Saad al-Jabri, Buronan Baru Kelas Kakap Arab Saudi
Saad al-Jabri terjungkal dari jabatan bergengsi di Arab Saudi akibat persaingan dua elite anggota keluarga besar Al-Saud yang berkuasa, yaitu Pangeran Mohammed bin Salman dan Pangeran Mohammed bin Nayef.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Setelah dunia digegerkan oleh peristiwa tewasnya wartawan senior asal Arab Saudi, Jamal Khashoggi, di Istanbul, Turki, pada Oktober 2018, kini sorotan dunia tertuju pada nama buronan baru Arab Saudi kelas kakap, yakni Saad bin Khalid al-Jabri.
Saad al-Jabri (62) adalah mantan pejabat tinggi dinas intelijen Arab Saudi dan orang dekat mantan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Nayef, yang sejak Maret lalu mendekap di ruang tahanan. Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud mencopot Pangeran Mohammed bin Nayef sebagai putra mahkota pada Juni 2017 dan menggantinya dengan putranya, Pangeran Mohammed bin Salman.
Karier Saad al-Jabri mulai moncer pada tahun 1999 sebagai salah seorang perwira andalan dinas intelijen Arab Saudi. Ia pernah memegang dokumen strategis dalam dinas intelijen Arab Saudi, seperti hubungan dengan intelijen negara-negara Barat, khususnya Badan Pusat Intelijen AS (CIA), dan informasi intelijen terkait kelompok Al Qaeda.
Ia juga ditengarai banyak mengetahui rahasia keluarga besar Al-Saud yang berkuasa di Arab Saudi. Ia menjadi orang kepercayaan dan salah satu orang terdekat Pangeran Mohammed bin Nayef ketika menjabat putra mahkota.
Namun, semua kejayaan yang diraih Saad al-Jabri harus berakhir pada tahun 2015 ketika tiba-tiba stasiun televisi Arab Saudi mengumumkan pencopotan dirinya sebagai perwira tinggi dinas intelijen Arab Saudi. Ternyata, Saad al-Jabri terjungkal dari jabatan bergengsi itu akibat persaingan dua elite anggota keluarga besar Al-Saud yang berkuasa di Arab Saudi, yaitu Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) dan Pangeran Mohammed bin Nayef.
Persaingan itu berujung pada pencopotan Pangeran Mohammed bin Nayef dari jabatan putra mahkota pada Juni 2017. Segera menyadari kehidupannya berbahaya setelah dicopot secara mendadak sebagai perwira tinggi dinas intelijen Arab Saudi, Saad al-Jabri langsung melarikan diri dari Arab Saudi.
Berpindah-pindah negara
Menurut laman Middle East Eye, Saad al-Jabri sempat berpindah-pindah di empat negara, yaitu Turki, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan akhirnya kini menetap di Kanada. Selama masa pelarian saat ini, Saad al-Jabri berhasil lolos dari upaya penangkapan dan penyerahan kepada Arab Saudi. Keberhasilan terbesarnya adalah ketika ia bisa lolos dari Arab Saudi dan lepas dari pengawasan aparat keamanan.
Dari Arab Saudi, Saad al-Jabri langsung lari ke AS dengan pertimbangan Pemerintah AS akan melindunginya mengingat hubungannya yang sangat baik dengan CIA ketika menjabat petinggi di dinas intelijen Arab Saudi.
Pada Juni 2017, segera setelah Pangeran Mohammed bin Nayef dicopot dari jabatan putra mahkota, Saad al-Jabri langsung pindah dari AS ke Kanada. Ia saat itu sangat khawatir, hubungan dekat antara MBS dan Presiden AS Donald Trump bisa mengantarkan AS menyerahkan dirinya kepada Arab Saudi.
Setelah dua bulan Saad al-Jabri berada di Kanada, Pemerintah Arab Saudi meminta interpol menangkapnya. Namun, interpol membatalkan perintah penangkapan Saad al-Jabri setelah diketahui permintaan Arab Saudi itu dilatarbelakangi motif politik.
Arab Saudi tidak menyerah dan kemudian dua kali meminta Pemerintah Kanada, yakni pada tahun 2018 dan 2019, menyerahkan Saad al-Jabri kepada Pemerintah Arab Saudi. Namun, dua kali itu pula Pemerintah Kanada menolak permintaan Arab Saudi tersebut.
Arab Saudi kemudian melakukan upaya akhir dengan menangkap dua anak Saad al-Jabri yang masih berada di Arab Saudi pada Maret lalu, yaitu Omar dan Sarah, serta mencegah mereka pergi ke luar negeri.
Pada Juli 2020, beberapa pejabat Arab Saudi menyebut Saad al-Jabri kini mendapat tuntutan hukum Arab Saudi karena telah menghambur-hamburkan dana negara sebanyak 11 miliar dollar AS ketika menjabat perwira tinggi di dinas intelijen Arab Saudi.
Kisah kasus Saad al-Jabri kini mulai menjadi sorotan media internasional, dengan pertanyaan: apakah ia akan terus berhasil lolos dari kejaran Arab Saudi atau akan berakhir seperti nasib Jamal Khashoggi.