Mengelola Guncangan Politik di Tengah Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan dan ekonomi. Di sejumlah negara, pandemi disertai gejolak politik. Negara-negara parlementer paling rawan terguncang sehingga pemerintahnya harus berbagi kuasa.
Oleh
KRIS MADA & BENNY D KOESTANTO
·5 menit baca
Di Asia Tenggara, sistem parlementer antara lain diterapkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dalam beberapa bulan terakhir, penguasa di tiga negara itu coba mempertahankan kendalinya sembari mengatasi dampak Covid-19.
Di antara tiga negara itu, Thailand dikenal paling tidak stabil secara politik karena kerap mengalami kudeta. Dinasti Chakri bisa memerintah Thailand sejak 1782 karena ada panglima yang mengudeta Raja Taksin. Thong Duang, yang bukan bagian dari keluarga Kerajaan Ayutthaya dan secara resmi tidak terlibat penggulingan Taksin karena sedang berperang jauh dari ibu kota kerajaan, menjadi Raja Rama I selepas kematian Taksin.
Keturunan Thong Duang, Raja Prajadiphok alias Rama VII, ganti digulingkan lewat kudeta tahun 1932. Padahal, posisi raja amat dihormati di Thailand. Bahkan, menginjak uang Thailand, yang ada gambar raja, adalah tindakan terlarang karena melanggar aturan lese majeste atau larangan menista keluarga kerajaan. Aturan itu berlaku sejak 1908.
Namun, tetap saja Prajadiphok digulingkan. Penggulingan Raja Prajadiphok diikuti dengan kematian misterius keponakannya, Raja Ananda Mahidol alias Rama VIII. Secara resmi, Rama VIII dinyatakan tewas ditembak di kamarnya. Tidak pernah ada kejelasan bagaimana insiden itu bisa terjadi di istana yang dijaga ketat.
Selepas kudeta 1932, Thailand masih terus menyaksikan 12 kudeta, seperti pada Mei 2014. Kala itu, Kepala Staf Angkatan Darat Thailand Prayuth Chan-o-cha memimpin tentara menggulingkan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, lalu menjadi kepala pemerintahan. Selanjutnya, Prayuth mengesahkan kekuasaan lewat pemilu 2019 dan ia menjadi PM Thailand.
Guncangan di Thailand
Meski disokong mayoritas militer dan anggota parlemen, bukan berarti Prayuth bisa tenang berkuasa. Perombakan kepengurusan partai penyokong utama Prayuth, Palang Pracharath (PPRP), diikuti pengunduran diri lima menteri dari kabinet. Awalnya, Uttama Savanayana digantikan Prawit Wongsuwon sebagai Sekjen PPRP.
Setelah pergantian itu, sebagaimana dilaporkan Bangkok Post, sejumlah pengurus PPRP menghubungi Wakil PM Somkid Jatusripitak tentang keinginan sejumlah politisi penyokong Prayuth untuk menjadi menteri. Sejak lama, banyak pihak merasa janggal dengan keberadaan Somkid, yang dikenal sebagai ekonom dan pakar pemasaran itu, di kabinet Prayuth.
Somkid dekat dengan Sondhi Limthongkul dan Thaksin Shinawatra. Ia membuat konglomerasi media bersama Sondhi dan ikut mendirikan Thai Rak Thai bersama Thaksin. Somkid juga jadi arsitek ekonomi pemerintahan Thaksin.
Adapun Sondhi adalah sekutu yang berbalik jadi pemicu penggulingan Thaksin dari kursi PM. Sondhi mengubah posisi terhadap Thaksin setelah Bank of Thailand menemukan kredit bermasalah senilai 40 miliar baht dari Krung Thai Bank. Belakangan diketahui, sebagian dari pinjaman bermasalah itu dikucurkan bank BUMN Thailand tersebut kepada kelompok usaha Sondhi.
Selepas Thaksin digulingkan, TRT dibubarkan dan pengurus utamanya, termasuk Somkid, dilarang berpolitik pada 2007-2012. Selepas kudeta 2014, Somkid diajak Prayuth masuk kabinet lagi.
Setelah pemilu 2019, tim ekonomi Somkid diperkuat Uttama sebagai menteri keuangan. Ia juga mengajak sejumlah rekannya di kabinet, yakni Menteri Energi Sontirat Sontijirawong, Menteri Pendidikan Tinggi dan Inovasi Suvit Maesincee, serta Menteri Tenaga Kerja Chatu Mongol Sonakul mengundurkan diri.
Kini, Prayuth mencari pengganti mereka. Bangkok juga masih harus mencari gubernur bank sentral. Gubernur sekarang, Veerathai Santiprabhob, tidak mau melanjutkan jabatan yang berakhir pada September 2020.
Perombakan kabinet terjadi kala ekonomi Thailand dalam tekanan. Mata uang dan pasar saham Thailand berada di antara yang berkinerja terburuk di kawasan Asia meskipun negara itu relatif berhasil dalam menahan wabah virusnya.
Awal pekan lalu, baht Thailand turun sekitar 6 persen terhadap dollar AS. Sementara indeks saham acuan, SET Index, telah jatuh 13 persen. Ekonomi Thailand, yang sangat bergantung pada pariwisata, diperkirakan mencatat kontraksi ekonomi terburuk di Asia tahun ini, menurut perkiraan oleh Capital Economics.
Produk domestik bruto Thailand diproyeksikan merosot sebesar 9 persen tahun 2020. Proyeksi itu berlaku sekalipun parlemen Thailand pada Mei menyetujui stimulus ekonomi 1,9 triliun baht (59,8 miliar dollar AS). Thailand telah mencatat defisit lebih besar untuk tahun fiskal mulai 1 Oktober di tengah upayanya menghidupkan kembali perekonomian.
Drama di negeri jiran
Sebelum Thailand, Malaysia lebih dulu diguncang huru-hara selepas Muhyiddin Yassin dan sejumlah anggota parlemen menarik dukungan terhadap PM Mahathir Mohamad. Langkah itu membuat Mahathir mundur dan Muhyiddin ditunjuk raja menjadi PM. Muhyiddin menggandeng lagi partai-partai yang disingkirkan koalisi Mahathir pada pemilu 2018, yakni kelompok Barisan Nasional dan Partai Islam se-Malaysia (PAS).
Muhyiddin membentuk kabinet terbesar dalam sejarah Malaysia. Sebanyak 70 orang diangkat menjadi menteri dan wakil menteri untuk mengurus negara berpenduduk 31,5 juta jiwa itu.
Sebagai pembanding, Amerika Serikat dengan 328 juta jiwa hanya punya 22 menteri atau pejabat setingkat menteri. Adapun Indonesia dengan 265 juta penduduk punya total 42 menteri dan wakil menteri. Pemerintahan Mahathir 2018- 2020 terdiri dari 55 menteri dan wakil menteri.
”Ini kabinet bagi-bagi,” kata politisi Partai Amanah, Khalid Abdul Samad, soal kabinet Muhyiddin.
Seperti halnya Prayuth, Muhyiddin juga harus membawa Malaysia melewati gejolak politik dan dampak pandemi. PM Lee Hsien Loong di Singapura pun menghadapi tantangan serupa. Dalam pemilu 10 Juli 2020, untuk pertama kalinya partai oposisi bisa merebut lagi daerah pemilihan yang pernah dikuasai partai berkuasa di Singapura, Partai Aksi Rakyat (PAP).
Menyikapi hasil pemilu, Lee dan sejawatnya di PAP memutuskan merangkul oposisi dengan cara memberi fasilitas kepada Pritam Singh, Sekjen Partai Pekerja yang mempunyai 10 kursi di parlemen. Bersama Partai Kemajuan Singapura (PSP), kini ada 12 politisi oposisi dari total 95 anggota parlemen Singapura.
Pemerintahan PM Lee juga tahu perekonomian Singapura kini berada dalam tekanan akibat Covid-19. Ekonomi Singapura mengalami resesi dengan catatan menyusut 41,2 persen secara triwulanan dan minus 12,6 persen secara tahunan pada triwulan II-2020. Catatan kinerja perekonomian itu menjadi peringatan bagi negara-negara di kawasan Asia dan juga bagi dunia di tengah pandemi.
Resesi yang dialami Singapura menunjukkan pukulan dari semua sisi di tengah pandemi. Pada triwulan I-2020, ekonomi Singapura minus 2 persen secara tahunan dan minus 10 persen secara triwulanan. Penurunan perdagangan global telah memukul industri manufaktur yang bergantung pada ekspor. Ritel mengalami tekanan penjualan akibat kebijakan penutupan wilayah yang diambil Pemerintah Singapura, 7 April-1 Juni, sebagai upaya menahan penyebaran Covid-19. (AFP/REUTERS)