Melawan Pandemi, Kapasitas Pelayanan Kesehatan Harus Ditingkatkan
Negara-negara di Asia Timur seperti China, Jepang, dan Korea Selatan dinilai berhasil dalam mengendalikan pandemi Covid-19. Mereka memiliki cara masing-masing dalam merespons pandemi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di setiap negara berbeda-beda. Begitu juga dengan kemampuan setiap negara di dunia menghadapinya. Strategi jangka panjang yang penting dilakukan dalam menghadapi pandemi adalah meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan.
Demikian benang merah webinar yang bertajuk ”Managing Covid-19 Pandemic - Experiences & Best Practices of China, Japan and the Republic of Korea” yang diadakan oleh Komisi Sosial dan Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP) Kantor Asia Timur dan Timur Laut dan Sekretariat Kerja Sama Trilateral, Kamis (2/7/2020).
Selain menghadirkan tiga pakar kesehatan yang berperan penting dalam pandemi Covid-19 di China, Jepang, dan Korea Selatan, hadir juga Takeshi Kasai, Direktur WHO Regional Pasifik Barat (WHO-WPRO).
Adapun ketiga pakar dimaksud adalah Zunyou Wu, Kepala Epidemiologi di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China; Prof Hitoshi Oshitani, anggota panel penasihat Covid-19 untuk Pemerintah Jepang dari Tohoku University; dan Hyukmin Lee, guru besar di Yonsei University sekaligus anggota Komite Pengendalian Penyakit Menular di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan.
Kasai mengatakan, berbagai intervensi dilakukan negara untuk mengendalikan Covid-19, mulai dari menutup sekolah, kantor, dan tempat rekreasi; membatasi perjalanan; hingga melarang kerumunan. ”Bermacam intervensi dilakukan karena tidak tahu mana yang efektif,” ujarnya.
Walau demikian, dalam perjuangan jangka panjang mengendalikan pandemi, ujar Kasai, kapasitas pelayanan kesehatan harus ditingkatkan. Selain itu, setiap individu harus dengan sadar menjaga kesehatan dirinya dan orang di sekitarnya.
Sementara itu, Prof Oshitani menyampaikan, keberhasilan Jepang mengendalikan pandemi tidak bisa dilepaskan dari sistem kesehatan di Jepang yang mudah diakses oleh setiap warga negara.
Di samping itu, kunci keberhasilan Jepang lainnya adalah pendekatan berbasis kluster untuk memutus penyebaran virus korona. Pendekatan ini dilakukan dengan menelusuri kontak pasien positif baik secara prospektif maupun retrospektif.
Dari pendekatan itu, pemerintah Jepang kemudian menyebarluaskan kampanye publik agar warga menghindari tiga hal, yaitu tempat tertutup, kerumunan, dan kontak erat.
Wu menyatakan bahwa China telah merespons cepat wabah Covid-19 sejak kemunculannya akhir 2019 di kota Wuhan, Provinsi Hubei. Tidak sampai dua minggu setelah kasus awal pneumonia dilaporkan, China telah bisa mengidentifikasi virus penyebab penyakit itu, mengetahui sumber awal wabah di Pasar Huanan, termasuk menyebarluaskan informasi ini kepada dunia dan WHO.
Wu mengakui bahwa pada Januari 2020 rumah sakit sempat kewalahan menampung warga yang terinfeksi ataupun yang akan menjalani pemeriksaan. Oleh karena itu, salah satu jalan keluar yang diambil waktu itu adalah mendirikan rumah sakit penampungan sementara Fangcang untuk menampung pasien dengan kondisi infeksi virus korona yang ringan hingga sedang.
Di Korea Selatan, menurut Lee, sistem dan kapasitas diagnosis penyakit dan perawatan menjadi salah satu kelebihan ”Negeri Ginseng” itu dalam merespons pandemi. Tes yang masif harus dilakukan sejak awal sebelum mencapai titik tertentu di saat jumlah kasus penyakit sudah sangat tinggi sehingga pilihan yang dinilai efektif adalah karantina wilayah.
Lee menyadari bahwa kapasitas setiap negara memproduksi alat tes dan melakukan tes sangat beragam. Untuk itulah, kerja sama yang erat pemerintah dengan swasta sejak awal pandemi sangat krusial. Saat ini, Korea Selatan mampu melakukan lebih dari 55.000 tes sehari.