Pemerintah Seoul Buka Penyelidikan Kekerasan Seksual Mantan Wali Kota
Pemerintah Seoul akan membentuk komisi untuk menyelidiki laporan kekerasan seksual yang dilakukan mendiang Park Won-soon, Wali Kota Seoul. Tewasnya Park akan menyulitkan korban mendapatkan keadilan.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
SEOUL, RABU — Pemerintah Kota Seoul akan memulai penyelidikan dugaan kekerasan seksual yang melibatkan mantan Wali Kota Seoul Park Won-soon yang ditemukan tewas pekan lalu. Untuk memastikan obyektivitas penyelidikan, aktivis hak asasi manusia dan aktivis perempuan akan dilibatkan dalam komite penyelidikan yang dibentuk nanti.
”Dengan pembentukan komite investigasi yang terdiri dari pejabat pemerintah dan aktivis sipil, kami akan memastikan keadilan dan obyektivitas investigasi,” kata juru bicara Pemerintah Kota Seoul, Hwang In-sik, Rabu (15/7/2020). Dia mengatakan, komite akan berdiskusi dengan organisasi hak perempuan dan kelompok lain guna menentukan bagaimana komite akan dibentuk, dioperasikan, dan kapan penyelidikan akan dimulai.
Dugaan kekerasan seksual telah membuat upacara pemakaman Park yang berlangsung Senin (13/7/2020) dilakukan secara sederhana. Pemerintah Kota Seoul hanya membolehkan sekitar 100 orang hadir dalam pemakaman Park, yang mayoritas dihadiri oleh keluarga dekat, kerabat, dan para pejabat pemerintah tertentu. Pemerintah beralasan pandemi Covid-19 yang membatasi jumlah orang di dalam sebuah kegiatan meski untuk seseorang yang memiliki posisi dan rekam jejak sebagai aktivis hak asasi manusia, upacara bisa berlangsung dengan lebih besar.
Kematian dan kasus dugaan kekerasan seksual itu sendiri telah memecah pendapat warga terhadap Park. Sebagian bersimpati, tetapi ada juga yang antipati.
Hwang menyesalkan kasus dugaan kekerasan seksual mencuat di tengah peristiwa tewasnya Park. Dia menggambarkan laporan media tentang dugaan kekerasan seksual sebagai sebuah hal yang spekulatif.
Dia tidak menjelaskan apakah pemerintah kota akan menuntut balik jika dalam kesimpulan komite nantinya mereka akan memaafkan atau bahkan mengabaikan tindakan kekerasan seksual oleh Park.
Kim Jae-ryon, pengacara korban kekerasan seksual Park, Senin lalu, mengatakan, korban dipaksa untuk melakukan kontak fisik hingga ke hubungan seksual yang tidak konsensual selama bertahun-tahun. Park juga berulang kali mengirimkan foto dan pesan yang tidak sepatutnya kepada korban.
Tuduhan itu telah menodai reputasi Park, seorang liberal yang membangun kariernya sebagai politisi yang berpikiran reformasi dan seorang pejuang hak-hak perempuan. Dia telah dianggap sebagai calon presiden potensial bagi Partai Demokrat untuk pemilihan pada tahun 2022.
Kantor Presien Moon Jae-in belum secara khusus menanggapi dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh Park.
Kampanye kekerasan seksual
Tewasnya Park, yang diduga melakukan kekerasan seksual, telah mengundang wacana baru soal keadilan yang bisa didapat oleh korban. Kelompok aktivis perempuan menilai seksisme masih tumbuh dan semakin kuat di Korea Selatan.
Ju Hui Judy Han, pakar studi jender University of California yang besar di Seoul, mengatakan, kematian Park memadamkan kesempatan korban untuk mendapatkan keadilan.
Han mengatakan, dalam banyak kasus, pelaku jarang diadili. Kalaupun para pelaku diadili, kata Han, mereka hanya mendapatkan hukuman yang ringan.
Kelompok perempuan Korsel, dalam beberapa tahun terakhir, semakin vokal menentang seksisme. Mereka turun ke jalan dalam beberapa tahun terakhir karena menjadi korban pemanfaatan kamera tersembunyi yang mengambil gambar mereka secara diam-diam.
Pemerintah telah mengambil tindakan untuk menindak kejahatan dan berjanji untuk meningkatkan kesetaraan jender di masyarakat, tetapi kelompok-kelompok feminis mengatakan, sejumlah kasus baru-baru ini menunjukkan masih ada jalan panjang yang harus ditempuh.
”Perempuan Korea Selatan masih diperlakukan seperti warga negara kelas dua,” kata Kwon Soo-huyn, Presiden Solidaritas Politik Wanita Korea. Kwon mengatakan, perempuan korban tindakan kekerasan seksual harus mempertaruhkan seluruh hidup mereka untuk menemukan keadilan telah menunjukkan rendahnya tingkat kesetaraan jender dan betapa sulitnya mendapatkan keadilan di negara ini.
Pengacara korban, Kim, kepada media menyampaikan keinginan korban soal keadilan dan kesetaraan. ”Saya memimpikan sebuah dunia di mana saya bisa hidup sebagai manusia,” tulis korban, seperti dibacakan Kim. (AP/Reuters)