Langkah Tegas China Lawan Korona Jadi Jaminan kepada Investor
Ekonomi China pada triwulan II-2020 diperkirakan tumbuh positif. Pengalaman China sebagai negara pertama yang terkena dampak pandemi Covid-19 dan langkah-langkah penanganannya memberikan kepercayaan kepada investor.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
BEIJING, SENIN — Jajak pendapat yang digelar terhadap analis-analis dari 11 institusi, yang dirilis Minggu (12/7/2020), memproyeksikan ekonomi China pada triwulan II-2020 tumbuh positif. Pengalaman China sebagai negara pertama yang terkena dampak pandemi Covid-19 dan langkah-langkah penanganannya sejauh ini dinilai menjadi penopang kesempatan bagi negara itu untuk memulihkan diri dari tekanan di bidang ekonomi.
Penutupan wilayah selama lebih dari dua bulan pada awal tahun ini telah mengakibatkan China mengalami kontraksi ekonomi pertamanya dalam beberapa dekade. Namun, survei yang digelar kantor berita AFP memproyeksikan ekonomi China pada periode April-Juni tumbuh positif 1,3 persen.
Sekalipun pertumbuhan itu terealiasi, masih akan jauh di bawah pertumbuhan pada periode sama tahun lalu di angka 6,1 persen. Namun, raihan tahun ini diproyeksikan lebih baik daripada negara-negara lain yang masih bergulat dengan penanganan pandemi Covid-19.
Virus korona baru penyebab Covid-19 dinyatakan pertama kali muncul di Wuhan, Provinsi Hubei, pusat industri China, akhir tahun lalu. Penyebaran masif penyakit itu telah mengakibatkan ditutupnya detak kehidupan bisnis di seluruh dunia. Ratusan juta pegawai pun harus mengalami pemutusan hubungan kerja atau perumahan sementara.
Namun, para analis memperkirakan China akan menjadi satu-satunya ekonomi utama di dunia yang tetap mengalami pertumbuhan positif tahun ini. Faktor sebagai negara yang pertama kali dihantam oleh Covid-19 dan karena itu lebih dulu pulih ikut memengaruhi proyeksi tersebut.
Para ekonom yang disurvei AFP menyatakan, China diperkirakan akan mencatat pertumbuhan 1,7 persen sepanjang tahun ini.
Data ekonomi China untuk periode April hingga Juni tahun ini akan dipublikasikan pada Kamis (16/7/2020). Media South Morning China Post juga melaporkan banyak ekonom memperkirakan ekonomi China akan mengalami pertumbuhan positif yang tajam pada triwulan II-2020 ini. Ini menjadi pembalikan dari periode Januari-Maret tahun ini saat ekonomi China mengalami kontraksi 6,8 persen.
”China adalah negara besar pertama yang terkena dampak Covid-19. Namun, berkat langkah-langkah tegas yang diterapkannya untuk menahan virus itu, China juga merupakan negara besar pertama yang membuka kembali sebagian besar ekonominya,” tulis Lu Ting, Kepala Ekonom China di lembaga Nomura, akhir bulan lalu.
Lembaga Nomura memproyeksikan triwulan II-2020 ekonomi China akan tumbuh 2,6 persen dari perkiraan sebelumnya 1,2 persen.
Pemerintah China pada dasarnya menutup negara itu selama lebih dari dua bulan untuk mengendalikan Covid-19. Beijing, antara lain, menutup pabrik-pabrik, mewajibkan para pekerja bekerja dari rumah mereka, dan sekaligus membatasi aneka perjalanan. Aktivitas-aktivitas di luar rumah dimulai kembali ketika China mengakhiri penutupan wilayah Hubei pada April.
China juga dilaporkan dapat mengendalikan wabah di Beijing bulan lalu dengan pembatasan yang sangat terbatas. Langkah itu diambil untuk mencegah serangan gelombang kedua Covid-19. Beijing juga melarang impor produk-produk daging beku dari sejumlah negara, termasuk Brasil dan Jerman.
Xu Xiaochun dari Moody’s Analytics mengatakan, pengujian massal dan penguncian yang ditargetkan di Beijing justru telah membatasi gangguan pada ekonomi. Langkah-langkah itu memberikan investor rasa tenang dan kepercayaan penuh.
China dinilai meyakinkan dalam upayanya mencegah gelombang kedua Covid-19, termasuk ketika kemudian ekonomi negara itu siap dibuka kembali.
Setelah ekonomi China terjerembap ke pertumbuhan negatif 6,8 persen dalam tiga bulan pertama tahun ini, Pemerintah China telah mengalihkan fokusnya untuk menstabilkan lapangan kerja dan memastikan standar hidup.
Bejing meningkatkan target defisit anggaran dan menyisihkan satu triliun yuan (140 miliar dollar AS) surat utang pemerintah untuk mengontrol Covid-19. Pemerintah setempat juga berjibaku menopang sektor-sektor bisnis yang terkena dampak Covid-19.
Ekonom utama Oxford Economics, Tommy Wu, mengharapkan China untuk terus pulih dari triwulan II-2020 dan seterusnya. Sebab, negara itu tidak lagi tertahan oleh gangguan sisi pasokan, di mana hal itu ditandai dengan dibukanya pabrik-pabrik.
Gene Ma, kepala penelitian tentang China di Institute of International Finance, mengatakan, faktor lain di balik pemulihan adalah ekonomi yang lebih berbasis industri di China. ”Sektor industri dapat pulih lebih cepat daripada sektor jasa setelah guncangan Covid-19,” kata Ma.
Akan tetapi, Xu mengatakan tetap terdapatnya ketidakpastian yang tinggi di masa depan. ”Masih harus dilihat bagaimana perlambatan permintaan eksternal akan mengurangi pemulihan itu,” ujarnya.
Permintaan eksternal telah melorot karena mitra-mitra dagang utama pembangkit tenaga listrik China pun terpukul pandemi. Para pejabat China pun meminta industri beralih ke pasar domestik.
Xu juga menilai risiko lain masih ada. Hal itu termasuk ketegangan hubungan dagang AS-China, juga isu-isu seperti keamanan dunia maya, perdagangan, dan hukum keamanan nasional Hong Kong. Hal-hal di luar perdagangan itu sewaktu-waktu dapat menyalakan kembali perang dagang yang berkepanjangan di antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu.
Kepala Ekonom HSBC China, Qu Hongbin, memperkirakan, pemulihan China akan berlangsung dengan komposisi ”tidak merata”. Peningkatan positif diproyeksikan terjadi dalam infrastruktur dan investasi publik lainnya. Namun, pertumbuhan investasi sektor swasta dinilainya bakal ”tetap lambat”.
Qu menambahkan bahwa belanja konsumen—mesin vital pertumbuhan ekonomi China—diperkirakan akan tertinggal di belakang pemulihan. Kondisi itu terjadi akibat tidak adanya paket penyelamatan fiskal yang cukup besar bagi para pekerja dan keluarga pekerja yang terkena dampak pandemi. (AFP)