Kasus Bunuh Diri Wali Kota Seoul, Tak Mudah Mendobrak Tradisi Seksisme
Park Won-son merupakan salah satu tokoh laki-laki Korsel yang paling gencar mengadvokasi hak-hak perempuan di negaranya. Sebagai pengacara, ia pernah memenangkan kasus kejahatan seksual yang sangat terkenal pada 1998.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Kasus bunuh diri Wali Kota Seoul, Korea Selatan, Park Won-son, menunjukkan betapa seriusnya persoalan seksisme di Korea Selatan. Mantan pengacara hak asasi manusia itu ditemukan dalam kondisi tak bernyawa, Kamis (8/7/2020) sore, di sebuah kawasan hutan di utara Seoul, dan meninggalkan secarik kertas berisi pesan permohonan maaf kepada siapa saja yang sudah ia sakiti.
Park ditemukan tewas di tengah merebaknya isu dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukannya selama beberapa waktu kepada sekretaris perempuannya. Park pernah berperan penting dalam advokasi menentang diskriminasi jender dan memenangkan kasus pelecehan seksual pertama di Korsel pada tahun 1998.
Dengan kasus bunuh diri Park ini, para aktivis feminis, Jumat (10/7/2020), menilai Park sengaja menghindari rasa malu dan hukuman karena telah melecehkan sekretarisnya. Sekretaris Park mengajukan aduan ke kepolisian sehari sebelum Park bunuh diri.
Terlepas dari latar belakangnya yang liberal dan setelah kampanye #MeToo yang gencar di Korsel, kasus Park ini menyoroti keseriusan masalah ketidaksetaraan jender dalam politik Korsel.
Bukan hanya Park yang menghadapi tuduhan pelecehan seksual. Ada sejumlah tokoh di Partai Demokratik yang berkasus serupa. Seperti mantan Gubernur Provinsi Chungcheong Selatan Ahn Hee-jung, yang pernah menjadi nominasi presiden Korsel dari partainya pada 2017.
Ahn didakwa melakukan hubungan seksual dengan menyalahgunakan kekuasaan tahun lalu setelah asistennya mengaku diperkosa Ahn berkali-kali.
Bahkan baru tiga bulan lalu, Wali Kota Busan Oh Keo-don mengundurkan diri setelah mengaku melakukan ”kontak fisik yang tidak perlu” pada bawahannya.
”Hampir semua laki-laki Korsel, konservatif atau liberal, sangat tradisional dan patriarkal ketika sudah menyangkut isu jender. Begitu pula dengan politikus,” kata peneliti di Institut Pembangunan Perempuan Korea di Seoul, Lee Soo-yeon.
Politikus laki-laki Korsel juga, lanjut Lee, akan mendukung feminisme hanya jika hal itu mendukung karier politik mereka. Namun, mereka tidak akan memikirkan cara memperlakukan perempuan dalam kehidupan nyata seperti di rumah atau di tempat kerja. Padahal itu juga penting.
Kesalahan partai politik
Para aktivis feminisme juga kerap menuding Presiden Korsel Moon Jae-in tidak membela dan memperjuangkan perempuan. Peneliti dari Harvard, Keung Yoon Bae, menilai ini bukan hanya kesalahan individual, melainkan juga partai politik.
”Kebencian terhadap perempuan dan keengganan melihat persoalan ini adalah masalah dari dulu. Sulit diperbaiki,” ujarnya.
Park merupakan salah satu tokoh laki-laki yang paling gencar mengadvokasi hak-hak perempuan di Korsel. Sebagai pengacara, ia pernah memenangkan kasus kejahatan seksual yang sangat terkenal pada 1998.
Pada waktu itu, Park mewakili aktivis buruh perempuan yang disiksa secara seksual oleh aparat kepolisian.
Sekitar 10 tahun kemudian, Park memenangkan kasus lain yang dianggap sebagai kasus pelecehan seksual yang pertama kali terjadi di tempat kerja. Sebelum kasus itu muncul, pelecehan seksual di tempat kerja itu tidak dianggap ilegal.
Tuduhan pelecehan
Ketika mantan sekretaris Park mengaku sering dilecehkan, termasuk dikirimi foto-foto diri sekretaris itu dengan ”settingan tambahan”, banyak pihak yang tak percaya. Kini, dengan kematian Park, kepolisian menutup kasusnya dan tidak melanjutkan penyelidikan. Ini berarti, mantan sekretaris Park tidak memiliki kesempatan untuk membuktikan aduannya secara hukum.
Dengan bunuh diri, kata aktivis hak perempuan Yun Dan-woo, kehormatan Park tetap terjaga. Aduan korban pun kembali tak bisa dibuktikan, bahkan dipastikan tidak akan ada yang percaya dengan pengakuannya.
”Saya harap Anda tahu kalau Anda tidak sendirian,” kata anggota parlemen dari Partai Keadilan, Ryu Ho-jeong, yang memberikan dukungan kepada mantan sekretaris Park. (AFP)