Turki-Mesir: Tegang tapi Mesra
Uniknya, ketegangan hubungan politik Turki-Mesir tak mampu merontokkan kemesraan hubungan dagang keduanya. Kehadiran LC Waikiki yang kini menguasai pasar ”fashion” di Mesir jadi simbol hegemoni ekonomi Turki di Mesir.
Jika berjalan-jalan ke mal-mal di kota Kairo dan Alexandria (sekitar 225 kilometer arah barat laut kota Kairo), pasti akan segera menjumpai toko fashion LC Waikiki yang sangat populer di Mesir saat ini.
Begitu toko LC Waikiki buka, biasanya langsung berjubel para calon pembeli. Semakin sore dan malam, para calon pembeli semakin antre di toko fashion itu.
LC Waikiki menjadi idola warga Mesir untuk belanja fashion karena produknya update dan harganya terjangkau. Toko produk fashion asal Turki itu serta-merta menjadi toko paling ramai dibandingkan toko fashion lain di Mesir.
Kehadiran LC Waikiki yang kini menguasai pasar fashion di Mesir menjadi simbol hegemoni ekonomi Turki di negara Arab terbesar saat ini. Keberadaan LC Waikiki secara masif di Mesir seakan terpisah sama sekali dengan hubungan tegang Turki-Mesir dalam politik. Uniknya, ketegangan hubungan politik kedua negara tak mampu merontokkan kemesraan hubungan dagang keduanya.
Memang kisruh politik Turki-Mesir cukup mewarnai belantika geopolitik di Timur Tengah saat ini. Kisruh dua negara berpenduduk paling besar dan memiliki sumber daya manusia (SDM) paling kuat di Timur Tengah itu berandil besar pada terjadinya situasi tidak stabil di kawasan tersebut saat ini. Mesir kini berpenduduk 101 juta jiwa dan Turki berpenduduk 83 juta jiwa.
Kisah kisruh hubungan Turki dan Mesir bermula dari aksi militer Mesir yang menggulingkan Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli 2013. Sejak itu, Turki dan Mesir ibarat minyak dan air yang tak bisa bersatu. Cerita selanjutnya adalah pertarungan sengit Turki-Mesir dalam konteks geopolitik di Timur Tengah.
Turki lalu memimpin poros prodemokrasi yang membuka peluang gerakan Islam politik yang sebelumnya bergerak di bawah tanah untuk meraih kekuasaan di Timur Tengah.
Sebaliknya, Mesir memimpin aksi anti-gerakan Islam politik, khususnya sayap Ikhwanul Muslimin (IM), dan mencegah gerakan Islam politik berkuasa di Timur Tengah. Bahkan, Mesir menetapkan IM sebagai organisasi teroris.
Perseteruan Turki-Mesir semakin panas menyusul pembentukan Forum Gas Laut Tengah Bagian Timur (Eastern Mediterranean Gas Forum) oleh tujuh negara pada Januari 2019 yang berkantor di Kairo. Tujuh negara tersebut adalah Mesir, Israel, Yunani, Siprus, Jordania, Italia, dan Otoritas Palestina.
Baca juga : Perundingan Rahasia Digelar untuk Cegah Perang Mesir-Turki
Turki segera menuduh pembentukan East Med Gas Forum itu merupakan konspirasi untuk mencegah Turki mendapat jatah pembagian kekayaan gas di Laut Tengah bagian timur. Padahal, Turki merasa berhak atas kekayaan gas di wilayah itu karena Ankara mengontrol wilayah Siprus utara yang bertepi ke Laut Tengah bagian timur.
Turki yang sangat miskin sumber minyak dan gas butuh sekali pembagian jatah gas di Laut Tengah bagian timur tersebut. Selama ini, 90 persen kebutuhan minyak dan gas Turki dipasok dari luar negeri. Laut Tengah bagian timur diprediksi menyimpan kekayaan 120 triliun kubik gas.
Ketegangan akibat isu gas di Laut Tengah bagian timur mendorong Turki semangat mencapai kesepakatan keamanan dan kemaritiman dengan Pemerintah Kesepakatan Nasional Libya (GNA) pimpinan PM Fayez al-Sarraj di Istanbul pada November 2019.
Kesepakatan Turki-GNA tersebut, selain akan membuka akses Turki mendapatkan pasokan minyak dan gas dari Libya, juga bisa mengimbangi pembentukan East Med Gas Forum itu.
Kesepakatan Turki-GNA itu semakin memperkeruh hubungan Turki-Mesir karena Kairo menganggap kesepakatan Turki-GNA dapat mengancam keamanan nasional Mesir.
Apalagi, milisi loyalis GNA kini terus melakukan mobilisasi untuk bersiap menyerang kota Sirte dan Al-Jufra di Libya Tengah. Adapun Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi pada 20 Juni lalu telah menetapkan kota Sirte dan Al-Jufra sebagai lampu merah bagi Mesir.
Baca juga : Menakar Kekuatan Turki-Mesir di Libya
Akan tetapi, di tengah kisruh politik tersebut, dua negara besar itu justru bermesraan dalam bisnis. Turki dan Mesir telah menandatangani kesepakatan perdagangan bebas pada tahun 2005. Meski terjadi ketegangan hubungan politik, Mesir sampai saat ini tidak berani membatalkan kesepakatan perdagangan bebas kedua negara tersebut.
Mesir masih melihat Turki sebagai mitra utama bisnisnya. Begitu juga sebaliknya dengan Turki. Melalui kesepakatan perdagangan bebas tahun 2005 itu, aktivitas ekspor-impor antara Mesir dan Turki mendapat banyak kemudahan.
Pola hubungan Turki-Mesir itu pun seperti aneh, tapi nyata. Kisruh dalam politik, tapi bermesraan dalam bisnis. Hubungan dagang Turki-Mesir kini terus menguat. Sama sekali tidak terpengaruh kisruh politik kedua negara itu.
Menurut badan statistik Turki, ekspor Turki ke Mesir mencapai 3,3 miliar dollar AS pada tahun 2019. Sementara ekspor Mesir ke Turki senilai 1,74 miliar dollar AS pada tahun yang sama.
Pada tahun 2018, ekspor Mesir ke Turki mencapai 2,2 miliar dollar AS dan ekspor Turki ke Mesir sebesar 3,06 miliar dollar AS.
Produk Turki merupakan produk terbesar kedua yang menguasai pasar Mesir setelah produk China yang meliputi produk furnitur, fashion, peralatan medis, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.
Baca juga : Perebutan Minyak dalam Konflik Libya
Gerakan wisatawan Mesir yang berkunjung ke Turki juga tidak pernah berhenti. Catatan maskapai penerbangan Turki, Turkish Airlines, jumlah penumpang antara Kairo dan Istanbul naik 20 persen pada tahun 2018. Tercatat sebanyak 101.000 wisatawan Mesir berkunjung ke Turki pada tahun 2018.
Pakar ekonomi dan sekaligus pengusaha Mesir, Mohammed Rizq, mengatakan, hubungan tegang Turki-Mesir saat ini hanya untuk konsumsi domestik saja. Ia tidak percaya bahwa pemimpin Mesir dan Turki memilih opsi perang untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dan kepentingan kedua negara di kawasan tersebut.
Menurut Rizq, Turki adalah mitra bisnis besar bagi Mesir. Demikian pula dengan Turki yang memiliki investasi besar di Mesir. Ia mengungkapkan, Mesir tidak mungkin mengorbankan hubungan dagangnya dengan Turki karena Mesir sangat membutuhkannya dalam upaya menyukseskan reformasi ekonomi negara itu yang sedang berjalan saat ini.
Menurut dia, jika Mesir berani mengambil langkah mengorbankan hubungan dagangnya dengan Turki, hal itu akan berdampak besar terhadap perekonomian Mesir yang pada gilirannya bisa menggagalkan reformasi ekonomi di Mesir.
Pakar ekonomi dan anggota kamar dagang Turki, Yusuf Katipoglu, mengatakan, ada dua jalur hubungan Turki-Mesir saat ini. Hubungan Turki-Mesir dalam politik dan media memang sangat tegang, tetapi kedua negara merupakan mitra besar di sektor ekonomi.
Sejumlah pejabat Turki kini mulai menyadari strategisnya hubungan dagang kedua negara. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam wawancara dengan sebuah media di Turki mengatakan, jalan paling rasional untuk mengembalikan hubungan Turki-Mesir adalah melalui dialog dan kerja sama, bukan konfrontasi.
Baca juga : Sisi Perintahkan Militer Mesir Persiapkan Intervensi ke Libya
Cavusoglu mengklaim, telah terjadi dialog Turki-Mesir di tingkat pejabat pakar untuk mencapai kesepahaman tentang perbatasan laut dengan Libya di Laut Tengah.
Mantan Menlu Turki yang kini memimpin Partai Masa Depan (Gelecek Partisi), Ahmet Davutoglu, mengungkapkan, intervensi Turki di Libya bisa dipahami. Namun, hendaknya Turki membuka dialog dengan Mesir demi mencari solusi politik di Libya.
Itulah dinamika hubungan Turki-Mesir saat ini yang cukup unik dan aneh, seperti mendekati mau perang, tetapi dalam waktu yang sama, hubungan bisnis kedua negara semakin mesra.