UMNO, partai terbesar dalam koalisi pemerintahan Malaysia saat ini, menarik diri dari aliansi politik Perikatan Nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri Muhyiddin Yassin. Keputusan UMNO itu memperlemah posisi PM.
Oleh
Mahdi Muhammad & Mh Samsul Hadi
·6 menit baca
KUALA LUMPUR, JUMAT — Manuver politik dilakukan oleh Organisasi Nasional Melayu Bersatu atau UMNO, partai terbesar dalam aliansi politik Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin. Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi, Kamis (30/7/2020), mengeluarkan pernyataan mengejutkan yang menyebutkan bahwa partai itu tidak akan menjadi bagian dari Perikatan Nasional atau PN, aliansi politik yang dipimpin oleh PM Muhyiddin.
UMNO berencana akan berkonsentrasi memperkuat koalisi Mufakat Nasional (MN) bersama PAS (Partai Islam Se-Malaysia). Keputusan itu dikeluarkan setelah mantan Presiden UMNO yang juga mantan PM, Najib Razak, dihukum penjara dalam kasus korupsi dana perusahaan investasi negara 1MDB.
”Keputusan saya di sini adalah mengumumkan bahwa kami tidak akan berpartisipasi dalam pembentukan Perikatan Nasional. Untuk tidak menjadi anggota komponen (PN) jika ingin didaftarkan,” kata Ahmad Zahid, dikutip dari laman media Malaysia, New Straits Times.
Dia menyatakan, keputusan itu sudah final. Meski keluar dari aliansi PN, UMNO menyatakan akan tetap mendukung pemerintah di parlemen. UMNO merupakan blok terbesar dalam koalisi PN, yang hanya unggul dua kursi sebagai kekuatan mayoritas di parlemen.
Ketika dalam konferensi ditanya apakah keputusan tersebut terkait dengan vonis terhadap Najib, Ahmad Zahid menjawab kepada wartawan, ”Terserah Anda menafsirkan.” Kantor PM Muhyiddin tidak segera menjawab permintaan untuk konfirmasi tanggapan. Begitu juga pihak Najib.
Ahmad Zahid mengatakan, selama ini dukungan UMNO kepada PN didasari dukungan anggota parlemen asal UMNO dan Barisan Nasional serta anggota Majelis Negara (MN) dalam pembentukan pemerintah federal di negara bagian tertentu. Dia juga mengatakan, keputusan UMNO untuk fokus pada MN lebih karena mereka telah menandatangani kesepakatan berkoalisi dengan PAS.
”Kami memperhitungkan fakta bahwa kami telah menandatangani piagam MN dan nota kesepahaman dengan PAS. Kami merasa ini adalah platform terbaik bagi UMNO, PAS, dan Barisan Nasional untuk menghadapi kemungkinan apa pun,” katanya.
Zahid juga menyatakan bahwa PM Muhyiddin Yassin telah mengindikasikan minat Partai Pribumi Bersatu (Bersatu) Malaysia untuk bergabung dengan MN. Ketertarikan Bersatu untuk bergabung diserahkan pada kepemimpinan MN.
Bisa bubar kapan saja
Menurut analis politik, keputusan UMNO keluar dari aliansi PN membuat partai itu bisa lebih mudah untuk meminta agar pemilihan umum digelar. UMNO mungkin meyakini, jika pemilu digelar lagi, perolehan suara mereka mungkin akan lebih baik dibandingkan dengan pemilu tahun 2018 saat mereka kehilangan kekuasaan untuk pertama kali selama lebih dari enam dekade.
”Mereka tidak lagi terikat dengan koalisi, yang berarti para anggota parlemen mereka bisa keluar kapan saja. Pemerintah bisa kolaps kapan saja,” ujar Ibrahim Suffian dari lembaga jajak pendapat independen Merdeka Center.
UMNO bergabung dengan partai Bersatu-nya Muhyiddin dan lain-lain lima bulan lalu setelah bubarnya koalisi Pakatan Harapan yang mendepak Najib. Seorang sumber yang dekat dengan pucuk pimpinan NATO menyebutkan, para anggota UMNO semakin merasa kurang nyaman untuk tampil sebagai pemain lapis kedua meski menjadi partai terbesar di koalisi PN.
”Posisi Muhyiddin kini lemah. Jika pemilu digelar, partai dia (Muhyiddin) kemungkinan besar akan terdepak,” ujar Oh Ei Sun, peneliti senior pada Institute of International Affairs, Singapura.
Gejolak di Sabah
Bersamaan dengan pengumuman UMNO, di Sabah juga terjadi gejolak politik. Menteri Besar Negara Bagian Sabah Shafie Apdal membubarkan parlemen sekaligus mendesak diadakannya pemilihan umum di seluruh negara bagian.
Tindakan Shafie ini tidak terlepas dari upaya pendongkelan dirinya sebagai Kepala Menteri Negara Bagian Sabah oleh Tan Sri Musa Aman, politisi dari partai berkuasa Malaysia. Musa Aman mengklaim, dirinya mendapat dukungan yang cukup besar dari anggota parlemen untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan Shafie, politisi dari partai oposisi Malaysia.
Shafie, dalam konferensi pers, Kamis (30/7/2020), mengatakan, dirinya sebenarnya enggan menyerukan pelaksanaan pemilu di tengah pandemi. Namun, dirinya tidak memiliki pilihan lain selain menyelenggarakan pemilu itu.
Shafie menuding langkah politik Musa Aman yang mengklaim memiliki dukungan mayoritas anggota parlemen Sabah sebagai tindakan pelecehan terhadap pilihan politik rakyat. Dia juga menilai, klaim dukungan dari anggota parlemen Sabah terhadap Musa Aman tidak terlepas dari tindakan penyuapan yang akhirnya membuat sebagian dari politisi yang mendukungnya membelot.
”Mereka pikir (anggota parlemen) Sabah seperti suvenir, mudah dibeli, dan dijual. Tetapi, saya pikir, Sabahan memiliki integritas lebih dari itu,” kata Shafie. Pembubaran parlemen yang dilakukan Shafie telah mendapat persetujuan Kepala Negara Bagian Sabah Tun Juhar Mahiruddin.
Shafie menyatakan, sudah waktunya mandat yang diembannya selama beberapa waktu terakhir dikembalikan kepada rakyat. ”Biarkan rakyat yang akan memutuskan,” ujarnya.
Dengan pembubaran parlemen itu, pemerintah memiliki waktu 60 hari untuk menyelenggarakan pemilu.
Keputusan politik Shafie tidak terlepas dari manuver politik yang dilakukan Musa Aman, mantan Menteri Besar Negara Bagian Sabah selama 15 tahun, pada periode 2003-2018. Musa Aman, dikutip dari kantor berita Bernama, menyatakan bahwa dirinya mendapat dukungan dari 33 anggota parlemen Sabah. Hal itu cukup baginya untuk kembali memimpin Sabah setelah kalah dari Shafie pada pemilihan tahun 2018.
Musa Aman, dikutip dari laman media Malaysia, Malay Mail, menolak pelaksanaan pemilu untuk menentukan siapa yang berhak duduk sebagai Menteri Besar Negara Bagian Sabah. ”Membuang waktu, tenaga, dan biaya. Mengapa kita harus melaksanakan pemilu apabila sudah diketahui siapa yang mendapat dukungan mayoritas (dari anggota parlemen),” ucapnya.
Dia mengatakan, yang terpenting baginya saat ini adalah Tun Juhar Mahiruddin membaca surat dari dirinya dan kelompoknya serta melaksanakan keputusan dengan cepat.
Upaya Musa Aman sendiri untuk mendapatkan dukungan dari Tun Juhar Mahiruddin belum berhasil. Dirinya dan 33 anggota parlemen yang mendukungnya gagal menemui Juhar di kediamannya di Istana Negeri, Kamis petang. Petugas keamanan yang berjaga di sekitar kediaman Juhar tidak memberikan izin kepada Musa Aman dan rombongan untuk masuk.
Upaya pengambilalihan Sabah, sebuah negara bagian miskin tetapi kaya sumber daya, mengingatkan bagaimana PM Muhyiddin Yassin mengambil alih kekuasaan pada bulan Maret setelah membelot dari pemerintah reformis saat itu untuk membentuk pemerintahan baru yang berpusat pada Melayu.
Muhyiddin, yang sempat didepak oleh UMNO dan kini kembali didapuk sebagai PM Malaysia melalui jalur koalisi PN, juga diperkuat UMNO sebelum mereka menarik diri dari koalisi PN, Kamis kemarin. Partai oposisi saat ini hanya menguasai tiga negara bagian, yaitu Sabah, Selangor, dan Penang.
Kembalinya Musa Aman ke panggung politik tidak terlepas dari peran pemerintahan Muhyiddin yang memberi pengampunan terhadap politisi berusia 69 tahun itu. Manuver politik Musa Aman dilakukan setelah 46 tuduhan korupsi yang ditujukan kepadanya selama berkuasa sebagai Menteri Besar Negara Bagian Sabah sekaligus Menteri Keuangan dicabut oleh pemerintahan Muhyiddin.
Sabah dan tetangganya, Sarawak, di Kalimantan memiliki sekitar seperempat kursi parlemen dan dipandang memiliki pengaruh politik. Kedua negara bagian yang kaya minyak dan kayu itu memiliki tingkat otonomi lebih besar dalam administrasi, imigrasi, dan peradilan. (AP)