Putra Mahkota Arab Saudi Dituntut di AS, Dituduh Kirim Tim Pembunuh ke Kanada
Mantan pejabat Dinas Intelijen Arab Saudi, Saad al-Jabri, menuntut Pangeran Mohammed bin Salman di pengadilan AS. Jabri menuduh MBS berupaya membunuh dirinya, seperti yang dilakukan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·4 menit baca
BANDAR ALGALOUD/COURTESY OF SAUDI ROYAL COURT/HANDOUT VIA REUTERS/FILE PHOTO
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menggunakan telepon selulernya di sela-sela pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Riyadh, Arab Saudi, 12 Januari 2020.
Perseteruan antara Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dan mantan pejabat tinggi Dinas Intelijen Arab Saudi, Saad bin Khalid al-Jabri, terus berbuntut panjang. Jabri kini merupakan buron baru kelas kakap Arab Saudi setelah tewasnya jurnalis senior, Jamal Khashoggi, di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018.
Jabri (62), seperti dilansir harian Al Quds al-Arabi, Jumat (7/8/2020), mengajukan tuntutan hukum dalam berkas setebal 106 halaman terhadap Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) di pengadilan kota Washington DC, Amerika Serikat (AS). ”Satu tim berisi sejumlah warga Arab Saudi pergi lintas Samudra Atlantik dari Arab Saudi dengan tujuan membunuh Dr Saad,” demikian antara lain isi tuntutan hukum tersebut.
Sejauh ini belum ada reaksi dan komentar dari Pemerintah Arab Saudi. Selain itu, juga masih butuh verifikasi dari pengadilan kota Washington DC tentang kebenaran bukti-bukti yang disampaikan Jabri. Kantor media Pemerintah Arab Saudi tidak segera memberikan komentar saat diminta tanggapan tentang tuntutan hukum yang diajukan Jabri. Begitu juga Kedutaan Arab Saudi di Ottawa, Kanada.
Jabri adalah pengawal setia Pangeran Mohammed bin Nayef, mantan Putra Mahkota Arab Saudi yang disingkirkan sebagai calon penguasa takhta Kerajaan Arab Saudi pada kudeta istana tahun 2017. Sejak itu, MBS tampil menjadi putra mahkota dan penguasa de facto Arab Saudi. Sejumlah orang yang memahami situasi tersebut mengungkapkan kepada kantor berita Reuters bahwa Jabri memiliki dokumen berisi informasi sensitif mengenai MBS.
Jabri dalam tuntutan hukumnya, antara lain, menuduh MBS mengirim tim pembunuh ke Kanada untuk membunuhnya dengan model operasi pembunuhan wartawan senior Arab Saudi,Jamal Khashoggi, di Istanbul, tahun 2018. Upaya pembunuhan terhadap Jabri, demikian isi tuntutan hukum itu, terjadi hanya beberapa hari setelah pembunuhan Khashoggi di Istanbul.
PHOTO BY - / DEMIROREN NEWS AGENCY / AFP)
Foto yang diambil dari video rekaman CCTV pada 10 Oktober 2018 yang diperoleh kantor berita Turki, DHA, memperlihatkan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi (kanan), tiba di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, 2 Oktober 2018. Diyakini di tempat tersebut, Khashoggi dibunuh.
Jabri menyebutkan, tujuan MBS ingin membunuh dirinya untuk mendapatkan rekaman sangat rahasia yang berisi informasi intelijen penting. Rekaman tersebut sampai sekarang masih di tangan Jabri. Di antara surat tuntutan hukum Jabry berisi teks surat dari MBS yang meminta Jabri segera pulang ke Arab Saudi dalam kurun waktu 24 jam. MBS mengancam, jika menolak pulang, Jabri akan dibunuh.
Selain itu, surat tuntutan hukum tersebut juga berisi keyakinan MBS bahwa Jabri menyampaikan informasi kepada Badan Pusat Intelijen AS (CIA) tentang keterlibatan MBS dalam pembunuhan Khashoggi di Istanbul. Jabri dalam tuntutan hukumnya juga meminta ganti rugi kepada MBS dan orang-orang terdekatnya atas upaya pembunuhan yang gagal terhadap dirinya.
Jabri tidak hanya mengajukan tuntutan hukum terhadap MBS, tetapi juga kepada orang-orang terdekatnya, seperti Kepala Kantor MBS Badar al-Asakir; mantan anggota Penasihat Dewan Kerajaan, Suud al-Qahtani; dan mantan Wakil Kepala Intelijen Ahmed Asiri.
”Tim Harimau”
Tim pembunuh Jabri, yang disebut dengan ”Tim Harimau”, berusaha masuk Kanada dengan visa wisata yang berhasil didapatnya pada Mei 2018. Tim pembunuh tersebut membawa dua koper berisi alat-alat kedokteran forensik. Di antara tim itu, terdapat seorang pakar forensik.
Namun, ”Tim Harimau” itu gagal masuk Kanada setelah otoritas Bandar Udara Internasional kota Toronto, Kanada, mencurigai gelagat sebagian anggota ”Tim Harimau” ketika mereka satu sama lain berusaha tidak mengenal satu sama lain. Hanya seorang dari ”Tim Harimau” yang diizinkan masuk Kanada karena dia membawa paspor diplomatik.
AFP/RYAD KRAMDI
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (tengah) didampingi Perdana Menteri Aljazair Ahmed Ouyahia (kanan) saat memeriksa pasukan kehormatan di Algiers, Aljazair, 2 Desember 2018.
Sebelum MBS mengirim tim pembunuh ke Kanada, Jabri menuduh MBS telah mengirim tim pemantau ke kota Boston, AS, pada tahun 2017 ketika Jabri tinggal di kota tersebut. Menurut Jabri, tim pemantau itu disebar beberapa bulan di AS untuk mengawasi gerak-gerik Jabri.
Sejak tahun 2017, Jabri tinggal di Kanada. Sebelumnya, ia pernah tinggal di AS setelah melarikan diri dari Arab Saudi pada tahun 2015. Jabri adalah mantan menteri negara dan mantan pejabat tinggi Dinas Intelijen Arab Saudi, serta orang dekat mantan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Nayef, yang sejak Maret lalu mendekam di ruang tahanan. Jabry dicopot dari semua jabatannya pada tahun 2015 menyusul ketegangan hubungan Pangeran Mohammed bin Nayef dan MBS.
Keluarga Jabri mengatakan, MBS menahan dua anak Jabri dan saudara laki-lakinya guna menekan agar Jabri mau pulang ke Arab Saudi. Jabri, yang menyebut dirinya orang yang lama dekat dengan CIA, mengatakan bahwa dia mengajukan tuntutan hukum di AS karena beberapa bagian upaya pembunuhan terhadap dirinya ”melibatkan tindakan utama di dalam wilayah AS”.
Terkait kasus tersebut, Menteri Keselamatan Umum Kanada Bill Blair mengatakan, dirinya tidak bisa berkomentar sebelum kasusnya disidang di pengadilan. ”Kami sadar adanya insiden-insiden yang dilakukan aktor-aktor asing dalam upaya memonitor, mengintimidasi, atau mengancam warga Kanada dan mereka yang tinggal di Kanada. Ini benar-benar tidak dapat diterima,” ujar Blair dalam pernyataan yang dikirim kepada Reuters.
Hubungan Kanada dan Arab Saudi memburuk sejak Agustus 2018 saat Ottawa mengkritik persoalan hak asasi manusia di Arab Saudi. (REUTERS/SAM)