UEA ingin membawa bangsa Arab mendekat kembali kepada ilmu pengetahuan. Hampir 1.000 tahun lalu, sains menjadi keseharian bangsa Arab.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Barakah bukan semata soal penyediaan energi di Uni Emirat Arab. Reaktor itu adalah wajah terbaru dari semangat adaptasi dan kehausan bangsa Arab pada ilmu pengetahuan.
Pengoperasian PLTN Unit I Barakah dilakukan hampir dua pekan setelah UEA meluncurkan satelit Hope ke Mars. PLTN unit I Barakah adalah reaktor nuklir pertama milik bangsa Arab. Bangsa Israel dan Persia alias Iran telah lebih dulu punya reaktor nuklir.
Bagi bangsa kaya minyak dan gas seperti UEA, sebenarnya mudah saja mengoperasikan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) atau diesel (PLTD). Walakin, UEA telah memutuskan bahwa bangsa itu harus mencari pilihan selain minyak. Sebab, akan tiba harinya minyak dan gas habis. UEA mencoba beradaptasi dengan kemungkinan itu.
Pengoperasian PLTN Unit I Barakah juga membuka peluang bagi bangsa itu untuk memperdalam pengetahuan soal nuklir. Sudah bukan waktunya lagi bertanya akan dipakai apa pengetahuan soal nuklir itu. Hal terpenting adalah pengetahuan itu dikuasai dulu.
Sebelumnya, lewat peluncuran satelit pemantau ke Mars, UEA telah dan akan mengembangkan pengetahuan soal antariksa, elektronika, komunikasi, dan aneka ilmu pengetahuan penunjang terkait satelit. UEA mengerahkan hampir 200 warganya untuk ikut membangun satelit itu. Data yang dikumpulkan satelit itu akan dibagikan secara gratis. UEA menyebutnya sebagai layanan kepada kemanusiaan.
Kala satelit itu diluncurkan dari Jepang, UEA menyebut bahwa satelit itu adalah lambang harapan dan inspirasi bagi seluruh bangsa Arab. UEA tidak mau lagi Arab dikenal hanya karena gurun, konflik, dan minyak. UEA mau bangsa Arab juga dipandang karena gairah pada ilmu pengetahuan dan modernitas.
Keinginan itu tidak salah karena citra dunia pada bangsa Arab sudah terbentuk selama ratusan tahun. Butuh kerja keras untuk menggeser citra itu. Hope dan Barakah adalah bagian dari upaya menggeser citra itu.
Minat sains
Sebelum membangun dan mengirim satelit ke Mars, UEA membawa Kembali gairah antariksa kepada bangsa Arab Lewat Hazza al-Mansouri. Pada 2019, ia menjadi orang Arab ketiga yang tinggal beberapa hari di luar angkasa. Sebelum Al-Mansouri, ada Pangeran Sultan Bin Salman dan Mohammed Faris.
Sultan, anak kedua dari pernikahan Raja Salman dengan Putri Sultana binti Turki al-Sudairi, lebih sibuk mengurus pariwisata dan baru tiga tahun terakhir kembali mengurus isu antariksa. Sementara Faris sibuk mengurusi politik di negaranya, Suriah, yang dilanda perang saudara. Sementara Al-Mansouri tetap fokus mengurus antariksa. Ia mengirimkan foto bumi yang bulat kala berada di luar angkasa.
Pengiriman Al-Mansouri dan satelit pemantau ke Mars membuat UEA punya modal kuat untuk mendorong para pemuda Arab semakin mendalami sains. Bangsa Arab telah membuktikan bumi bulat dan mengirimkan satelit ke mars. UEA dan Arab Saudi juga membelanjakan ratusan juta dollar AS selama beberapa tahun terakhir untuk membiayai warganya mempelajari teknik, sains, dan aneka ilmu pengetahuan modern lain di berbagai universitas mancanegara.
Lewat PLTN Barakah, satelit Hope, dan penerbangan Al-Mansouri, UEA ingin membawa bangsa Arab kembali mendekat kepada ilmu pengetahuan. Hampir 1.000 tahun lalu, bangsa Arab memang amat dekat dengan ilmu pengetahuan. Hampir semua prinsip sains dan aneka ilmu pengetahuan modern lainnya dikembangkan para sarjana Arab dengan pusat di Baghdad, Irak. Kini, cahaya pencerahan itu dipancarkan lagi dari Abu Dhabi dan Dubai.