Film Dokumenter Al Jazeera soal Imigran Ilegal Bikin Gusar Malaysia
Malayasia menilai substansi film dokumenter tentang penangkapan imigran ilegal yang ditayangkan stasiun televisi Al Jazeera telah merusak citra pemerintah negara itu.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
PUTRAJAYA, SELASA — Pemerintah Malaysia gusar dengan sebuah film dokumenter yang diproduksi stasiun televisi Al Jazeera. Fim itu menyoroti penangkapan dan perlakuan buruk terhadap para imigran ilegal pada Mei lalu di Malaysia di tengah pandemi Covid-19.
Malaysia mengecam isi film itu dan menilainya tetelah memberikan gambaran yang tidak akurat sehingga merusak citra mereka. Kepolisian Malaysia membuka penyelidikan dan telah meminta keterangan kepada beberapa orang yang diketahui turut memproduksi film tersebut.
Kepala Kepolisian Malaysia Jenderal Abdul Hamid Bador, Selasa (7/7/2020), mengatakan, polisi menyelidiki proses film dokumenter tersebut setelah ada pihak yang mengadukan substansi yang diangkat di dalam produk jurnalistik itu.
Jurnalis Al Jazeera yang bertugas di Malaysia akan dimintai keterangannya terkait proses pembuatan dan substansi film tersebut. Polisi akan memeriksa laporan jurnalistik yang ditayangkan Al Jazeera itu apakah mengandung unsur-unsur penghasutan dan pelanggaran lainnya yang tidak sesuai kaidah hukum Malaysia.
”Kami akan segera memanggil mereka untuk diinterogasi. Kami akan memutuskan untuk menerapkan sangkaan apa setelah kami menanyai mereka,” kata Abdul Hamid.
Kepolisian Malaysia membuka penyelidikan atas film dokumenter tersebut setelah Departemen Imigrasi Malaysia mempermasalahkan substansi film. Wakil Direktur Departemen Investigasi Kriminal Kepolisian Malaysia Mior Faridalathrash Wahid membenarkan informasi soal pengaduan tersebut kepada Reuters melalui layanan pesan singkat.
Pada pekan lalu, stasiun televisi yang berbasis di Doha, Qatar, itu menayangkan film dokumenter berdurasi 25 menit berjudul Locked Up in Malaysia\'s Lockdown.
Film dokumenter yang ditayangkan dalam program 101 East Al Jazeera itu menceritakan nasib para imigran ilegal yang ditangkap dan diperlakukan layaknya penjahat ketika polisi dan pihak berwenang memborgol mereka. Mereka kemudian digiring ke sebuah rumah detensi untuk didata dan diverifikasi kelengkapan dokumennya serta diperiksa kesehatannya.
Film dokumenter yang disiarkan pada Minggu lalu itu memicu reaksi keras dari berbagai pihak, terutama para pejabat Malaysia. Mereka mengecam film itu sebagai laporan jurnalistik yang tidak akurat, menyesatkan, dan tidak adil.
Menteri Pertahanan Ismail Sabri Yaakob salah satu pejabat yang mengecam penayangan film tersebut. Dia meminta Al Jazeera untuk meminta maaf kepada warga Malaysia dan mengatakan tuduhan rasisme dan diskriminasi terhadap migran tidak berdokumen sebagai hal yang tidak benar.
Otoritas Malaysia membela diri bahwa penangkapan dan penahanan terhadap warga Rohingya itu dilakukan dalam rangka menegakkan aturan dan mencegah penyebarluasan Covid-19 di Malaysia. Sementara para pegiat hak asasi manusia menilai, penempatan imigran ilegal ke rumah-rumah detensi imigran Malaysi justru dapat meningkatkan risiko penularan.
Dikutip dari kantor berita Bernama, polisi telah mengenali beberapa orang yang membantu proses pembuatan film dokumenter tersebut dan akan memanggil mereka untuk dimintai keterangan.
Kepolisian Bukit Aman mengatakan, tidak ada pihak yang bisa lepas dari jerat hukum bila tindakan mereka dinilai merusak citra pemerintah dan negara.
Sementara hingga saat ini, Al Jazeera belum mengeluarkan pernyataan terkait adanya penyelidikan atas produk jurnalistik mereka.
Penyelidikan terhadap film dokumenter produksi Al Jazeera menguatkan kekhawatiran semakin memburuknyaa kebebasan berekspresi di Malaysia. Penyelidikan ini adalah yang terbaru dari serangkaian tindakan keras terhadap wartawan dan aktivis.
Para pegiat HAM dan aktivis demokrasi menilai langkah tersebut sebagai pembungkaman atas kebebasan berpendapat atas mereka yang berbeda pendapat dengan pemerintah.
Salah satu portal berita independen terkemuka di negara itu, Malaysiakini.com, menghadapi kasus dugaan penghinaan terhadap badan peradilan terkait komentar salah satu pembaca atas pemberitaan yang dibuat oleh media ini. Malaysiakini.com membantah telah berbuat salah dan menyatakan media tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas komentar pembaca.
Pada Mei lalu, seorang jurnalis media South China Morning Post yang berbasis di Hong Kong juga diinterogasi polisi karena memberitakan penangkapan para migran oleh polisi Malaysia. (AFP/REUTERS)