China menyusul Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Rusia, India, dan koalisi negara-negara Eropa dalam eksplorasi luar angkasa. China mengklaim berhasil meluncurkan sebuah satelit dalam misi independen pertamanya ke Mars.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
PHOTO BY STR / AFP
Warga menyaksikan roket Long March-5, yang membawa wahana penjelajah yang menjadi bagian dari Tianwen-1, melesat dari pusat peluncuran luar angkasa Wenchang, China, Kamis (23/7/2020).
WENCHANG, KAMIS — China mengklaim berhasil meluncurkan sebuah satelit dalam misi independen pertamanya ke Planet Mars, Kamis (23/7/2020). Peluncuran satelit itu adalah bagian dari ambisi Beijing dalam kepemimpinan global eksplorasi ruang angkasa setelah sempat gagal dalam misi serupa pada 2011.
Dengan misi itu, China menyusul Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Rusia, India, dan koalisi negara-negara Eropa yang lebih dulu mengirimkan satelit dan kendaraan penjelajah ke Mars. Satelit UEA, The Hope, atau yang dalam bahasa arab dinamai Al-Amal, diluncurkan pada Senin (20/7). Al-Amal saat ini juga tengah dalam perjalanan menuju Mars.
Roket China, Long March 5 Y-4, meluncur pada pukul 12.41 waktu setempat dari Pusat Peluncuran Luar Angkasa Wenchang yang terletak di sisi timur Pulau Hainan. Roket itu diperkirakan akan mencapai Mars pada Februari tahun depan. Misi penyelidikan satelit itu adalah menjelajahi Mars selama 90 hari.
Satelit itu dinamai Tianwen-1 atau ”Pertanyaan-pertanyaan ke Surga”. Penamaan itu mengambil judul sebuah puisi di China yang ditulis 2.000 tahun lampau. Jika berhasil dalam misi kali ini, China akan menjadi negara pertama yang berhasil mengorbitkan, mendaratkan, dan mengerahkan satelitnya dalam satu misi sekaligus.
AFP/NOEL CELIS
Juru bicara misi China ke Mars, Liu Tongjie.
Juru bicara misi satelit itu, Liu Tongjie, mengatakan, tantangan atas misi peluncuran satelit itu adalah ketika satelit mendekati Mars. ”Ketika tiba di sekitar Mars, sangat penting untuk melambat,” katanya kepada wartawan sebelum peluncuran. ”Jika proses perlambatan tidak benar atau jika presisi penerbangan tidak mencukupi, probe tidak akan ’ditangkap’ oleh Mars.” Ia merujuk pada gravitasi di Mars yang membawa roket itu ke permukaan.
Liu mengatakan probe itu akan mengorbit di Mars selama sekitar dua setengah bulan dan mencari peluang untuk memasuki atmosfernya dan mendarat secara mulus. ”Masuk, melambat, dan mendarat (EDL) adalah sebuah proses yang sangat sulit. Kami percaya proses EDL China masih bisa berhasil dan pesawat ruang angkasa itu dapat mendarat dengan aman,” tutur Liu.
Masuk, melambat, dan mendarat (EDL) adalah sebuah proses yang sangat sulit. Kami percaya proses EDL China masih bisa berhasil dan pesawat ruang angkasa itu dapat mendarat dengan aman.
Misi China kali ini akan membawa beberapa instrumen ilmiah untuk mengamati atmosfer dan permukaan Planet Mars, sekaligus mencari tanda-tanda air dan es. China sebelumnya meluncurkan misinya ke Mars pada 2011 dengan Rusia. Namun, pesawat ruang angkasa Rusia yang membawa satelit China gagal keluar dari orbit Bumi dan hancur di atas Samudera Pasifik.
AP PHOTO/NG HAN GUAN
Siluet seorang penjaga keamanan tampak di dekat kendaraan penjelajah Mars di sebuah ruang pamer di Beijing, Kamis (23/7/2020).
Keberhasilan China dalam misi untuk ”menaklukkan” Mars kali ini akan menempatkan China di klub elite eksplorator ruang angkasa. Namun, diingatkan, proses itu tidak mudah. ”Ada unsur kebanggaan yang melatarbelakangi misi ini,” kata Dean Cheng, seorang ahli program ruang angkasa China di Heritage Foundation di Washington. ”Sebuah peluncuran yang berani,” kata Dr Jonathan McDowell, astronom di Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian.
Mendarat di Mars terkenal sulit. Hanya AS yang berhasil mendaratkan pesawat ruang angkasanya di daratan Mars. Negara itu berhasil melakukannya delapan kali sejak 1976. InSight and Curiosity rover milik NASA masih beroperasi hari ini. Enam pesawat ruang angkasa lainnya kini juga sedang menjelajahi Mars. Tiga di antaranya milik Amerika, dua asal Eropa, dan satu dari India.
Berbeda dengan dua misi Mars lainnya yang diluncurkan bulan ini, China cenderung memilih menyimpan rapat-rapat informasi tentang misinya. Beijing memilih tidak mengungkapkan nama misinya. Persaingan AS-China tergambar dalam program misi luar angkasa itu. Kekhawatiran atas keamanan nasional, misalnya, membuat AS menahan kerja sama antara NASA dan program luar angkasa China.
AFP/ FREDERIC J. BROWN
The MarCo, salah satu dari dua satelit yang diluncurkan bersama InSight dipamerkan di NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL) di Pasadena, California, AS, Senin (26/11/2018). Pameran itu sebagai wujud kegembiraan untuk menyambut pendaratan pesawat ruang angkasa di Planet Mars pada hari itu.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan awal bulan ini di Nature Astronomy, pemimpin teknis misi Mars China, Wan Weixing, mengatakan, Tianwen-1 diperkirakan masuk ke orbit di sekitar Mars pada Februari tahun depan. Satelit itu ditargetkan mendarat di Utopia Planitia, sebuah dataran di mana NASA telah mendeteksi kemungkinan adanya bukti es bawah tanah Mars. Wan meninggal pada Mei lalu karena kanker.
Menurut artikel itu, pendaratan akan dicoba pada April atau Mei. Jika semuanya berjalan baik, kendaraan bertenaga surya seberat 240 kilogram (530 pon) itu diperkirakan akan beroperasi selama sekitar tiga bulan dan mengorbit selama dua tahun. Ada ketidakpastian bahkan setelah pendaratan berhasil dilakukan di Mars, kata Tongjie. ”Misalnya, jika ada badai pasir, ia perlu memodifikasi moda kerjanya untuk mencegah pasir jatuh di panel surya, yang akan memengaruhi kemampuannya untuk mendapatkan energi,” katanya. (AP/REUTERS)