Faridah, Perempuan Indonesia yang Dapat Panggilan Eksklusif Berhaji Saat Pandemi
Berkisar antara 1.000 hingga 10.000 orang dipilih Pemerintah Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19. Bagi mereka, terpilih dari biasanya 2,5 juta jemaah, merupakan panggilan eksklusif Ilahi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO & MH SAMSUL HADI
·5 menit baca
Doa, harapan, sekaligus rasa syukur dilambungkan jemaah haji di Tanah Suci. Mereka beruntung terpilih menjadi jemaah haji di tengah pembatasan jumlah jemaah akibat pandemi Covid-19 tahun ini. Di berbagai negara, sekitar 2,5 juta umat Muslim calon haji batal berangkat ke Tanah Suci karena pembatasan jemaah itu.
Selain mereka, puluhan juta Muslim lainnya di seluruh dunia masih menanti giliran berangkat menunaikan ibadah haji. Penantian yang tak jarang hingga bertahun-tahun. Karena itu, terpilih ke dalam rombongan jemaah haji--dengan jumlah berkisar 1.000 hingga 10.000 orang--tahun ini terasa benar-benar karunia yang tak ternilai harganya. Itulah yang dirasakan Faridah Bakti Yahra, satu dari 13 warga Indonesia di Arab Saudi, yang terpilih menunaikan haji tahun ini.
Faridah (39) harus berangkat sendirian, meninggalkan suami dan tiga anaknya di kota pantai Khobar, Arab Saudi bagian timur, sekitar 1.289 kilometer timur laut Mekkah, saat memenangi undian naik haji melalui aplikasi daring. Bagi Hendra Samosir, suaminya, terpilihnya Faridah naik haji merupakan kabar sangat bagus setelah berbulan-bulan kabar buruk melanda keluarganya akibat pandemi Covid-19.
Krisis pandemi virus mematikan ini memaksa Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menerapkan penutupan wilayah dan larangan keluar rumah. Kemerosotan industri minyak yang terpukul akhir-akhir ini mengakibatkan Hendra (44) terkena PHK (pemutusan hubungan kerja) di perusahaan minyak negara itu.
"Ketika istri saya memasuki area Ka\'bah dan memperlihatkan Ka\'bah pada saya, saya merasa sangat-sangat gembira, bahagia, dengan air mata berlinang," tutur Hendra menceritakan tayangan langsung rekaman video ibadah haji yang dijalani istrinya dan dikirimkan melalui telepon pintar.
Melalui telepon genggam pintar, jemaah haji bisa merekam tahap demi tahap ibadah haji dan membagi rekaman itu secara langsung ke keluarga, kerabat, atau teman-temannya berkat teknologi berkecepatan tinggi 5G yang dipasang di Mekkah sejak tahun lalu. Teknologi itu kini merata di Arab Saudi.
"Ini benar-benar perjalanan suci yang bisa saya katakan, meski saya tidak ikut berada di sana, dengan melihat istri saya menunaikan ibadah haji, rasanya seolah-olah saya berada di sana (seperti ikut menunaikan ibadah haji)," lanjut Hendra kepada kantor berita AFP.
Saat Faridah menunaikan ibadah haji, Hendra berada di rumah, menjaga tiga anak mereka. Pada hari pertama ibadah haji, Rabu (29/7/2020), Faridah membuka panggilan video (video call), merekam dan mengirim tayangan dirinya berada di dalam Masjidil Haram, tengah mendekati Ka\'bah.
"Saya begitu gembira dia (suami saya) bisa bergabung dengan saya secara virtual, spiritual, beserta anak-anak perempuan saya. Mudah-mudahan suami tercinta saya bisa datang lagi ke sini bersama saya untuk menunaikan ibadah haji, insya Allah," ujar Faridah.
"Saya berdoa, semoga suami saya segera mendapatkan pekerjaan lagi," tutur ibu rumah tangga tersebut. "Saya juga berdoa, semoga situasi segera kembali normal, pandemi ini berhenti, dan virus korona sirna."
Selain Faridah, ada 12 warga Indonesia lainnya yang terpilih naik haji melalui sistem undian secara daring dengan persyaratan yang ketat. Syarat menjadi jemaah haji tahun ini adalah berusia antara 20 tahun dan 50 tahun, tidak sedang sakit parah, tidak menunjukkan gejala Covid-19, dan sebelumnya belum pernah berhaji. Kementerian Umrah dan Haji Arab Saudi menyatakan, ekspatriat di Arab Saudi dari 160 negara disaring melalui seleksi daring. Tak disebutkan jumlah ekspatriat yang mendaftar.
Menurut Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali, ke-13 WNI yang terpilih naik haji itu tinggal di Riyadh (1 orang), Madinah (2), Yanbu\' (1), Makkah (4), Jeddah (4), dan Khobar (1). Selain Faridah, mereka adalah Muhammad Wahyu, Endan Suwandana, Ahmad Sujai, Huda Faristiya, \'Abdul Muhaemin, Siri Marosi, Muhammad Toifurrahman, Eni Wahyuni, Irma Tazkiya, M Zulkarnain, Ali Muhsin Kemal, dan Akram Hadrami.
Setelah mengambil mikat atau mulai berihram di Qarnul Manazil (Thoif) dan melakukan tawaf permulaan (tawaf qudum) di Masjidil Haram, mereka menginap di Mina untuk menjalani tarwiyah dan berlanjut pada Kamis pagi ke Padang Arafah untuk menjalani wukuf. "Di Arafah, mereka akan menggunakan tenda wilayah negara-negara Arab. Di Mina, mereja menggunakan Hotel Abroj Mina yang berada di dekat Jamarat," ujar Endang, seperti dilaporkan situs Kementerian Agama RI.
Bukan panggilan manusia
Otoritas Arab Saudi awalnya mengatakan sekitar 1.000 jemaah haji diizinkan beribadah haji tahun ini. Tetapi, media lokal menyebutkan sebanyak 10.000 orang dipilih. Warga negara asing mencakup 70 persen dari jemaah terpilih. Adapun sisanya adalah warga negara Arab Saudi ditambah dengan pekerja medis dan personel keamanan.
Otoritas Arab Saudi tidak menyebutkan alasan keputusan dalam pemilihan jemaah haji tersebut. ”Pilihan ini bukan pilihan manusia, tetapi berdasarkan pilihan Allah yang memilih orang tersebut menjadi salah satu dari jumlah terbatas orang yang akan menunaikan haji,” kata Menteri Haji dan Umroh Arab Saudi Muhammad Saleh bin Taher Benten, pria berdarah Banten, Indonesia, kepada televisi Al Arabiya, Sabtu (25/7).
Dengan pemilihan seperti itu, wajar mereka yang terpilih bak mendapat anugerah dari langit. Ni Haoyu, mahasiswa program master asal China di salah satu universitas di Arab Saudi, terlihat menangis saat menjalankan ibadah haji. Ia tidak mengira dapat terpilih untuk ikut dalam rombongan terbatas jemaah haji tahun ini. "Saya tidak bisa menahan diri tidak menangis setelah Tuhan memenuhi keinginan saya berhaji tanpa biaya,” kata dia.
Ungkapan serupa disampaikan jemaah lainnya. "Saya dipilih melalui situs internet, dan saya tidak tahu mengapa (saya sampai bisa terpilih)," kata Cai Haobi (31), seorang mahasiswa Universitas Umm Al-Qura di Mekkah. "Sejumlah kolega saya di universitas mendaftar, tetapi mereka semua hanya menerima surat permintaan maaf karena tidak diterima."
Seluruh biaya haji mereka ditanggung Kerajaan Arab Saudi, mulai dari makanan, akomodasi hotel, perlenglapan ibadah, perawatan kesehatan selama ibadah, dan lain-lain. Pakaian haji bagi mereka terbuat dari bahan tahan bakteri. Jemaah tinggal mematuhi protokol yang ditetapkan, seperti mengenakan masker, menerapkan jarak sosial, selalu diperiksa suhu tubuh, serta mengenakan gelang elektronik--sebagai penanda dan alat pemantau keberadaan mereka--selama lima hari ibadah haji.
Tak ada keramaian
Wajdan Ali, seorang perawat Arab Saudi berusia 25 tahun di Jeddah yang dipilih setelah dia pulih dari penyakit Covid-19, mengatakan bahwa semua prosedur itu dijalani sebagai bagian dari protokol kesehatan, sekaligus tindakan pencegahan dari hal-hal yang tidak diinginkan panitia penyelenggara. Dengan penerapan protokol kesehatan itu, banyak jemaah merasa lebih aman saat menjalani rangkaian ibadah.
Dengan jumlah jemaah yang sangat jauh di bawah tahun-tahun sebelumnya, praktis ibadah haji kali ini terlaksana tanpa kerumunan massal. "Saya bisa melakukan ibadah saya jauh dari keramaian, yang menciptakan suasana kekhusyuan dan ketenangan," ujar Ali. "Suasananya sangat berbeda dari ibadah masa lalu, yang melibatkan jutaan jemaah di Mekkah."
Bagi mereka, terpilih dari biasanya 2,5 juta jemaah, berhaji di tengah pandemi merupakan panggilan eksklusif Ilahi. "Saya tadinya tidak berharap bakal terpilih," kata As-Shammar, warga Filipina yang merantau ke Arab Saudi untuk bekerja di restoran. "Saya datang ke Arab Saudi, satu tahun yang lalu. Saya sudah niat berhaji setelah dua tahun tabungan cukup. Virus korona dan proses seleksi membantu saya beribadah haji tahun ini. (AFP)