Belum Ada Indikasi Serangan, Api Diduga dari Kegiatan Pengelasan
Ada pengelasan yang memicu kebakaran di gudang penyimpanan amonium nitrat. Sejak 2014, sudah ada permintaan agar bahan kimia berbahaya itu segera diekspor ulang.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
BEIRUT, KAMIS — Aparat Lebanon, Kamis (6/8/2020), fokus menyelidiki dugaan kelalaian sehingga 2.750 ton amonium nitrat meledak di Beirut, Selasa (4/8/2020) sore. Diduga, api berasal dari kegiatan pengelasan yang memicu ledakan dan menewaskan sedikitnya 135 orang. Namun, belum ada penjelasan resmi mengenai hal itu.
Hingga sejauh ini belum ada indikasi serangan. Ledakan dasyat pertama dalam sejarah Lebanon modern itu juga menyebabkan lebih dari 5.000 orang terluka dan masih banyak yang hilang. Selain itu, sekitar 250.000 orang kehilangan rumah. Kerugian totalnya bisa mencapai 15 miliar dollar AS.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan, penyelidikan akan transparan dan menyeluruh. ”Pemerintah akan menyelidiki dan mengumumkan apa yang terjadi secepatnya, pihak yang lalai akan dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya.
Semua pihak yang bertanggung jawab terhadap gudang penyimpanan zat kimia itu telah dikenai tahanan rumah. Penahanan berlaku bagi siapa pun yang bertanggung jawab pada gudang itu, sejak penyimpanan pada 2014.
Dalam data Shiparrested.com yang disiarkan pada 2015, Kapal Rhosus yang berbendera Moldova tengah berlayar dari Georgia menuju Mozambik untuk mengantar 2.750 ton amonium nitrat.
Karena ada masalah, kapal itu berlabuh di Beirut pada 2013. Otoritas pelayaran Beirut melarang kapal itu melanjutkan pelayaran karena dinilai tidak laik layar.
Selepas larangan itu, kapal dan kargo ditelantarkan pemilik serta operatornya. Kapal dan kargo juga menjadi obyek rebutan sejumlah kreditor. Karena tahu risiko membiarkan amonium nitrat di kapal, pengelola pelabuhan Beirut memutuskan muatan dipindah ke gudang yang meledak pada selumbari.
Muatan itu disimpan di gudang nomor 12. Pada hari Selasa, menurut sejumlah sumber di pelabuhan Beirut, sebelum terjadi peledakan sedang ada kegiatan pengelasan. Api dari pengelasan itu diperkirakan telah memicu kebakaran di gudang nomor 9.
Kebakaran merambat ke gudang nomor 12 sehingga memicu ledakan yang dampaknya dirasakan hingga ke Siprus, negara pulau yang terletak 160 kilometer dari Beirut. Ledakan itu menciptakan lubang selebar 200 meter dan menghancurkan ribuan bangunan.
Permintaan ekspor
Sejak Rabu sore, beredar salinan surat dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai soal bahaya amonium nitrat di gudang pelabuhan. Pihak berwenang diminta segera memindahkannya. Peringatan dan permintaan itu sudah disampaikan berulang kali.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Lebanon Badri Daher mengakui bahwa lembaganya telah mengirim paling tidak enam permintaan sejak 2014 agar ada perintah mengekspor amonium nitrat di gudang nomor 12.
”Kami meminta (amonium nitrat) diekspor, tetapi tidak dilakukan. Kami menyerahkan kepada yang mengerti (masalah itu) untuk menentukan mengapa (permintaan ekspor tidak kunjung diwujudkan,” ujarnya.
Salah satu sumber di pelabuhan Beirut menyebutkan, otoritas pelabuhan kembali diingatkan akan bahaya zat kimia itu pada Januari 2020. Walakin, tidak ada kejelasan tindak lanjut atas aneka peringatan itu.
Jaksa Agung Lebanon Ghassan Oueidat memerintahkan semua surat itu diperiksa. Penyelidik juga diminta memeriksa setiap orang yang bertanggung jawab pada penyimpanan zat kimia itu.
Manajer Utama Pelabuhan Beirut Hassan Koraytem mengatakan, zat kimia itu disimpan atas perintah pengadilan. Ia dan jajarannya tahu zat itu berbahaya. Akan tetapi, mereka tidak menyangka dampaknya akan seperti selumbari.
Dua pejabat di Kementerian Pertahanan dan komunitas intelijen Amerika Serikat sepakat, tidak ada petunjuk bahwa insiden Beirut dipicu serangan pihak tertentu. Mereka menyebut insiden itu lebih mungkin disebabkan cara penyimpanan yang tidak layak. Pernyataan itu menyangkal pendapat Presiden AS Donald Trump bahwa insiden Beirut dipicu oleh serangan pihak tertentu.
Ledakan itu juga membuat Pengadilan Khusus Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menunda pembacaan vonis bagi para terdakwa pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri. Awalnya, dakwaan akan dibacakan pada Jumat ini. ”Vonis ditunda untuk menghormati korban yang tidak terhitung dan masa duka di Lebanon,” demikian pernyataan pengadilan.
Dampak ledakan
Jumlah korban akibat ledakan itu terus bertambah. Hingga Kamis pagi WIB, sudah 135 orang dinyatakan tewas dan 5.000 orang terluka. Menteri Kesehatan Lebanon Hamad Hassan mengatakan, masih ada puluhan orang hilang dan puluhan lain dalam kondisi kritis.
Tim penyelamat masih mencari korban di antara reruntuhan bangunan. Regu penolong dari sejumlah negara telah tiba di Beirut sejak Rabu malam. Tawaran bantuan juga masih terus mengalir dari sejumlah negara.
Gubernur Beirut Marwan Abboud mengatakan, insiden itu menimbulkan kerugian hingga 15 miliar dollar AS. Kerugian terutama berasal dari ribuan bangunan yang rusak. Selain itu, ada pula kerugian karena aneka aktivitas harus terhenti selepas ledakan itu.
Banyak tempat usaha, mulai dari kedai sampai hotel, rusak akibat ledakan itu. Para pemilik tempat usaha tersebut tidak tahu bagaimana cara memperbaiki usaha mereka. Sebab, tabungan mereka tidak akan cukup untuk membayar ongkos perbaikan. Selain itu, perbankan Lebanon juga dalam pengetatan uang di tengah krisis perekonomian negara itu. (AP/AFP/REUTERS)