwa pertemuan-pertemuan politik digelar sebagai upaya untuk mengumpulkan sosok-sosok yang dirasa kuat bagi pemerintahan baru Lebanon. Tuntutannya adalah pemerintahan baru itu dapat diterima oleh kekuatan domestik dan internasional, sekaligus dapat meredakan kemarahan publik.
”Pemerintah saat ini benar-benar lemah,” kata Yahya.
Ia menyebutkan, pemerintahan saat ini sudah tidak dapat melakukan reformasi apa pun atau mengambil sikap secara independen dalam suasana politik yang sangat memecah belah.
Saat negosiasi politik berlangsung di negara itu, warga menggelar demonstrasi di kompleks parlemen pada Minggu sore. Demonstrasi tersebut diwarnai tindak kekerasan pada malam harinya. Ratusan pengunjuk rasa bentrok dengan pasukan keamanan setelah para pengunjuk rasa berusaha menembus parlemen yang dijaga ketat. Pasukan keamanan merespon tekanan massa dengan gas air mata. Aparat juga mengejar para pengunjuk rasa di jalan-jalan pusat kota.
Para pengunjuk rasa menyalahkan para elite penguasa atas kesalahan manajemen yang kronis dan korupsi yang diyakini berada di balik ledakan di gudang Pelabuhan Beirut, pekan lalu. Dalam unjuk rasa, Sabtu lalu, para pengunjuk rasa yang marah memasang tiang gantungan dan jerat di pusat kota Beirut. Mereka menggantung sosok-sosok para pejabat negara itu lewat gambaran sosok-sosok itu di kertas karton.
Para demonstran memegang papan bertuliskan ”mengundurkan diri atau gantung diri”. Seorang petugas polisi tewas dan puluhan orang terluka dalam bentrokan yang berlangsung selama berjam-jam saat itu.
Masih di hari Sabtu dan dalam ekspresi kemarahan, para pengunjuk rasa juga menyebar di sekitar kota. Mereka menyerbu beberapa kementerian pemerintah dan menyatakan Kementerian Luar Negeri Lebanon sebagai markas besar gerakan mereka.
Di kompleks kantor Kementerian Ekonomi dan Energi, para pengunjuk rasa menggeledah kantor dan menyita dokumen publik. Mereka mengklaim akan mengungkapkan bagaimana korupsi telah merasuki pemerintah secara berlarut-larut. (AP/AFP)