Gelombang Kedua Korona Bisa Redam Pemulihan Manufaktur Global
Manufaktur beberapa negara di Asia terlihat tumbuh positif. Namun, para analis tetap mengingatkan kemungkinan tanda-tanda pemulihan itu bisa berbalik arah jika ancaman gelombang kedua pandemi Covid-19 gagal diantisipasi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, SENIN — Tekanan di pabrik-pabrik manufaktur di kawasan Asia pada bulan Juli terlihat mengendur seiring tanda-tanda kontraksi yang melambat di sejumlah negara besar yang bergantung pada ekspor. Namun, para analis tetap mengingatkan kemungkinan tanda-tanda pemulihan itu bisa berbalik arah jika ancaman gelombang kedua pandemi Covid-19 gagal diantisipasi.
Indeks Manajer Belanja Manufaktur China (PMI) dilaporkan naik menjadi 52,8 sepanjang Juli, naik dari angka indeks Juni di level 51,2. Angka indeks itu menandai bulan ketiga berturut-turut pertumbuhan dan kenaikan terbesar PMI China sejak Januari 2011. Data terbaru itu memperkuat optimisme yang tergambar dalam sebuah survei di kalangan pelaku usaha di China yang dirilis pada akhir pekan lalu. Dua hal itu diharapkan menjadi penanda bahwa negara dengan besaran ekonomi terbesar kedua secara global itu mencoba pulih lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Perlambatan tekanan aktivitas pabrik juga tergambar di Jepang dan Korea Selatan. Ini memberi harapan tekanan terhadap sektor manufaktur selama pandemi berkurang atau sudah melewati titik kritis. Aktivitas manufaktur di Taiwan juga naik, tumbuh dari kondisi kontraksi sebelumnya. Hal itu seiring dengan adanya kenaikan permintaan peralatan kerja selama kebijakan bekerja dari rumah berlangsung. Permintaan di industri chip pun terdorong naik. Namun, aktivitas pabrik di Filipina dan Vietnam masih terpantau turun pada bulan Juli, menggarisbawahi sifat pemulihan yang tidak merata.
Indeks Manufaktur Jibun Bank di Jepang terbaru naik ke level 45,2 pada Juli, naik dari level 40,1 pada Juni. Adapun data manufaktur HIS Markit di Korsel naik ke level 46,9 pada Juli. Dengan data yang sama pada Juni lalu ada di level 40,1, mencerminkan pelonggaran tekanan pada hasil maupun pesanan baru. Ada harapan produksi manufaktur Korsel dalam kurun waktu 12 bulan mendatang bakal melonjak di tengah perhatian atas data ekspor negara tersebut yang menyumbang hampir 40 persen ekonomi negara itu. ”Produsen masih ragu-ragu dengan melihat penurunan harga dan terus bersikap hati-hati terkait jumlah pekerja mereka,” kata ekonom IHS Markit, Joe Hayes.
Produsen masih ragu-ragu dengan melihat penurunan harga dan terus bersikap hati-hati terkait jumlah pekerja mereka.
Pukulan langsung ataupun tidak langsung dari kebijakan penguncian wilayah dan kebijakan jarak sosial untuk menahan penyebaran wabah Covid-19 telah mendorong banyak ekonomi Asia ke dalam resesi, termasuk Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Singapura. Sejauh ini tidak ada jaminan kuat bahwa pandemi akan berakhir. Lonjakan baru jumlah warga terkonfirmasi Covid-19 di Jepang telah membayangi prospek pemulihan ekonomi negara itu. Kondisi yang sama tergambar di negara lain, seperti Australia.
Jepang dinilai hanya akan menikmati pemulihan bertahap dan dalam tempo yang relatif lebih lambat. Hal itu diduga dipengaruhi oleh kekhawatiran tentang lonjakan kasus Covid-19 yang akan membebani pengeluaran domestik dan luar negeri. Hal itu dikatakan Stefan Angrick, ekonom senior di lembaga Oxford Economics. ”Dengan laju pemulihan yang melambat di beberapa mitra dagang utama Jepang, ekspor dan pengeluaran bisnis kemungkinan akan terus tertekan,” katanya.
Defisit perdagangan AS
Sementara itu, di AS, defisit perdagangan AS turun tajam pada bulan Juni setelah data ekspor berhasil berbalik arah naik dari tren turun sebelumnya. Defisit perdagangan barang turun 6,1 persen menjadi 70,6 miliar dollar AS pada bulan lalu. Ekspor barang-barang meningkat 13,9 persen menjadi 102,3 miliar dollar AS, melampaui kenaikan impor barang-barang sebesar 4,8 persen menjadi 173,2 miliar dollar AS. Impor AS jatuh pada Mei ke level terendah sejak Juli 2010.
Kenaikan ekspor dipimpin oleh lonjakan 144,1 persen pada pengiriman kendaraan bermotor dan suku cadang. Ekspor barang modal melonjak 11,0 persen dan barang konsumen melonjak 12,6 persen. Ada juga peningkatan ekspor pasokan industri dan barang-barang lainnya, tetapi pengiriman makanan, pakan, dan minuman turun. Impor kendaraan bermotor dan suku cadang meningkat 107,7 persen pada Juni.
Meskipun defisit perdagangan barang yang lebih kecil merupakan dorongan bagi perhitungan produk domestik bruto, hal itu diimbangi oleh penurunan berkelanjutan dalam persediaan eceran dan grosir. Penurunan impor sebelumnya memaksa kalangan bisnis di AS untuk mengurangi persediaan mereka. Produk domestik bruto AS pada triwulan II-2020 anjlok sebesar 32,9 persen. (AP/REUTERS)