Bencana tanah longsor di kawasan tambang batu giok di Hpakant, Myanmar, menyebabkan setidaknya 162 petambang tewas. Korban diperkirakan bertambah.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
YANGON, KAMIS — Hingga berita ini ditulis, setidaknya 162 petambang batu giok tewas dalam bencana longsor di Hpakant, Myanmar utara. Bencana longsor terjadi setelah hujan deras di Negara Bagian Kachin yang berbatasan dengan China. Para petambang itu sebelumnya disebutkan sudah diperingatkan agar tidak bekerja di tambang saat hujan.
Kepolisian Kachin, Kamis (2/7/2020), mengatakan, tim penyelamat sepanjang pagi berusaha mencari jasad korban yang tertimbun lumpur sungai. Khin Maung Myint, anggota parlemen dari Hpakant, sebelumnya, mengatakan, selain petambang yang tewas, 54 orang lainnya terluka dan telah dievakuasi ke rumah sakit.
Proses pencarian sempat dihentikan karena hujan deras. Para petambang yang tewas digulung longsoran itu sedang mencari batu giok di daerah pegunungan di kota Hpakant. Lokasi itu kerap menjadi tempat penggalian tambang hingga tanahnya rawan longsor. Kepolisian mengatakan, jumlah korban bisa lebih banyak jika saja otoritas tidak memperingatkan warga agar menjauhi tambang sehari sebelumnya.
Setiap tahun banyak petambang yang tewas saat sedang bekerja di industri batu giok yang menguntungkan, tetapi tidak diatur dengan aturan jelas oleh pemerintah. Dalam industri itu, banyak pekerja migran berupah rendah bekerja mengikis batu giok sebelum dijual ke China. Di sisi lain, tambang batu giok yang terbuka menjadi penanda bentang pegunungan Hpakant yang terpencil, tetapi indah.
Bencana longsor pun bukan pertama kali ini terjadi, melainkan sering, apalagi saat musim hujan. Petambang yang bekerja biasanya datang dari masyarakat miskin yang mencoba mengais sisa-sisa tambang yang sudah digali sebelumnya oleh perusahaan-perusahaan besar. Pada November 2015 juga pernah terjadi kecelakaan tambang pada 113 petambang. Kecelakaan tersebut disebut sebagai kecelakaan tambang terburuk yang pernah terjadi di Myanmar. Tahun lalu juga terjadi longsor yang menewaskan 50 petambang.
Permintaan tinggi
Myanmar merupakan salah satu negara penghasil batu giok terbesar di dunia dan permintaan yang tinggi selalu datang dari negara tetangganya, China. Keberadaan tambang-tambang ini dirahasiakan. Ada dugaan bahwa mantan tokoh junta militer, elite militer, dan kroni mereka yang menjadi operator tambang.
Menurut kajian Global Witness, sebuah lembaga berbasis di London, Inggris, yang meneliti penyalahgunaan pendapatan dari sumber daya alam, pada tahun 2014, industri tambang batu giok di Myanmar diperkirakan menghasilkan batuan giok bernilai 31 miliar dollar AS. Menurut Global Witness—dalam laporan yang dirilis pada 2015 itu—sebagian besar dari perolehan tersebut mengalir ke kantong-kantong individu dan perusahaan yang terkait dengan mantan penguasa militer Myanmar.
Diduga sumber daya alam Myanmar yang melimpah, seperti batu giok, kayu, dan emas, digunakan untuk membiayai perang saudara selama puluhan tahun antara kelompok pemberontak etnis Kachin dan militer. Peperangan terjadi karena saling berebut untuk menguasai tambang dan keuntungan dari hasil tambang. Warga sipil pun menjadi korban karena terjebak di tengah-tengah konflik itu.
Pemerintahan Aung San Suu Kyi pada tahun 2016 pernah berjanji akan membereskan urusan tambang ini.