Panasnya Perang Medsos Trump Vs Biden
Kampanye digital jadi salah satu keunggulan Trump. Kampanye digital ini memberi Trump kesempatan tetap terhubung dengan pendukungnya melalui berbagai platform. Namun, kubu Biden kini bekerja membangun pasukan medsosnya.
Empat bulan menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat, pertarungan antara presiden petahana Donald Trump (Republik) dan mantan Wakil Presiden Joe Biden (Demokrat) semakin mengeras. Adu urat saraf dan jorjoran dana di ranah dunia maya antara dua kubu itu tak terelakkan.
Bagi kubu Trump, memenangi ranah digital—antara lain melalui media sosial (medsos)—mutlak makin dibutuhkan. Apalagi, sejumlah jajak pendapat, fundamental politik, dan para pendukung utama menempatkan Trump saat ini dalam posisi tertekan. ”Peluang dia terpilih kembali, November nanti, tinggal 11 persen,” tulis The Economist, 2 Juli 2020.
Kesimpulan itu didasarkan pada permodelan sejumlah jajak pendapat. Hal itu juga didasarkan pada hasil analisis faktor fundamental politik, seperti kegagapannya menangani pandemi Covid-19, yang memicu para pemilih usia tua menjauhi Trump. Yang paling mendebarkan Trump adalah hengkangnya para pemilih warga kulit putih yang tak lulus perguruan tinggi—penentu kemenangannya di pilpres 2016—dari mendukung petahana.
Baca juga : Biden Unggul Jauh di Atas Trump di Sejumlah Jajak Pendapat
Dalam situasi seperti itu, wajar jika kubu Trump all out dalam ”perang medsos”. Di Facebook, Trump rata-rata mengunggah materi 14 kali sehari kepada 28 juta akun yang mengikuti akun kampanyenya. Bandingkan dengan rivalnya, Biden, yang hanya mengirim setengah dari kiriman Trump kepada 2 juta pengikutnya.
Di Twitter, jumlah pengikut (follower) Trump juga jauh lebih banyak dibandingkan pengikut Biden: 82,4 juta berbanding 6,4 juta pengikut. Biaya iklan yang dihabiskan Trump di Google dan Youtube lebih besar daripada Biden dengan perbandingan hampir 3 berbanding 1. Ini tidak mengherankan. Sudah bertahun-tahun Trump punya pasukan ”digital” yang membuat meme dan materi kampanye untuk medsos serta para pemengaruh (influencer) politik yang mencuit ulang (retweet) pesan kampanye ratusan kali setiap hari.
Di tengah berbagai hambatan yang merintangi langkah Trump agar terpilih lagi pada pemilu 3 November mendatang, kampanye digital menjadi salah satu keunggulannya. Kampanye digital ini memberi Trump kesempatan untuk tetap terhubung dengan para pendukungnya melalui berbagai platform. Pesan-pesan politiknya pun mengalir deras kepada pendukungnya di tengah kritik tajam soal penanganan pandemi, pengangguran, dan isu rasialisme.
Baca juga : Keterbelahan Publik AS Makin Mengeras, Isu Masker Pun Jadi Identitas Politik
Namun, saat ini, Biden dan timnya juga bekerja keras membangun pasukan medsosnya. Untuk pertama kalinya, pada bulan Juni lalu, pengeluaran iklan politik Biden di Facebook melebihi pengeluaran Trump. Bentuk kampanyenya adalah merekrut pendukung Instagram mengadakan penggalangan dana secara virtual.
Kubu Biden juga sedang mencari cara memobilisasi ratusan remaja di Tiktok yang memesan tiket kampanye Trump di Oklahoma, beberapa waktu lalu, dan membuat Trump kecele dengan penggelembungan peserta kampanye, yang sebenarnya tidak hadir di kampanye.
Beda taktik
Dalam perang medsos, Trump dan Biden menerapkan taktik yang sangat berbeda. Salah satu acara unggulan Trump di ranah digital itu adalah siaran langsung malam hari bertajuk "Team Trump Online!". Acara ini ditayangkan langsung melalui berbagai kanal medsos, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Twitch, platform streaming secara daring, dengan menampilkan, antara lain, orang-orang di sekeliling Trump, seperti menantunya, Lara Trump, dan Wakil Presiden Mike Pence.
Selain itu, Trump juga mencuit jauh lebih sering dan lebih intens dibanding Biden. Dari pantauan selama periode tujuh hari mulai 14 Juni lalu, misalnya, Trump mencuit lebih dari 160 kali di Twitter. Lebih dari 50 unggahan itu adalah cuitan ulang (retweet) berbagai akun pendukungnya, termasuk kelompok sayap kanan pembuat meme, US Army, laman-laman berita berhaluan konservatif, para kandidat anggota Kongres yang tak begitu dikenal, dan akun-akun anonim yang dalam beberapa kasus mempromosikan teori-teori konspirasi.
Baca juga: Lagi, AS Klaim Virus Korona Baru Berasal dari Laboratorium China
Dengan cara tersebut, Trump membuat para pendukung dan penggemarnya merasa terkoneksi dengan dirinya. "Tim Presiden Trump, mereka menceburkan diri dalam budaya media sosial, yang itu sebabnya mereka mengalami banyak masalah," kata Logan Cook, pembuat meme internet dari Kansas, yang meme buatannya kerap diunggah Trump melalui akun-akun medsosnya.
Cook memiliki akun Twitter dengan identitas @CarpeDonktum. Akun ini pekan lalu dibekukan secara permainan oleh Twitter terkait pelanggaran hak cipta. Meme-meme buatan Cook umumnya kontroversial. Ia pernah, misalnya, mengubah tayangan-tayangan video untuk mencemooh rival-rival politik Biden, termasuk Biden.
Tentu saja, para pengguna Twitter berbunga-bunga dan bangga setinggi langit saat cuitan mereka di-retweet oleh Trump, seorang Presiden AS, atau orang-orang lingkar terdekatnya, seperti Donald Trump Jr--anak Trump--yang memiliki lebih dari 5 juta pengikut (follower).
Hal ini berbeda dari cara Biden bermedsos. Dalam periode yang sama, selama tujuh hari mulai 14 Juni lalu, ia hanya mencuit kurang dari 60 kali. Akun Twitter Biden tak banyak mencuit ulang akun-akun terverifikasi dari orang-orang dekatnya, termasuk akun Presiden Barack Obama atau laman-laman berita yang sudah mapan. Semua video yang dicuitkan Biden dalam periode sepekan itu adalah video-video yang dibuat oleh tim kampanyenya sendiri.
Soal keterlibatan
Kubu Biden tidak menepis kenyataan bahwa mereka mungkin tertinggal dari kubu Trump dalam kiprah di medsos. Meski demikian, mereka menganggap bahwa mereka kuat dalam membangun keterlibatan dengan publik medsos.
"Cara mereka menangani pendukung hanyalah soal pengalihan. Soal bagaimana membuat pendukung itu agar marah," ujar Rob Flaherty, direktur digital tim kampanye Biden. "Bagi kami, (cara menangani pendukung) itu soal bagaimana kami bisa membuat Anda merasa seperti dilibatkan dalam kampanye."
Baca juga: Biden Unggul dalam Penggalangan Dana Kampanye Bulan Mei
Tim kampanye Biden membuat kelompok-kelompok pendukung di Facebook, menggelar acara-acara virtual di Instagram, dan bermitra dengan para pemengaruh (influencer) yang membuat unggahan-unggahan berisi dukungan pada kampanye Biden.
Salah satu kelompok pendukung Biden di Instagram beridentitas "Bake for Biden". Kelompok ini membuat roti dan mengirimkannya ke seluruh pelosok negeri sebagai imbalan donasi pada tim kampanye Biden. Menurut Domenic Venuto, seorang eksekutif marketing di Brooklyn, kelompok tersebut lahir sebagai respons kurang memadai dari tim kampanye Biden terhadap ejekan-ejekan dan teori-teori konspirasi yang dilontarkan kubu Trump.
Venuto mengatakan, strategi digital kampanye kelompok pendukung Biden tersebut adalah mengabaikan serangan-serangan Trump. "Mereka sangat bagus dalam mempromosikan nilai-nilai dan menghindari dari perangkap melakukan taktik-taktik yang sama (seperti dilakukan tim kampanye Trump," ujarnya.
Tak semata angka
Menurut guru besar retorika politik dari Texas A&M University, Jennifer Mercieca, efektivitas pesan kampanye tidak semata dilihat dari angka. ”Jika ingin membandingkan data perhatian dan keterlibatan, sepertinya Trump sangat unggul atas Biden. Tetapi, perhatian itu dan kemarahan tak selalu baik,” kata Mercieca.
”Ketika seorang anak mengamuk, kita akan memberinya perhatian, tetapi bukan karena kita menyetujui perilaku dia.”
”Wakil Presiden Biden dan Trump memiliki tantangan yang sangat berbeda sekarang,” kata Tara McGowan, pendiri perusahaan digital Acronym sekaligus mantan direktur digital untuk Super PAC Priorities USA bagi kubu Demokrat selama kampanye pilpres 2016. ”Trump harus mempertahankan basis pendukungnya. Wakil Presiden Biden perlu mendefinisikan dan dalam banyak hal mengenalkan diri kepada pemilih pemula dan pendukung potensial.”
Apalagi, kini akses Trump pada corong digital mulai dibatasi. Twitter mulai memeriksa cuitan Trump yang dinilai menebar kabar bohong atau tuduhan tanpa fakta. Salah satu cuitan Trump yang diberi tanda peringatan oleh Twitter adalah cuitan klaim bahwa pemungutan suara melalui pos akan diwarnai kecurangan.
Baca juga: "Perang Baru" Trump Vs Twitter
Twitter juga memperingatkan para penggunanya ketika Trump mengunggah video hasil rekayasa dan menyembunyikan cuitan berisi ancaman untuk menembak para penjarah di Minneapolis.
Bulan lalu, platform pesan video Snapchat juga menyatakan akan membiarkan akun Trump aktif dan bisa dicari, tetapi akan berhenti menampilkan profilnya di platform itu. Untuk menekan pidato kebencian dan kekerasan, forum komentar daring Reddit menutup salah satu forum penggemar fanatik Trump, The_Donald. Pendek kata, kini Trump tak bisa seleluasa sebelumnya di medsos. (AP/REUTERS)
-------
Catatan:
Artikel ini telah mengalami penambahan dan perluasan uraian dari versi sebelumnya pada hari Selasa, 7 Juli 2020, pukul 12.00 WIB. Terima kasih -- Redaksi