Keberanian rakyat Hong Kong untuk memperjuangkan demokrasi, tidak mau dibungkam China, terus menyala. Sekalipun dibayangi UU Keamanan Nasional, masih ada 600.000 warga Hong Kong berani bersuara.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
HONG KONG, SENIN —Sebagai bentuk protes terhadap pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional China untuk Hong Kong, sedikitnya 600.000 warganya memberikan suara dalam jajak pendapat tak resmi. Mereka ingin menentukan kandidat prodemokrasi terkuat untuk ikut pemilihan Dewan Legislatif Hong Kong, September 2020.
Antrean panjang warga terlihat, Minggu (12/7/2020). Mereka memilih melalui telepon genggam mereka setelah identitasnya terverifikasi.
”Banyaknya warga yang berpartisipasi ini menunjukkan rakyat Hong Kong tidak pernah menyerah. Kami tetap memperjuangkan kebebasan dan demokrasi,” kata Sunny Cheung (24), salah satu calon kuat yang akan maju ikut pemilihan.
Setelah pemilihan dewan legislatif itu, untuk pertama kalinya kelompok pro-demokrasi berencana merebut kendali mayoritas dari kelompok pro-Beijing dengan memanfaatkan gelombang sentimen anti-China.
Pemilihan pendahuluan ini hanya dilakukan oposisi dan antusiasme rakyat diharapkan akan bisa memengaruhi opini 7,5 juta penduduk Hong Kong.
Pemungutan suara kubu oposisi itu sebenarnya ditentang Menteri Urusan China Daratan dan Konstitusional China Erick Tsang karena bisa melanggar UU Keamanan Nasional yang baru.
Namun, warga tua-muda tak peduli dan tetap berbondong-bondong datang ke lebih dari 250 tempat pemungutan suara di seluruh kota yang digerakkan oleh ribuan sukarelawan.
Berani bersuara
Oposisi menyebutkan, 592.000 orang sudah memberikan suaranya secara daring dan 21.000 orang menyerahkan surat suara pada hari terakhir pemungutan suara yang berlangsung dua hari.
Antusiasme warga ini melebihi harapan oposisi karena jumlahnya bisa mencapai sepertiga dari jumlah pemilih yang mendukung oposisi pada pemilu tahun lalu.
”Bahkan, dengan dibayangi UU Keamanan Nasional pun, masih ada 600.000 orang yang berani bersuara. Ini menunjukkan keberanian rakyat Hong Kong,” kata Au Nok-hin dari penyelenggara pemungutan suara.
UU keamanan nasional yang baru bagi Hong Kong ini dibuat China untuk menindak siapa saja yang dianggap China berusaha memisahkan diri, mendorong subversi, terorisme, dan berkolusi dengan pihak asing dengan hukuman penjara seumur hidup. Dalam UU baru itu juga disebutkan agen keamanan China mulai beroperasi secara resmi untuk pertama kalinya di Hong Kong.
Meski banyak mendapat dukungan, sebagian aktivis prodemokrasi khawatir China akan berusaha mengganjal kandidat untuk ikut pemilihan, September mendatang.
”Mereka bisa saja menahan atau mendiskualifikasi kandidat mana pun yang tidak mereka sukai. Mereka bisa memanfaatkan UU yang baru,” kata salah seorang kandidat, Owen Chow.
Saat otoritas Hong Kong melarang aksi unjuk rasa selama berbulan-bulan di tengah pandemi Covid-19 dan menangkapi para pengunjuk rasa, pemungutan suara oposisi ini dianggap sebagai kesempatan langka untuk mengekspresikan populis.
”Anak muda masih belum menyerah meski kita sedang menghadapi masa depan yang buram. Tekad melawan saya makin kuat,” kata Prince Wong (22), kandidat dari Distrik New Territories West.
Kandidat-kandidat oposisi yang menang akan diumumkan, Senin sore, dan diajukan untuk mengikuti pemilihan legislatif guna memperebutkan 70 kursi. (REUTERS/AFP)