Pemerintah Inggris berusaha menghindar dari mencari bukti pengaruh Rusia. Ada dugaan umum Rusia mencoba memengaruhi referendum 2016 tentang keanggotaan Inggris di UE.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
LONDON, RABU — Parlemen Inggris menuding Rusia memengaruhi pemilu atau referendum di Inggris pada 2014, 2016, dan 2019. Pemerintah Inggris juga dinilai tidak serius menangkal upaya Moskwa memengaruhi London tersebut.
Laporan itu sedianya dikeluarkan sebelum pemilu 2019 yang dimenangi Partai Konservatif pimpinan Boris Johnson. Sayangnya, penyiaran laporan tertunda berbulan-bulan. Bahkan, pemerintahan konservatif di bawah Theresa May dan Boris Johnson dinilai tidak mau menangani isu Rusia secara serius.
”Laporan ini mengungkap bahwa tidak ada orang di pemerintahan tahu apakah Rusia memengaruhi atau mencoba memengaruhi referendum. Sebab, mereka tidak mau tahu. Pemerintah Inggris berusaha menghindar dari mencari bukti pengaruh Rusia,” kata salah seorang anggota ISC, Stewart Hosie, kepada BBC.
Ia menuding, Pemerintah Inggris saling lempar soal siapa yang harus bertanggung jawab pada isu Rusia. Selain itu, lembaga keamanan dan intelijen Inggris tidak mengurus itu karena fokus pada isu terorisme.
Selain itu, ISC juga menuding House of Lords atau majelis para bangsawan Inggris memberi kesempatan Rusia menyebar pengaruh ke Inggris. Sejumlah bangsawan dituding dekat dengan para jutawan Rusia yang diketahui akrab dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Para jutawan itu dituding ISC mencuci uang di Inggris dan melebarkan pengaruh di kerajaan itu.
Dalam laporan itu, Parlemen Inggris juga menuding Rusia mencoba memengaruhi proses referendum 2014 soal kemerdekaan Skotlandia dan referendum 2016 soal perpisahan Inggris dari Uni Eropa. Di seluruh proses referendum itu, Inggris dipimpin Partai Konservatif.
”Ada dugaan umum Rusia mencoba memengaruhi referendum 2016 tentang keanggotaan Inggris di UE. Dampak upaya itu sulit, jika tidak mustahil, dinilai dan kita tidak pernah mencoba (memeriksanya),” demikian tertulis di laporan itu.
ISC menyoroti liputan yang sangat banyak soal pro-kontra Brexit pada dua media Rusia, Sputnik dan Russia Today (RT). Selain itu, ada pula penggunaan mesin untuk menyebar pesan di media sosial. ISC telah mencoba mencari tahu apakah lembaga intelijen Inggris menelaah hal itu.
Sayangnya, ISC hanya mendapat jawaban singkat dan tidak menjelaskan upaya intelijen Inggris dalam masalah itu. ”Tindakan ini tidak logis. Ini soal melindungi proses dan mekanisme dari pengaruh negara musuh, yang seharusnya jadi (kewenangan) lembaga keamanan dan intelijen,” demikian di laporan itu.
ISC juga menuding ada indikasi Rusia mencoba memengaruhi referendum Skotlandia 2014. Sayangnya, indikasi itu baru mendapat perhatian selepas ada laporan dugaan Moskwa mencoba memengaruhi proses pemilihan presiden Amerika Serikat 2016.
Selepas dugaan terkait Washington, lembaga-lembaga intelijen Inggris mulai mengakui ancaman Rusia pada proses demokrasi di Inggris. Pada Mei 2017, Komite Intelijen Gabungan (JIC) Inggris menyimpulkan hal itu. ISC menilai kesimpulan itu terlambat. Seandainya JIC berkesimpulan sama sebelum referendum, mungkin JIC akan melakukan langkah-langkah pencegahan.
Pemilu 2019
Sebelum laporan ISC keluar, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab telah lebih dulu menuding Rusia mencoba memengaruhi pemilu Inggris pada 2019. ”Pemerintah telah menyimpulkan bahwa hampir pasti aktor Rusia mencoba memengaruhi Pemilu 2019 melalui penyebaran dokumen pemerintah yang didapat secara tidak sah,” ujarnya.
Ia merujuk pada dokumen perundingan dagang Inggris-AS yang tersebar di dunia maya. Dokumen itu dimanfaatkan Partai Buruh sebagai materi kampanye. Ketua Partai Buruh kala itu, Jeremy Corbyn, berkilah bahwa partainya tidak tahu asal-usul dokumen. Partai Buruh hanya memanfaatkan dokumen yang tersebar luas.
Dalam dokumen perundingan dagang itu, ada pembahasan soal layanan kesehatan di Inggris. Partai Buruh menuding Partai Konservatif akan menjual sebagian aset dan layanan pada Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris kepada swasta di AS.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson merasa yakin atas hasil referendum Brexit 2016. Referendum telah digelar dengan lancarm tanpa kecurangan dan berjalan secara adil, sebagaimana disampaikan juru bicaranya. Menurut BBC, Kremlin telah mengatakan itu sebagai tudingan palsu. (AFP/REUTERS)