Pompeo Ajak Negara-negara Mitra untuk Tingkatkan Tekanan pada China
Menlu AS Mike Pompeo mengeluarkan pernyataan keras terkait kebijakan terhadap China. Pernyataan keras ini akan menaikkan eskalasi suhu ketegangan antara kedua negara dan dinilai sebagai langkah kontraproduktif.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Pemerintah Amerika Serikat meminta para sekutunya untuk bersikap lebih tegas terhadap kebijakan-kebijakan luar negeri China. Washington juga meminta agar negara sekutunya lebih kreatif dalam kebijakan-kebijakan luar negerinya terhadap China agar Partai Komunis China atau PKC mau mengubah cara pandang dan kebijakan luar negeri mereka.
Berbicara dalam sebuah forum diskusi di Perpustakaan Nixon di Yorba Linda, California, AS, Kamis (23/7/2020) waktu setempat atau Jumat dini hari WIB, Pompeo menyatakan bahwa tindakan AS dan negara sekutunya untuk melakukan tekanan dengan cara yang lebih kreatif sebagai sebuah misi bersama, yang disebutnya sebagai mission of our time.
Dalam forum tersebut, Pompeo menyatakan kekhawatiran Richard Nixon, Presiden AS 1969-1974, yang pernah menyampaikan ketakutannya untuk membuka hubungan diplomatik dengan China dan PKC, yang semula hanya ramalan, kini menjadi kenyataan. ”Presiden Nixon pernah berkata, dia takut dia telah menciptakan ’Frankenstein’ dengan membuka dunia untuk PKC. Dan, kita berada di sini sekarang,” kata Pompeo.
Nixon—meninggal pada 1994—membuka jalan bagi pembentukan hubungan diplomatik AS dengan China pada 1979 melalui serangkaian kontak, termasuk kunjungan ke Beijing pada 1972.
Selain menyebut Pemerintah China dengan sosok Frankenstein, sosok monster dalam karya penulis Inggris, Mary Shelley, Pompeo juga menyebut pemerintahan Xi Jinping sebagai sebuah tirani baru karena kebijakan-kebijakan yang merepresi warga, termasuk terhadap warga Hong Kong yang selama ini dikenal menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya.
”Hari ini, China semakin otoriter di dalam negeri dan lebih agresif dalam permusuhan terhadap kebebasan di mana pun,” kata Pompeo.
Gigitan Beijing
Dia juga mengatakan, kebijakan negara-negara Barat membantu China pada era 1970-an untuk bangkit dari kegagalan ekonomi ala komunisnya tidak dibarengi dengan sikap bersahabat dari Beijing. ”Kebijakan kami—dan kebijakan negara-negara bebas lainnya—membangkitkan kembali ekonomi China yang gagal hanya untuk melihat Beijing menggigit tangan internasional yang memberinya makan,” kata Pompeo.
Dia pun mengajak negara-negara yang mencintai kebebasan untuk bersama AS merapatkan barisan dan mendorong perubahan di China. Dia juga menyatakan, kebijakan-kebijakan luar negeri yang diambil Beijing mengancam rakyat dan kemakmuran negara-negara Barat.
Pompeo juga mengusulkan adanya pembentukan kelompok negara-negara demokrasi baru untuk berhadapan dengan China dan ideologi mereka. Dia juga menyebut bahwa NATO tidak bisa diharapkan sikapnya karena ada salah satu anggotanya memiliki sikap berbeda dengan Washington, terutama kekhawatiran kehilangan potensi pasar yang besar di China.
Pernyataan Pompeo ini menjadi pernyataan keras yang pernah disampaikan Pemerintah AS menyikapi hubungan kedua negara. Bagi para pendukung kelompok konservatif, pernyataan ini ditunggu-tunggu sekaligus menegaskan sikap Gedung Putih atas hubungan mereka dengan Beijing. Namun, sebaliknya bagi para analis, pernyataan ini dinilai kontraproduktif.
Scott Kennedy, analis Pusat Kajian Strategis dan Internasional Washington, mengatakan bahwa sangat mudah untuk menyatakan soal membangun kerja sama dengan negara-negara demokrasi lain agar berhadap-hadapan dengan China daripada implementasinya di lapangan. Apalagi, catatan pemerintahan Presiden Donald Trump soal kerja sama dengan sekutu sama sekali tidak mengesankan.
”Bagaimana Anda bisa membentuk front untuk melawan China ketika pada saat yang bersamaan Anda mengintimidasi sekutu, menghancurkan institusi multilateral, dan mendorong berakhirnya kerja sama dengan China yang tidak didukung orang lain?” kata Kennedy.
Titik terendah
Pernyataan Pompeo ini menyiratkan bahwa hubungan kedua negara berada pada titik terendah setelah serangkaian tindakan yang diambil kedua negara, mulai dari masalah tudingan spionase terhadap perusahaan teknologi Huawei, asal muasal Covid-19, UU Keamaanan Nasional di Hong Kong, hingga masalah Laut China Selatan.
Dalam eskalasi dramatis, Washington pada Selasa memberi China 72 jam untuk menutup kantor konsulatnya di Houston karena diduga menjadi pusat kegiatan spionase di tanah AS.
Koran South China Morning Post melaporkan adanya kemungkinan tindakan balasan Pemerintah China atas perintah penutupan konsulat mereka di Houston. Kemungkinan, Pemerintah China akan menutup paksa Konsulat AS di Chengdu dan Wuhan atau salah satu di antaranya.
Hu Xijin, editor koran China, Global Times, media pendukung pemerintah, menyatakan bahwa Beijing akan mengumumkan tindakan balasan dalam waktu dekat. Beijing juga akan meminta satu konsulat lain di AS untuk menghentikan kegiatannya. ”Ini akan membuat Washington menderita,” kata Xijin melalui akun Twitter-nya.
Selain Houston, China memiliki empat konsulat lain di AS, yaitu di San Francisco, Los Angeles, Chicago, dan New York, serta kantor kedutaan besar di Washington.