Covid-19 Telah Merenggut 100.000 Jiwa Warga Brasil
Pandemi Covid-19 telah merenggut lebih dari 100.000 jiwa warga Brasil. Jumlah warga yang terpapar juga terus mengalami peningkatan dengan temuan hampir 50.000 kasus infeksi baru dalam 24 jam hingga Minggu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
RIO DE JANEIRO, MINGGU — Jumlah warga Brasil yang meninggal akibat terpapar Covid-19 menembus angka 100.000 orang. Jumlah kasus kematian ini menempatkan Brasil di urutan kedua setelah Amerika Serikat yang kini berjumlah lebih dari 165.000 orang meninggal.
Tidak hanya jumlah kematian yang meningkat, jumlah warga yang terpapar juga terus mengalami peningkatan dengan temuan hampir 50.000 kasus infeksi dalam 24 jam terakhir.
Jumlah kematian yang menembus angka psikologis itu dan juga jumlah penderita yang tidak mengalami penurunan membuat pemimpin kongres Davi Alcolumbre mengumumkan masa berkabung selama empat hari di lembaga itu. Kongres ingin memberikan penghormatan kepada 100.000 lebih warga yang meninggal akibat keganasan virus itu.
Sebagai penghormatan kepada warga yang meninggal, sebuah lembaga swadaya masyarakat Rio de Paz, Sabtu (8/8/2020) malam, melepaskan sekitar 1.000 balon merah ke udara dan menanam 100 salib hitam di pasir pantai Copacabana.
Mantan Presiden Brasil yang juga merupakan musuh bebuyutan Presiden Jair Bolsonaro, Luiz Inacio Lula da Silva, melalui akun media sosial Twitter miliknya mengecam sikap Bolsonaro yang menganggap Covid-19 sebagai penyakit flu biasa. Lula da Silva juga mengecam Bolsonaro yang anti terhadap ilmu pengetahuan dan bahkan kematian.
Pemerintah Brasil pertama kali mengonfirmasi adanya warga yang positif terjangkit Covid-19 pada 26 Februari dan kematian pertama sekitar tiga pekan setelah itu, 12 Maret. Dalam 100 hari setelah kematian pertama, jumlah kematian di negara itu mencapai 50.000 orang. Kini, jumlah kematian 100.000 orang dicapai kurang dari separuh waktu dibandingkan sebelumnya.
Kebijakan yang diambil Bolsonaro, seorang pemimpin sayap kanan, bertolak belakang dengan rekomendasi para ahli kesehatan dan juga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dia melawan pembatasan yang coba dilakukan oleh para gubernur negara bagian, sering menyatu dengan kerumunan pendukungnya dan tanpa menggunakan masker.
Bolsonaro memilih seorang militer, yang tidak memiliki kecakapan menangani pandemi, untuk memimpin satuan atau gugus tugas penanganan pandemi ini.
Para ahli mengeluhkan koordinasi yang kurang dalam pelaksanaan pencegahan di lapangan. Hasilnya, dua menteri kesehatan yang berlatar belakang medis mundur dari jabatannya karena tidak setuju dengan kebijakan presiden, yang juga terpapar Covid-19.
Dr Jose Davi Urbaez, anggota senior Masyarakat Ahli Penyakit Menular, dikutip dari laman BBC, mengatakan, rakyat Brasil dipaksa hidup dalam keputusasaan. ”Ini adalah tragedi seperti halnya Perang Dunia II. Namun, Brasil dan warganya berada di bawah pengaruh obat bius kolektif,” kata Urbaez.
Secara singkat, menurut Urbaez, dengan kebijakan Bolsonaro dan gugus tugas yang tidak terarah, pemerintah ingin mengatakan: ”Tangkap virus itu di dalam tubuh Anda dan jika serius, ada perawatan intensif yang akan membantu”. ”Itu meringkat kebijakan kami hari ini,” kata Urbaez.
Sementara di Vietnam, jumlah kasus Covid-19 yang terpusat di kota Da Nang bertambah sebanyak 31 kasus menjadi 841 kasus. Jumlah kematian juga bertambah menjadi 11 orang. Menurut Kementerian Kesehatan Vietnam, infeksi virus korona telah terdeteksi di setidaknya 15 lokasi di Vietnam.
Di Australia, otoritas kesehatan Negara Bagian Victoria, Minggu (9/8/2020), mengumumkan jumlah kematian tertinggi sejak gelombang kedua Covid-19 melanda negara itu, yaitu sebanyak 17 orang meninggal. Jumlah kematian total di Australia hingga saat ini mencapai 295 orang dengan jumlah kasus positif mencapai 21.084 kasus, berdasarkan data Worldometer.info.
Dalam upaya memperlambat penyebaran virus korona, Victoria telah memberlakukan jam malam, memperketat pembatasan pada pergerakan sehari-hari masyarakat dan memerintahkan sebagian besar aktivitas ekonomi berhenti. Polisi, Minggu, menggagalkan rencana aksi sejumlah warga yang menentang penggunaan masker.
Bantuan keuangan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Sabtu (8/8/2020), memutuskan mengucurkan bantuan keuangan bagi warga AS yang ekonominya terdampak langsung pandemi Covid-19 yang terus memburuk situasinya di AS. Kucuran bantuan ini dilakukan Trump di tengah memburuknya persepsi para calon pemilih terhadap dirinya jelang pemilihan presiden AS, November mendatang.
”Kami sudah mendapatkannya dan kami akan menyelamatkan situasi ekonomi di Amerika dan memberikan bantuan kepada para pekerja,” kata Trump,pada konferensi pers di klub golfnya di Bedminster, New Jersey.
Keempat langkah tersebut menandai unjuk kekuatan Trump setelah Partai Republik yang mendukungnya gagal mendapatkan persetujuan dari Partai Demokrat tentang paket stimulus baru.
Di dalam paket kebijakan itu, Pemerintah AS akan memberikan bantuan senilai 400 dollar AS per pekan dan uang itu akan dimasukkan ke dalam tunjangan pengangguran bagi setiap pekerja yang terdampak. Paket dua dan paket ketiga adalah perlindungan dari kemungkinan pengusiran dan bantuan pinjaman bagi mahasiswa.
Namun, angka 400 dollar AS itu kemungkinan akan turun menjadi hanya 300 dollar AS per pekan karena sisa 100 dollar, menurut Trump, disediakan oleh pemerintah negara bagian jika mereka menyetujuinya.
Paket kebijakan keempat, yang ditentang kedua partai, adalah pembekuan pajak penghasilan.
”Pengumuman kecil hari ini menunjukkan Presiden Trump masih tidak memahami keseriusan atau urgensi krisis kesehatan dan ekonomi yang dihadapi keluarga pekerja,” kata Ketua DPR AS Nancy Pelosi di Twitter, Sabtu. ”Kebijakan ini memberikan sedikit bantuan nyata bagi keluarga,” katanya. (REUTERS/AFP)