Setelah ledakan terjadi di Beirut, Lebanon, tawaran bantuan pun datang dari sejumlah negara, termasuk dari diaspora Lebanon yang tersebar di banyak negara.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
BEIRUT, KAMIS — Tawaran bantuan dari sejumlah negara terus mengalir ke Lebanon setelah insiden ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut yang menewaskan sedikitnya 135 orang dan melukai ribuan orang lainnya, Selasa (3/8/2020). Bantuan juga digalang oleh diaspora Lebanon yang tersebar di sejumlah negara.
Uni Eropa, misalnya, mulai mengaktifkan Mekanisme Perlindungan Sipil yang memungkinkan blok kekuatan ini mengoordinasi bantuan pada situasi darurat di seluruh dunia. Melalui mekanisme ini, UE akan secepatnya mengirim tenaga penyelamat, anjing pelacak, dan peralatan ke Beirut untuk mencari korban yang terjebak di lokasi ledakan.
”Uni Eropa saat ini sedang mengoordinasi pengiriman lebih dari 100 orang pemadam kebakaran yang sangat terlatih, kendaraan, anjing pelacak, dan peralatan khususnya alat pencari dan penyelamatan untuk daerah perkotaan,” kata Komisi Eropa untuk Manajemen Krisis Janez Lenarcic.
Lenarcic menambahkan bahwa Ceko, Yunani, dan Belanda telah berkomitmen dalam mekanisme ini. ”Mereka akan bekerja dengan otoritas Lebanon untuk menyelamatkan nyawa di lapangan,” ujar Lenarcic. ”Kami bersama Lebanon dan warganya dan siap untuk memobilisasi bantuan selanjutnya.”
Siprus mengirimkan personel penyelamat dan anjing pelacak, sedangkan Inggris menjanjikan paket bantuan kemanusiaan sebesar 6,6 juta dollar AS.
Adapun Rusia mengirimkan rumah sakit bergeraknya bersama dengan 50 tenaga penyelamat dan tenaga medis. Dalam 24 jam ke depan, masih ada tiga penerbangan dari Rusia yang akan membawa alat tes Covid-19 dan alat pelindung diri serta logistik lainnya.
Bantuan finansial juga datang dari Australia. Perdana Menteri Australia Scott Morrison menjanjikan bantuan awal sebesar 2 juta dollar Australia untuk bantuan kemanusiaan. Bantuan ini akan disalurkan melalui Program Pangan Dunia PBB (World Food Program) dan palang merah.
Negara Timur Tengah, seperti Irak, Jordania, Tunisia, Qatar, Kuwait, dan Mesir, juga mengirimkan bantuan alat dan tenaga medis serta rumah sakit bergerak. Tunisia bahkan menawarkan untuk membawa 100 pasien untuk dirawat di Tunisia.
Pasukan Sementara Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) termasuk personelnya, termasuk Kotingen Garuda dari Indonesia, juga turut membantu otoritas Beirut dalam mengevakuasi korban ledakan.
Sementara itu, Presiden Perancis Emmanuel Macron tiba di Beirut dan mengunjungi lokasi ledakan di pelabuhan Beirut, Kamis (6/8/2020). Ini menjadi lawatan kepala negara pertama ke Beirut setelah peristiwa ledakan terjadi.
”Lebanon tidak sendiri,” cuit Macron di Twitter. Macron juga menyebut bahwa Paris akan mengoordinasi bantuan kemanusiaan internasional.
Akan tetapi, Macron juga mendorong adanya perubahan di Lebanon. Ia memperingatkan bahwa Lebanon yang sudah berada dalam krisis ekonomi akan ”terus tenggelam” jika tidak melakukan reformasi.
Selain negara, bantuan bagi warga Lebanon juga disalurkan oleh diaspora Lebanon yang jumlahnya diperkirakan tiga kali lipat populasi Lebanon.
”Sepanjang pagi ini saya bertelepon dengan... mitra kami untuk bersama-sama membangun aliansi untuk menghimpun dana darurat,” kata George Akiki, salah satu pendiri sekaligus CEO LebNet, organisai nirlaba yang berbasis di Silicon Valley, California, yang membantu warga Lebanon di Amerika Serikat dan Kanada. ”Semua orang, baik warga Lebanon maupun bukan, ingin membantu,” ujarnya.
Akiki mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan organisasi lain, seperti SEAL dan Life Lebanon, telah mendirikan Beirut Emergency Fund 2020 yang akan menghimpun lebih banyak dana untuk disalurkan melalui organisasi yang terkemuka dan memiliki reputasi di Lebanon.
Presiden Lebanon Michel Aoun menyebutkan, sebanyak 2.750 ton amonium nitrat yang biasa dipakai untuk pupuk dan bom telah ditimbun selama enam tahun di Pelabuhan Beirut. Ia menjanjikan penyelidikan dan mencari siapa yang bertanggung jawab di balik ledakan itu.
Sebuah sumber resmi yang mengerti hasil awal penyelidikan itu menyalahkan insiden ledakan itu pada ”kelambanan dan kelalaian” dan ”tidak ada yang dilakukan” untuk memindahkan zat berbahaya itu.
Namun, sejumlah media lokal melaporkan telah melihat pesawat nirawak terbang di sekitar pelabuhan sesaat sebelum ledakan terjadi. Beberapa warga Beirut mengaku melihat rudal ditembakkan. Namun, otoritas Lebanon membantah ledakan itu merupakan sebuah serangan. Sumber di militer Lebanon menyebutkan bahwa ledakan dipicu oleh pengerjaan pengelasan.