Menjelang pertemuan puncak, Jumat ini, sorotan tertuju pada PM Belanda Mark Rutte. Bola ada di tangannya. Rutte ditahbiskan jadi komandan bagi ”Empat Penghemat” yang menolak adanya dana hibah pemulihan pandemi di Eropa.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
Seperti saat mengendarai sepedanya ke kantor, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte (53), pun lihai bermanuver menjalankan pemerintahan. Ia selama ini dikenal publik karena kebiasaannya bersepeda ke kantor. Kini, ia dikenal sebagai pemimpin ”perlawanan” di Uni Eropa untuk menolak dana talangan pandemi Covid-19.
Jumat (17/7/2020) ini, para pemimpin Eropa dijadwalkan bersidang membahas Dana Pemulihan Eropa sebesar European Recovery Fund sebesar 750 miliar euro (sekitar Rp 12.523 triliun). UE terbelah: apakah dana itu ditetapkan sebagai pinjaman atau hibah? Belanda, Austria, Denmark, dan Swedia—kerap dijuluki ”Si Empat Penghemat (frugal four)—bersikeras agar dana itu ditetapkan sebagai utang.
Rutte ditahbiskan semacam komandan bagi ”Si Empat Penghemat” tersebut. Ia sudah coba didekati dan dibujuk sejumlah pemimpin Eropa, seperti Presiden Perancis Emmanuel Macron, PM Italia Giuseppe Conte, dan PM Spanyol Pedro Sánchez, yang bergegas ke Den Haag untuk meluluhkan hati Rutte. Maklum, negara-negara itu terdampak parah oleh pandemi Covid-19. Mereka tentu ingin dana pemulihan tersebut ditetapkan sebagai hibah.
Menjelang pertemuan puncak, mulai Jumat ini, sorotan pun tertuju kepada Rutte. Bola dianggap ada di tangannya. Dalam keseharian, setelah berkuasa selama 10 tahun, Rutte—masih melajang—hidup sederhana. Ia masih tinggal di flat atau apartemen yang ia beli setelah selesai kuliah. Jika tidak bersepeda, ia ”hanya” mengendarai mobil Saab bekasnya. Apabila ada waktu senggang, ia menjadi relawan guru.
Kepribadian yang ceria membuat pemimpin liberal itu mudah berteman dan membangun koalisi di panggung politik Belanda yang terpecah. Namun, kepribadian Rutte yang ceria dan hangat itu bisa berubah total ketika sedang berunding. Ia menjadi pribadi yang sulit dibaca.
”Dia seperti bunglon. Ia menentukan pendapatnya sesuai konsensus yang berlaku saat itu,” kata Pepijn Bergsen, peneliti di Program Eropa di Chatham House, London, Inggris.
Majalah The Economist menggambarkan Rutte seperti ”pendeta yang kelebihan kafein” karena selalu enerjik dan terbuka. Namun, ia tetap menjaga rapat kehidupan pribadinya. Rutte menggambarkan dirinya sebagai orang yang memegang teguh tradisi dan kebiasaan itu sepanjang hidupnya dan tinggal di Den Haag.
Impian jadi pianis
Rutte adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Izaak, mencari nafkah dengan berdagang. Sementara ibunya, Mieke, adalah adik dari istri pertama Izaak yang tewas di kamp Jepang semasa Perang Dunia II. Dahulu Rutte ingin menjadi pianis yang bermain di konser. Namun, ia lalu memilih belajar ilmu sejarah. Setelah lulus, ia bekerja di perusahaan Inggris-Belanda, Unilever, sebagai manajer sumber daya manusia.
Itu meningkatkan kredibilitasnya untuk masuk partai VVD yang liberal dan pro-bisnis yang telah dipimpinnya sejak 2006. Ia lalu terpilih menjadi PM pada 2010. Sejak itu Rutte telah memimpin tiga koalisi. Di balik kepribadiannya yang ramah, ia ternyata memiliki naluri politik pembunuh. Ia kerap dikritik karena mengejar dukungan seperti ketika ia bersikap keras pada imigrasi untuk menyingkirkan pemimpin sayap kanan, Geert Wilders, menjelang pemilihan umum 2017.
Namun, namanya kembali jadi baik dan dipuji-puji setelah memberlakukan kebijakan karantina yang dianggap cerdas. ”Ia selalu dianggap sebagai pemimpin yang kompeten,” kata Bergsen yang pernah menjadi penasihat kebijakan ekonomi pemerintah Belanda itu.
Rutter juga kerap disebut sebagai ”PM Teflon”. Ia pandai mengelola citra pribadinya. Ia menjadi tokoh yang dipuja-puja ketika rekaman video saat ia sedang bersepeda menjadi viral. Namun, di saat yang sama, ia juga pernah dihajar media massa beberapa tahun lalu terkait spekulasi mengenai seksualitasnya. Rutte selalu menangkis pertanyaan itu dengan jawaban ia bahagia dengan hidupnya.
Selama masa karantina korona, Rutte mematuhi aturan pemerintah dengan tidak mengunjungi ibunya yang tinggal di panti jompo hingga beberapa jam sebelum ibunya meninggal. Selain soal ibunya, Rutte juga kerap berbicara tentang kematian ayahnya, saudara laki-laki yang meninggal karena AIDS pada 1989, dan tentang saudara perempuannya.
Sikap lugas
Di dunia internasional, Rutte selalu berbicara lugas. Akibatnya, ia kurang disukai. Ia pernah mengatakan ”tidak” secara langsung kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat berkunjung ke Washington pada 2018. Pada waktu itu Trump berkomentar tentang kesepakatan perdagangan Uni Eropa.
Sikap Rutte juga keras pada isu krisis utang Yunani dan imigrasi UE pada 2010 yang membuat banyak orang marah di Eropa. Kini, ia dianggap sebagai ”orang nakal” karena menentang dana talangan korona. ”Saya kira ia tidak suka dengan peran penjahat. Ia lebih suka dianggap sebagai seseorang yang membuat segalanya lebih baik, dan membela rakyat,” kata seorang diplomat Belanda.
Para pemimpin dunia, termasuk Presiden Perancis Emmanuel Macron, telah bergegas ke Den Haag untuk mencoba membujuk Rutte. Namun, Rutte sudah tegas menyatakan tidak akan luluh. Rutte tampaknya sedang mempertimbangkan, apakah akan kembali mencalonkan diri menjadi PM untuk keempat kalinya dalam pemilihan, Maret mendatang.
”Saya curiga dia akan mencalonkan diri lagi karena dia tidak bisa kembali ke pabrik selai kacang, seperti yang selalu ia katakan,” kata Bergsen. (AFP)