Hubungan Diplomatik Memanas, Hubungan Dagang Stabil
Konsulat AS di Chengdu secara resmi ditutup, Senin (27/7). Meski konsulat ditutup, hubungan ekonomi dan perdagangan tak terganggu dan cenderung stabil berkat kesepakatan perdagangan yang ditandatangani Januari lalu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
CHENGDU, SENIN — Pemerintah China secara resmi menutup Konsulat Amerika Serikat di Chengdu, ibu kota Provinsi Sichuan, Senin (27/7/2020). Semua kegiatan yang ditangani kantor konsulat ini resmi berakhir pada pukul 10 pagi waktu setempat, sesuai dengan batas waktu yang diberikan Pemerintah China kepada Pemerintah AS untuk mengosongkan kantor konsulat mereka di wilayah barat daya China itu.
Pada Senin pagi, bendera AS diturunkan dari tiang bendera yang ada di halaman kompleks eks Konsulat AS tersebut dan digantikan bendera China. Barang terakhir milik konsulat telah dikeluarkan menggunakan sebuah kontainer pada Minggu (26/7/2020) malam.
Sama seperti halnya China yang kecewa dengan keputusan Pemerintah AS menutup konsulat mereka di Houston, Texas, Departemen Luar Negeri AS menyatakan kekecewaannya atas keputusan Beijing menutup konsulat mereka di Chengdu.
”Kami kecewa dengan keputusan Partai Komunis China ini dan akan berusaha untuk melanjutkan penjangkauan kami kepada orang-orang di kawasan penting ini melalui pos-pos kami yang lain di China,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS dalam surat elektronik kepada kantor berita Reuters.
Kondisi terkini eks kantor Konsulat AS itu menarik perhatian warga. Puluhan pejalan kaki berhenti untuk mengambil foto dan video setelah polisi membuka pembatas jalan yang sebelumnya digunakan untuk menghalangi warga mendekat.
Bermacam reaksi diperlihatkan warga. Seorang lelaki berdiri di seberang jalan dan memainkan lagu kebangsaan China dari teleponnya. Namun, ada juga yang menyesalkan keputusan penutupan itu.
”Kami merasa sangat sedih tentang putusnya hubungan antara China dan AS,” kata seorang warga bermarga Li. Dia mengaku khawatir memburuknya hubungan kedua negara berdampak terhadap warga China yang ingin bepergian atau belajar ke Amerika Serikat.
Melalui akun Twitter-nya, Kedutaan Besar AS mengeluarkan video dalam bahasa China yang menyatakan bahwa Konsulat AS di Chengdu telah berhasil mempromosikan hubungan saling pengertian antara warga Amerika Serikat dan warga Sichuan, Chongqing, Guizhou, Yunnan, dan Tibet sejak didirikan pada 1985. ”Kami akan merindukanmu,” demikian isi pesan video tersebut.
Dampak ekonomi
Dikutip dari Global Times, media yang terafiliasi dengan Partai Komunis China, selama ini Konsulat AS di Chengdu digunakan Pemerintah AS untuk mengawasi peristiwa-peristiwa penting di Tibet. Tidak hanya masalah Tibet yang menarik perhatian AS, tapi juga potensi ekonomi di wilayah barat China yang membuat AS menempatkan kantor konsulat mereka di Chengdu, Provinsi Sichuan.
Seperti halnya para pengusaha China yang banyak melakukan bisnis di Houston, di Chengdu pun demikian. Banyak perusahaan AS yang memiliki bisnis di wilayah kerja Konsulat AS di Chengdu.
Dikutip dari Bloomberg, pada 2019, Chengdu menempati posisi pertama sebagai kota atau kawasan di China yang menarik bagi investor, terutama investor di bidang teknologi untuk melakukan investasi, berdasarkan penilaian lembaga Milken Institute. Selama tiga tahun berturut-turut Chengdu mengalahkan Shenzen, yang selama ini digadang-gadang bisa menggantikan Hong Kong sebagai finansial hub di Asia.
Mengutip hasil penelitian itu di laman Milken Institute, Chengdu menarik bagi calon investor karena kota atau wilayah yang menjadi pusat ekonomi, budaya, transportasi, dan pusat komunikasi di wilayah barat China, dikembangkan oleh Beijing sebagai pusat industri teknologi tinggi. Tingkat pertumbuhan tenaga kerja di wilayah ini dalam lima tahun terakhir mencapai 180 persen.
Berdasarkan data kantor penanaman modal Chengdu, pada 2016 saja, hampir 300 perusahaan yang masuk kategori perusahaan Fortune 500 telah membuka bisnis mereka di Sichuan. Sebanyak 16 di antara perusahaan Fortune 500 itu adalah perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat, mulai dari Dell hingga Apple.
Apple, bekerja sama dengan Foxconn, perusahaan asal China, memproduksi sabak elektronik, iPad, di kawasan industri Chengdu. Namun, kini, pabrik Foxconn di Chengdu digunakan untuk memproduksi jam tangan Apple, Apple Watch.
Langkah penutupan Konsulat AS di Chengdu ataupun meningginya eskalasi konflik diplomatik kedua negara, dikutip dari The New York Times, tidak seperti konflik AS-China sebelumnya yang membuat Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif baru untuk barang-barang asal China yang dikirim ke AS. Begitu juga dengan China. Di sektor perdagangan, hubungan baik tercipta di antara kedua negara.
Salah satu penyebab terciptanya kestabilan di sektor perdagangan adalah adanya kesepakatan perdagangan AS-China yang baru ditandatangani pada Januari 2020. Kesepakatan perdagangan antarkedua negara telah menghilangkan hambatan bagi perusahaan AS untuk bisa melakukan bisnis di China dan memperkuat perlindungan hak atas kekayaan intelektual milik AS.
Kesepakatan perdagangan itu juga membuat China harus membeli produk AS senilai 200 miliar dollar AS pada akhir 2021. Produk yang harus dibeli di antaranya kacang kedelai, daging babi, dan jagung yang diproduksi para petani AS. Kesepakatan ini memberikan tambahan dukungan bagi Trump untuk bersaing pada pemilihan presiden November nanti.
He Weiwen, mantan pejabat Kementerian Perdagangan China yang kini menjadi analis pada lembaga Center for China and Globalization, mengatakan, sektor perdagangan bisa dibilang tetap stabil meski riak-riak hubungan kedua negara terjadi. Namun, menurut dia, tetap saja pada akhirnya hubungan perdagangan kedua negara akan dipengaruhi oleh hubungan diplomatik. ”Kita membutuhkan suasana politik yang kalem dan stabil,” katanya.
Pernyataan Weiwen soal diperlukannya kestabilan dalam hubungan diplomatik terjawab dengan melemahnya nilai tukar mata uang China atas beberapa mata uang asing ketika pengumuman penutupan Konsulat AS di Chengdu. Dikutip dari laman Financial Times, indeks acuan CSI 300 China ditutup 4,4 persen lebih rendah setelah pengumuman itu. FTSE 100 London juga turun 1,2 persen karena ketegangan kedua negara yang dipersepsikan naik pada level yang paling berbahaya dalam beberapa dekade. (AFP/Reuters)