Di Balik Langkah Erdogan Mengubah Status Hagia Sophia
Sejak berkuasa di Turki mulai 2002, Recep Tayyip Erdogan sebelum ini selalu menolak mengubah status Hagia Sophia dari museum ke masjid. Tiba-tiba kini Erdogan mendukung perubahan status itu.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·3 menit baca
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Jumat (10/7/2020), mengesahkan keputusan pengadilan Turki yang mengubah status salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO, Hagia Sophia, dari museum menjadi masjid. Keputusan pengadilan Turki itu secara otomatis menganulir keputusan presiden pertama Turki modern, Mustafa Kemal Ataturk, tahun 1934 yang mengubah status Hagia Sophia dari masjid menjadi museum.
Keputusan Turki pada era Erdogan tersebut menuai respons pro dan kontra. Negara-negara Barat, khususnya Eropa, mengkritik tindakan Turki mengubah status Hagia Sophia dari museum ke masjid. UNESCO, Jumat lalu, menyatakan akan mengkaji ulang status Hagia Sophia sebagai Situs Warisan Dunia.
Kepada jurnal Kriter di Istanbul, yang dikutip kantor berita Turki, Anadolu, Minggu, Erdogan mengatakan, status Hagia Sophia adalah urusan internal negaranya. Ia meminta negara-negara lain menghormati keputusan Turki.
Seperti diketahui, Hagia Sophia mulai dibangun pada 537 M pada era dinasti Bizantium sebagai Gereja Katedral Katolik Timur (Ortodoks). Hagia Sophia kemudiaan dijadikan masjid setelah Turki menaklukkan Konstantinopel pada 1453 M.
Mengapa Pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Erdogan baru memutuskan mengubah status Hagia Sophia dari museum ke masjid saat ini? Padahal, Erdogan telah berkuasa di Turki sejak 2002. Ia sudah 18 tahun berkuasa dan bisa mengubah status Hagia Sophia sejak 10 tahun lalu. Namun, Erdogan sebelum ini selalu menolak mengubah status Hagia Sophia dari museum ke masjid. Tiba-tiba, kini Erdogan mendukung perubahan status itu.
Pengamat politik Turki, Ali Bekir, kepada televisi Al Jazeera mengatakan bahwa tindakan Erdogan mendukung perubahan status Hagia Sophia dari museum ke masjid tersebut tak lepas dari motif pemilu. Sesuai jadwal, pemilu parlemen dan presiden Turki akan digelar pada 2023, sedangkan pemilu lokal (pilkada) pada 2024.
Erdogan kini sangat menyadari kemorosotan ekonomi Turki yang terjadi sejak 2018. Bahkan, kini ekonomi Turki semakin limbung akibat Covid-19. Turki menjadi episentrum Covid-19 terbesar ketiga di Timur Tengah setelah Iran dan Arab Saudi.
Menurut Worldometer, hingga Senin (13/7/2020), kasus positif Covid-19 di Turki mencapai 212.993 orang, 5.363 orang di antaranya meninggal dunia dan 194.515 orang dinyatakan sembuh.
Ali Bekir mengatakan, akibat merosotnya ekonomi itu, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan mengalami kekalahan dalam pilkada, Maret 2019, di kota-kota besar, seperti Istanbul, Ankara, Antalya, Adana, dan Izmir. Pukulan telak bagi Erdogan adalah kekalahan di kota Istanbul, Ankara, dan Adana—kota-kota basis AKP.
Kota Istanbul dan Ankara dikenal sebagai pusat politik dan perekonomian Turki. Adapun nilai strategis kota Adana adalah letaknya di dekat Laut Tengah dan dekat pula dengan pangkalan militer AS, Incirlik.
Karena itu, ujar Bekir, Erdogan dan AKP kini sangat butuh langkah-angkah populis untuk mendongkrak popularitas agar tidak terulang kekalahan pilkada tahun 2019 di kota-kota besar itu.
Seperti dimaklumi, basis pemilih terbesar di Turki saat ini yang menentukan hasil pemilu adalah massa konservatif, baik dari massa Islam maupun sekuler. Keberhasilan AKP selalu memenangi pemilu parlemen sejak 2002 sampai saat ini karena dukungan dari massa Islam konservatif dan sekuler konservatif.
Bagi Erdogan dan AKP, memainkan isu Hagia Sophia dengan mengubah statusnya dari museum ke masjid merupakan senjata ampuh untuk terus mendapat dukungan dari kaum konservatif Turki pada pemilu mendatang. Hal itu ternyata dibuktikan bahwa opini umum Turki yang didominasi kubu konservatif mendukung tindakan Pemerintah Turki mengubah status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid.
Erdogan, seperti dikutip Anadolu, Sabtu, menegaskan bahwa keputusan tentang status Hagia Sophia merupakan hak dan harapan negara Turki.