Pandemi Covid-19 membuat banyak anak di dunia tidak dapat mengakses pendidikan dengan mudah. Situasi itu menjadi tantangan bagi pengembangan masa depan mereka.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
Masa depan sedikitnya 9,7 juta anak di dunia akan terganggu akibat proses pendidikan yang terhambat terutama sejak hampir semua sekolah di dunia ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19. Anak sejumlah itu pula yang dikhawatirkan tidak akan bisa kembali lagi ke sekolah atau putus sekolah.
Lembaga amal dari Inggris Save the Children, Senin (13/7/2020), mengingatkan situasi darurat di dunia pendidikan itu. Data UNESCO, April lalu, menunjukkan sekitar 1,6 miliar anak muda tak bisa sekolah dan kuliah karena pandemi Covid-19. Jumlah itu sekitar 90 persen dari total jumlah populasi siswa.
”Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, seluruh generasi anak di dunia terganggu proses pendidikannya,” sebut laporan terbaru Save the Children bertema ”Save Our Education”.
Pada saat yang bersamaan, lembaga itu mengingatkan krisis pendidikan ini bisa menyebabkan kekurangan anggaran pendidikan sekitar 77 miliar dollar AS di negara-negara berpenghasilan menengah dan rendah pada akhir tahun 2021.
Direktur Eksekutif Save the Children Inger Ashing menegaskan, sedikitnya 10 juta anak tidak akan kembali ke sekolah dan pemerintah harus segera mengeluarkan investasi untuk pendidikan. ”Ada risiko pemotongan anggaran luar biasa dan ketidaksetaraan yang makin parah antara kaya dan miskin serta anak laki-laki dan perempuan,” ujarnya.
Pemerintah dan donatur didorong untuk lebih banyak berinvestasi di sektor pendidikan untuk membantu anak-anak agar bisa kembali bersekolah baik melalui sistem pembelajaran jarak jauh maupun tatap muka. Anak-anak yang paling miskin dan paling termarjinalisasi adalah mereka yang saat ini paling tertinggal dalam pendidikan. ”Ini karena mereka tidak memiliki akses untuk belajar jarak jauh atau bentuk pendidikan apa pun selama hampir separuh tahun akademik,” kata Ashing.
Save the Children juga mendorong para pemberi bantuan dari pihak swasta untuk menunda pembayaran pinjaman pada negara-negara berpendapatan rendah. Jika itu bisa dilakukan, negara-negara itu akan memiliki anggaran tambahan sekitar 14 miliar dollar AS untuk program-program pendidikan.
”Kalau krisis pendidikan ini bisa diatasi, masa depan anak-anak setidaknya akan jauh lebih baik. Janji dunia untuk memastikan target PBB, pendidikan untuk semua tercapai pada 2030, kemungkinan akan mundur selama beberapa tahun,” kata Ashing.
Dalam laporan Save the Children itu disebutkan ada 12 negara dengan anak-anak berisiko paling tertinggal. Ke-12 negara itu adalah Niger, Mali, Chad, Liberia, Afghanistan, Guinea, Mauritania, Yaman, Nigeria, Pakistan, Senegal, dan Ivory Coast. Sebelum krisis dan pandemi Covid-19 pun sudah ada sedikitnya 258 juta anak dan remaja sudah tidak bisa bersekolah. (AFP)