Meski Menang, Partai PM Lee Terpukul Oposisi yang Menguat
Dengan memenangi mayoritas suara, Partai Aksi Rakyat (PAP) berhak menduduki 83 dari 93 kursi parlemen Singapura. Namun, Sekjen PAP yang juga PM Singapura Lee Hsien Loong kecewa dengan hasil tersebut.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
Partai berkuasa Singapura kembali memenangi pemilu, tetapi terpukul oleh hasil yang buruk. Sementara oposisi mencatat sejarah dengan pertama kali meraih dua digit kursi di parlemen.
SINGAPURA, SABTU — Departemen Pemilihan Umum Singapura atau ELD, Sabtu (11/7/2020), mengumumkan, Partai Aksi Rakyat yang dipimpin Perdana Menteri Lee Hsien Loong memenangi pemilu dengan meraih 61,2 persen suara nasional. Namun, Lee tidak puas dengan hasil tersebut karena perolehan suara partainya turun 8,7 persen dari perolehan pada Pemilu 2015 yang mencapai 69,9 persen.
Dengan memenangi mayoritas suara, Partai Aksi Rakyat (PAP) berhak menduduki 83 dari 93 kursi parlemen. Jumlah itu sama dengan kursi parlemen 2015-2020, tetapi dari jumlah total 89 kursi. Adapun kubu oposisi, diwakili Partai Pekerja (WP), mencatat performa baik dengan berhasil menambah empat kursi parlemen, dari enam menjadi total dua digit, yakni 10 kursi.
Sementara itu, Wakil PM dan Menteri Keuangan Heng Swee Keat yang dipersiapkan sebagai pengganti Lee hanya memperoleh kemenangan tipis di daerah pemilihan grup East Coast. Ia hanya mendapat 53,41 persen suara, lebih rendah daripada perolehan 60,73 persen pada Pemilu 2015. Dia ditaruh di East Coast untuk menjegal oposisi.
Kondisi ini, menurut analis politik pemilu Singapura dan alumnus National University of Singapore, Ericssen, membuat suksesi kekuasaan kepada Heng semakin rumit.
”PM Lee telah memberikan isyarat akan menunda rencana pensiun pada 2022 karena pandemi Covid-19. Hasil buruk PAP pada pemilu ini mungkin akan membuat dia makin teguh memperpanjang kekuasaannya,” kata Ericssen saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Reuters melaporkan, para analis memprediksi hasil pemilu akan membuat ada perubahan kebijakan di negara tersebut.
Stabilitas dan prediktabilitas menentukan politik Singapura, yang didominasi PAP sejak negara itu merdeka pada 1965, terbukti sangat penting dalam membangun Singapura menjadi pusat keuangan global dan pusat perdagangan regional.
Dukungan
Hasil pemilu Singapura yang digelar di tengah pandemi Covid-19 pada Jumat (10/7/2020) itu juga menunjukkan adanya performa menjanjikan dari Partai Kemajuan Singapura (PSP) yang didukung adik kandung Lee, yakni Lee Hsien Yang. Padahal, partai itu baru berdiri pada Maret 2019.
Sekjen PSP Tan Cheng Bock, yang adalah mantan anggota parlemen senior PAP, kali ini menjadi ancaman PAP di daerah pemilihan West Coast. Dia hanya kalah tipis dengan selisih 3,38 persen dari PAP di daerah pemilihan yang dahulu diwakilinya.
Alih-alih menyapu 100 persen kursi parlemen, seperti yang ditakutkan banyak pihak, terutama oposisi, PAP malah kehilangan dukungan di daerah pemilihan Sengkang yang dipimpin menteri di Kantor PM dan Sekjen Organisasi Buruh Nasional Singapura (NTUC), Ng Chee Meng. Dia adalah salah satu calon pemimpin generasi baru Singapura.
Menurut PM Lee, hasil pemilu ini menunjukkan keinginan yang kuat akan keragaman suara. ”Warga Singapura ingin PAP membentuk pemerintahan, tetapi mereka, terutama para pemilih yang lebih muda, juga ingin melihat lebih banyak kehadiran oposisi di parlemen,” katanya dalam konferensi pers, Sabtu pagi.
Ericssen melihat blok pemilih milenial berperan penting di balik kesuksesan oposisi WP. ”Blok ini tak lagi memiliki memori kuat dengan sosok pendiri Singapura, Lee Kuan Yew. Mereka ingin lebih banyak oposisi di parlemen. Bukan hanya jumlah, melainkan juga oposisi yang kompeten,” tuturnya.
Kepala Program Studi ASEAN di The Habibie Center Ibrahim Almuttaqi mengatakan, menguatnya oposisi yang ditandai perolehan angka dua digit (10) kursi parlemen pertama kalinya adalah pencapaian bersejarah.
”Saya pikir, para pemilih keseluruhan juga puas dengan kinerja PAP, terutama dalam cara menangani Covid-19,” kata Ibrahim, Sabtu petang.
Menurut Ibrahim, pemerintah tampaknya juga telah menerima kenyataan soal menguatnya oposisi. ”Ini merupakan isyarat yang signifikan bagi PM Lee untuk mengajak Pritam Singh (Sekjen WP) menjadi ’pemimpin oposisi’. Kita ingin melihat debat kebijakan yang lebih besar di masa depan dan keragaman ide akan menguntungkan Singapura,” ujarnya.
Tentang Heng, kata Ibrahim, dia akan kecewa karena PAP menang tipis atas WP di daerah pemilihan East Coast. Keputusannya mencalonkan diri kali ini tidak meningkatkan dukungan bagi PAP. Terkait performa Heng yang kurang maksimal ini bisa muncul ”bisikan” soal status pencalonannya menggantikan PM Lee di parlemen baru.
”Ke depan, kita mungkin akan melihat pemerintah pimpinan PAP merespons situasi baru ini dan menegasi ancaman yang ditimbulkan oposisi dalam dua cara. PAP mungkin saja berupaya mereformasi dirinya dan membawa kemakmuran bagi rakyat atau mungkin saja membatasi ruang Partai Buruh dengan menggunakan segala cara,” kata Ibrahim.
Pemerhati isu-isu internasional dari Departemen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Bandung, Teuku Rezasyah, mengatakan, hingga kini oposisi Singapura sudah terbukti kompak, berintegritas, dan visioner.
Namun, mereka tak pernah memunculkan kader-kader dengan kualifikasi karismatis dan ideologis, seperti yang sudah lama terbukti dalam dinasti Lee.
”Oposisi memang memiliki suara yang meningkat walau tipis. Namun, personifikasi dinasti Lee dalam PAP yang sudah terlembaga lama hanya menjadikan oposisi sebatas mitra yang kritis. Harus diakui, kualitas dinasti Lee saat ini belum sebanding dengan generasi pertama. Terbukti, suara oposisi mulai bertambah di parlemen. Namun, perimbangan suara yang baru ini takkan pernah menghasilkan reformasi di luar koridor yang dibangun Lee Kuan Yew,” papar Teuku.
Makmur Keliat dari FISIP Universitas Indonesia mengatakan, reformasi politik seperti di Malaysia atau Indonesia takkan terjadi di Singapura. Namun, penurunan popular vote membawa pesan, PAP mungkin akan mendapatkan tantangan menjadi partai utama. Sepertinya ada aspirasi yang tidak tersampaikan lewat PAP, mungkin itu berasal dari basis suara generasi baru.