Otoritas keamanan India memberlakukan larangan keluar rumah jelang peringatan satu tahun pencabutan status khusus bagi Jammu dan Kashmir. Terkait hal itu, Pakistan menyiapkan perayaan "Hari Eksploitasi", Rabu ini.
Oleh
Mahdi Muhammad & MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
SRINAGAR, SELASA — Otoritas keamanan India memberlakukan larangan keluar rumah di wilayah Kashmir yang dikontrol India, Selasa (4/8/2020) atau sehari menjelang setahun peringatan penghapusan status khusus wilayah Jammu dan Kahsmir oleh Perdana Menteri Narendra Modi. Larangan itu berlaku selama dua hari, Selasa kemarin dan Rabu ini.
Shahid Iqbal Choudhary, administratur sipil setempat, menyebutkan bahwa penutupan wilayah oleh aparat keamanan diberlakukan di Srinagar, kota utama wilayah itu, karena adanya informasi tentang unjuk rasa untuk memperingati tanggal 5 Agustus ini sebagai ”Hari Hitam”.
Polisi dan tentara paramiliter India berpatroli di permukiman-permukiman dan mendatangi rumah-rumah warga agar warga tetap berada di dalam rumah. Pasukan pemerintah, dengan membawa senapan serbu dan perlengkapan antihuru-hara, memasang barikade-barikade besi serta kawat berduri di sejumlah ruas jalan, jembatan, dan persimpangan jalan. Mereka berpatroli di jalan-jalan di Srinagar dan melarang warga beraktivitas.
Pemerintah Kota Srinagar mengumumkan pembatasan dan larangan keluar rumah itu berlaku pada 4 dan 5 Agustus. ”Jam malam penuh akan diberlakukan di semua distrik di wilayah Kashmir,” kata seorang perwira polisi senior, Selasa (4/8/2020), yang meminta namanya dirahasiakan.
Pada 5 Agustus 2019, PM Modi mencabut status khusus Negara Bagian Jammu dan Kashmir, dan mengubahnya menjadi dua teritorial yang dikontrol oleh pemerintah federal, serta memisahkannya dari wilayah Ladakh. Keputusan Modi tersebut memantik kemarahan warga di wilayah Kashmir dan Pakistan.
Kashmir merupakan wilayah yang menjadi objek persengketaan dua negara berkekuatan nuklir, India dan Pakistan. Kedua negara ini pernah terlibat tiga perang dalam isu Kashmir.
Pemerintahan Modi mengatakan, keputusan pada Agustus tahun lalu diperlukan untuk mendongkrak pembangunan ekonomi. New Delhi beralasan, akan lebih baik mengintegrasikan Kashmir dengan wilayah lain di India. Namun, pencabutan status khusus Kashmir–yang diberikan melalui Artikel 370 Konstitusi India–diikuti dengan pembatasan pergerakan warga secara keras, penahanan massal, dan pemutusan berbagai saluran komunikasi untuk meredam unjuk rasa warga.
Dengan pengeras suara
Sebelum penerapan jam malam, otoritas keamanan India mulai melakukan pembatasan gerak warga sejak akhir pekan lalu. Anggota militer India terlihat berpatroli di jalan-jalan di sekitar. Selain berjalan kaki, patroli keamanan yang dilengkapi pengeras suara juga memerintahkan warga untuk tetap tinggal di rumah setelah malam menjelang.
Tidak hanya itu, mereka juga menempatkan sejumlah petugas di atas atap rumah penduduk untuk memantau situasi lingkungan.
Mulai Senin (3/8/2020), pihak keamanan India memasang kawat berduri dan barikade baja untuk untuk memblokade sejumlah ruas jalan utama di kota Srinagar.
Tidak hanya membatasi gerak warga, pemerintah juga melakukan pemadaman komunikasi secara total dengan cara memutus saluran telepon dan internet bagi warga. Mereka juga menggeser puluhan ribu pasukan keamanan ke dua wilayah tersebut.
Shabir Ahmad Dar, 40, yang bekerja di sebuah pabrik pengolahan jus, mengatakan ia dihentikan di salah satu dari beberapa pos pemeriksaan Srinagar pada Selasa pagi dan diberitahu oleh tentara untuk pulang. ”Pekerja lain dari daerah kami juga dikirim kembali,” katanya.
Kemarahan di seluruh Kashmir yang berpenduduk mayoritas Muslim terhadap pemerintah nasionalis India telah meningkat sejak tahun lalu, terutama ketika Modi mencabut status khusus Kashmir melalui instruksi presiden, 5 Agustus 2019.
Namun, pencabutan status khusus itu membuat warga kedua wilayah meradang karena dengan begitu puluhan ribu orang luar kawasan bisa membeli tanah di wilayah itu. Modi beralasan, langkah itu diambil untuk mempercepat pembangunan kawasan dan integrasi ekonomi dua wilayah itu dengan wilayah lainnya.
Peringatan di Pakistan
Pemerintah Pakistan, jelang 5 Agustus, menyatakan akan merayakan peringatan hilangnya otonomi Kashmir dan mengingatnya sebagai Yom-e-Istehsaal (Hari Eksploitasi) solidaritas bagi warga Kashmir.
Kuasa Usaha ad-interim Kedutaan Besar Pakistan untuk Indonesia, Sajjad Haider Khan, dalam siaran persnya, Selasa, menyatakan dalam pandangannya bahwa Jammu dan Kashmir masih dalam status sengketa yang diakui oleh dunia internasional meski Pemerintah India menganggap kedua wilayah itu masuk dalam wilayah mereka. Selusin resolusi Dewan Keamanan PBB, menurut Khan, menjadi bukti klaim Pakistan ini.
Khan menggarisbawahi bahwa tindakan PM Modi pada Agustus tahun lalu sebagai pelanggaran hukum internasional dan resolusi DK PBB, yang berdampak pada kehidupan warga.
Dia menyatakan bahwa dengan pencabutan status khusus itu banyak pelanggaran yang dilakukan Pemerintah India sebagai dampak kebijakan yang represif, mulai dari penghentian layanan internet, penutupan sekolah hingga perguruan tinggi, serta berkurangnya layanan medis selama pandemi Covid-19. (AFP/REUTERS)