Setelah Lima Hari Berunding, Uni Eropa Sepakati Dana Pemulihan Pandemi
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengumumkan, kesepakatan 27 pemimpin Uni Eropa soal dana stimulus pemulihan pandemi Covid-19 dicapai pukul 05.15 waktu Brussels, Belgia, setelah mereka berunding maraton lima hari.
BRUSSELS, SELASA — Setelah berunding lima hari, Uni Eropa akhirnya menyepakati dana stimulus penanganan dampak Covid-19 senilai 750 miliar euro atau sekitar Rp 12.523 triliun pada Selasa (21/7/2020) pagi. Selain itu, disepakati pula potongan sumbangan wajib anggota ke anggaran organisasi itu.
Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengumumkan, kesepakatan tersebut dicapai pada pukul 05.15 waktu Brussels, Belgia. ”Ini kesepakatan bagus, kesepakatan kuat, dan lebih penting lagi ini kesepakatan tepat untuk Eropa sekarang,” ujarnya selepas kesepakatan dicapai pemimpin 27 negara UE.
Ia menyebut kesepakatan itu penting bagi masa depan Eropa. ”Lebih dari sekadar uang, ini tentang pekerja dan keluarga, pekerjaan mereka, kesehatan mereka, dan kesejahteraan mereka. Saya percaya, kesepakatan ini akan dipandang sebagai momentum sangat penting bagi perjalanan Eropa dan juga mendorong kita ke masa masa depan,” katanya.
Baca juga: Uni Eropa Terpecah Jadi Tiga
Nilai total stimulus jangka pendek dan menengah tetap 750 miliar euro. Walakin, total hibah dipotong dari usulan awal 500 miliar euro menjadi 390 miliar euro. Sementara sisa stimulus jangka menengah akan diberikan dalam bentuk utang dari UE kepada negara-negara anggotanya.
”Ini pertemuan puncak yang hasilnya benar-benar bersejarah. Kami menghasilkan kapabilitas untuk meminjam secara kolektif, menghasilkan rencana pemulihan secara kolektif, untuk pertama kalinya,” kata Emmanuel Macron, Presiden Perancis. ”Dengan rencana pemulihan ini, kami akan mencapai hampir dua kali lipat anggaran belanja untuk tiga tahun ke depan.”
Baca juga: Pelajaran Berharga dari Eropa
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan, ”Kami telah meletakkan fondasi keuangan bagi UE untuk tujuh tahun ke depan dan menghasilkan respons terhadap apa yang kerap disebut krisis terbesar Uni Eropa.”
Pemicu kebuntuan
Pembahasan tentang nilai total hibah memicu kebuntuan dan perbedaan utama di kalangan negara UE. Negara-negara yang terdampak parah, seperti Italia dan Spanyol, menginginkan alokasi hibah lebih besar. Namun, negara-negara ”superhemat” menginginkan hibah lebih sedikit.
UE harus melewati perundingan terpanjang dalam 20 tahun terakhir. Dari jadwal 2 hari mulai Jumat, perundingan UE belum kunjung rampung hingga Selasa dini hari. Presiden Perancis Emmanuel Macron dilaporkan sampai meninju meja karena kesal dengan kebuntuan perundingan. Terakhir kali UE berunding lebih dari tiga hari terjadi pada 7-10 Desember 2000 kala membahas Traktat Nice.
Hambatan utama berasal dari kelompok negara ”superhemat”, yakni Austria, Belanda, Denmark, Finlandia, dan Swedia yang mengajukan tiga tuntutan. Awalnya, kuintet negara kaya di Eropa utara itu sama sekali menolak hibah. Belakangan, mereka setuju menaikkan nilai hibah menjadi 155 miliar euro, lalu setuju ditambah menjadi 350 miliar euro.
Baca juga: KTT UE Terancam Tanpa Kesepakatan
Tuntutan itu membuat mereka berseberangan, terutama dengan trio negara Eropa selatan, yakni Spanyol, Italia, dan Portugal, yang mengharapkan bantuan lebih besar. Trio Madrid disokong dua negara terbesar Eropa, yaitu Jerman dan Perancis. Berlin, yang awalnya condong ke kuintet Amsterdam, mengubah posisi menjelang Jerman menjadi ketua bergilir UE mulai Juli 2020.
Setelah perundingan berlangsung empat hari, tuntutan pertama tersebut mendekati kesepakatan. Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan puas dengan hasil perundingan itu. Kanselir Jerman Angela Merkel dan Kanselir Austria Sebastian Kurtz juga menyatakan optimistis akan ada kesepakatan.
Sumbangan wajib
Selain karena pemangkasan hibah, Rutte puas karena UE setuju memangkas sumbangan wajib anggota dan hal itu menguntungkan Belanda. Koran Financial Times melaporkan, Amsterdam akan mendapat kenaikan potongan sumbangan dari 1,57 miliar euro menjadi 1,92 miliar euro per tahun. Austria juga akan mendapat potongan hingga 565 miliar euro. Denmark, Finlandia, dan Swedia juga memperoleh potongan. Ini merupakan tuntutan kedua dalam perundingan.
Kuintet Amsterdam termasuk penyumbang neto di UE karena nilai sumbangan tahunan mereka lebih besar dari subsidi yang diterima dari UE. Jumlah sumbangan ditentukan berdasarkan nilai produk domestik bruto (PDB) suatu negara. Semakin besar PDB, semakin tinggi sumbangan yang dibayarkan ke UE.
Baca juga: Eropa Tetap Terpecah
Selain untuk operasional UE, hasil sumbangan dikembalikan ke negara-negara anggota lewat aneka subsidi dan pembiayaan program. Negara-negara dengan basis pertanian tinggi mendapat subsidi lebih besar. Kuintet Amsterdam yang lebih banyak mengandalkan industri manufaktur, jasa, dan perdagangan itu mendapat subsidi lebih kecil dibandingkan trio Madrid atau anggota UE di timur, seperti Hongaria, Polandia.
Selepas pemangkasan nilai hibah dan sumbangan wajib, kini UE tinggal menyelesaikan tuntutan ketiga yang diajukan kuintet Amsterdam. Selain itu, UE juga membahas mekanisme pencairan stimulus.
Terkait tuntutan ketiga itu, Rutte sejak awal menegaskan harus ada syarat dalam pengucuran dana stimulus. Penerima utang dan hibah dari UE harus memastikan reformasi APBN dan kebijakan ekonomi. Rutte juga menuntut penerima hibah dan utang memastikan kepatuhan pada hukum.
Baca juga: PM Rutte Perlawanan di Brussels
Syarat reformasi ekonomi dan APBN itu ditentang trio Madrid yang akan berpeluang menerima pencairan terbesar dari stimulus UE. Sebab, mereka sudah merasakan dampak syarat sejenis selepas menerima talangan Bank Sentral Eropa (ECB) gara-gara krisis utang Eropa 2009-2011.
Krisis tersebut dipicu ketidaksiplinan anggaran negara-negara Eropa selatan sehingga utang mereka membengkak dan mendekati gagal bayar. Meski trio Spanyol ditambah Yunani menyatakan sudah mereformasi APBN dengan memangkas aneka subsidi, Rutte menilai mereka belum disiplin dan serius mengelola perekonomian.
Selain dengan kelompok selatan, kuintet Amsterdam berhadapan dengan kelompok timur. PM Hongaria Victor Orban menilai Rutte memusuhi Budapest karena mengajukan syarat yang secara spesifik diarahkan ke Eropa timur. Selama bertahun-tahun, Hongaria dan Polandia dituding menempatkan kekuasaan di atas hukum serta menghambat kebebasan berpendapat. Kepatuhan pada hukum dan kebebasan berpendapat merupakan sebagian dari nilai-nilai dasar dan standar di Uni Eropa.
Isu kedaulatan
Tuntutan Rutte soal syarat pemberian dana memicu perdebatan soal kedaulatan. ”Perundingan itu sulit bukan karena nilai uang saja, melainkan karena bisa mengubah arah kebijakan keuangan UE. Ini pertama kalinya UE harus berutang yang akan dihibahkan ke anggota,” kata Guntram Wolff, Direktur Bruegel, lembaga kajian ekonomi di Brussels, sebagaimana dikutip Euronews.
Perundingan menjadi rumit karena tuntutan Rutte bisa menghasilkan penguatan kontrol UE kepada anggotanya. ”Bukan soal 10 miliar euro atau berapa pun yang harus dikembalikan anggota. Ini soal dampaknya pada politik nasional,” ujarnya.
Baca juga: Negosiasi Stimulus Korona Alot, Uni Eropa Perpanjang KTT
Bagi pemerintahan populis, isu kedaulatan amat vital. Orban mengatakan, parlemen Hongaria telah menyokongnya agar tidak mengesahkan apa pun keputusan UE jika dikaitkan dengan pelaksanaan hukum nasional.
Ancaman Orban menyebabkan UE bisa gagal mencapai kesepakatan soal stimulus Covid-19. Sampai sekarang, setiap keputusan UE membutuhkan persetujuan dari semua anggotanya. Veto dari salah satu atau lebih banyak anggota membuat keputusan tidak bisa dibuat.
Meski mengancam menggunakan veto, Orban menolak disalahkan jika UE gagal bersepakat soal stimulus Covid-19. Ia menuding Rutte yang harus bertanggung jawab atas kegagalan itu. (AFP/REUTERS)