Pasar Saham Kembali Tertekan Perkembangan Pandemi Korona
Indeks saham di Asia melemah. Selain dipengaruhi oleh pandemi Covid-19, dunia masih menantikan keputusan akhir Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa, serta menunggu implementasi stimulus Amerika Serikat selanjutnya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, SENIN — Indeks-indeks saham di Asia melemah pada awal perdagangan Senin (20/7/2020) di saat sejumlah negara melaporkan lonjakan kasus-kasus terkonfirmasi Covid-19. Kondisi itu memaksa pemerintah-pemerintah menerapkan langkah-langkah pengendalian baru. Kekhawatiran atas prospek perekonomian global pun bertambah.
Para investor dan pelaku pasar juga memperhatikan dengan saksama perkembangan di Eropa. Konferensi tingkat tinggi Uni Eropa diperpanjang setelah beberapa kali gagal dalam kesepakatan soal anggaran dan dana stimulus menghadapi pandemi. Hasil pertemuan itu akan menentukan proses pemulihan ekonomi Eropa.
Pada awal perdagangan, indeks saham utama di Hong Kong turun 0,6 persen dan indeks saham di Tokyo merosot 0,4 persen. Sementara itu, indeks pasar saham Sydney dan Seoul masing-masing turun 0,5 persen. Indeks saham utama Singapura turun 0,8 persen dan Wellington merosot 0,1 persen seiring dengan penurunan indeks saham Taipei dan Manila. Hanya indeks saham Shanghai yang naik dan melonjak lebih dari 1 persen. Pasar saham China melanjutkan reli dengan kenaikan 15 persen dalam dua pekan pertama bulan ini sebelum kemudian turun tajam pada pekan lalu.
Reli yang telah menandai pasar ekuitas sejak mencapai level terendah bulan Maret menunjukkan tanda-tanda terhenti seiring pandemi Covid-19 yang berlanjut. Infeksi baru Covid-19 ditemukan di Australia, sementara lonjakan kasus terjadi di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat (AS), Brasil, dan Iran. Pemerintah-pemerintah mempertimbangkan kembali tentang protokol kesehatan, seperti penggunaan masker dan penutupan wilayah kembali.
Hal-hal itu telah menimbulkan pertanyaan tentang laju pemulihan ekonomi global dari perkiraan resesi tahun ini. Indeks sentimen konsumen AS pekan lalu mencapai level terendah dalam tiga bulan pada bulan Juli. ”Ketika digabungkan dengan data klaim pengangguran baru-baru ini, survei di Michigan menunjukkan beberapa risiko bahwa kejutan data positif yang mendominasi hingga Juni lalu mungkin berakhir karena membentur dinding,” kata Stephen Innes dari lembaga AxiCorp.
Pasar saham masih rentan terhadap koreksi atau konsolidasi lebih lanjut.
Shane Oliver dari AMP Capital Investors menambahkan, ”Basis kasus kami tetap bahwa proyeksi pemulihan ekonomi akan berlanjut. Namun, pembalikan arah positif (rebound) yang berbentuk huruf V tampaknya akan cenderung pada pemulihan yang lebih lambat ke depan.” Ia menilai pasar saham masih rentan terhadap koreksi atau konsolidasi lebih lanjut, dengan kemungkinan isolasi sejumlah wilayah dan pemilihan presiden AS menjadi risiko utamanya.
Investor global juga mengawasi langkah-langkah di Washington. Pasar berharap anggota parlemen akan terus maju dengan langkah-langkah stimulus baru bagi AS di tengah tekanan yang bertambah terkait Covid-19. Pembayaran bonus tunjangan pengangguran yang akan berakhir pada 31 Juli juga menjadi perhatian para pelaku pasar. Kegagalan untuk memperpanjang skema akan berdampak buruk pada keluarga miskin.
Dari UE dilaporkan bahwa pemimpin Eropa sejauh ini tetap tidak dapat memecah kebuntuan atas perbedaan mereka tentang program stimulus yang mereka rencanakan. Pertemuan puncak yang digelar secara langsung untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19, yang awalnya direncanakan akan digelar selama dua hari, kini molor dan mulai memasuki hari keempat.
Hingga berita ini ditulis, UE belum berhasil mencapai kesepakatan atas ukuran dan aturan untuk paket pinjaman dan hibah untuk membantu Eropa keluar dari resesi. Belanda, Swedia, Austria, Denmark, dan Finlandia ingin mengupasnya kembali dan memberlakukan aturan ketat tentang bagaimana hal itu diterapkan.
Namun, para analis memperkirakan kesepakatan pada akhirnya akan dicapai. ”Ini adalah pola negosiasi dan perjanjian di Eropa, di mana para pemimpin Eropa benar-benar berdebat sampai menit terakhir sebelum sampai pada konsensus,” kata Mathieu Savary dari BCA Research kepada Bloomberg TV. ”Kami tidak berpikir soal tidak adanya kesepakatan sejauh ini adalah batas akhir dari perjanjian yang berupaya diraih UE.” (AFP)