AS dan Anggota ASEAN Kecam Latihan Militer Beijing di Laut China Selatan
Latihan militer China di Laut China Selatan, pekan ini, digelar setelah Amerika Serikat dan sekutunya menggelar sedikitnya tiga latihan perang di kawasan itu selama Juni 2020.
HANOI, JUMAT — Amerika Serikat dan dua negara anggota ASEAN, yakni Vietnam dan Filipina, Kamis (2/7/2020), mengecam pergelaran latihan militer China di perairan sengketa Laut China Selatan. Mereka memperingatkan, latihan bisa memicu ketegangan dan berdampak pada hubungan Beijing dengan tetangganya.
Hanoi dan Manila mengajukan protes karena Beijing mengerahkan militernya untuk latihan perang selama lima hari di perairan sengketa dekat Kepulauan Paracel, Laut China Selatan, mulai Rabu (1/7/2020) hingga Minggu (5/7).
Latihan digelar setelah Amerika Serikat (AS) dan sekutunya menggelar sedikitnya tiga latihan perang di Laut China Selatan selama Juni 2020.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan, latihan militer China itu ”sangat provokatif”. Sementara Kementerian Luar Negeri Vietnam menyebut, latihan itu melanggar kedaulatan mereka dan dapat ”merusak” hubungan Beijing dengan negara-negara ASEAN.
Baca juga: ASEAN Lebih Bergigi soal Laut China Selatan
Meskipun Filipina tidak memiliki klaim atas Kepulauan Paracel, Lorenzana mengatakan, langkah China menggelar latihan militer di luar wilayah perairannya sendiri tidak dapat diterima. ”Itu sangat memprihatinkan, amat mengkhawatirkan,” katanya di Manila.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Le Thi Thu Hang mengatakan, Hanoi telah mengirim nota protes kepada Beijing karena latihan militer China itu ilegal. Hanoi mendesak Beijing tidak mengulangi perilaku buruk itu.
”Latihan militer ilegal China di Kepulauan Paracel melanggar kedaulatan Vietnam, menyulitkan perundingan China-ASEAN (tentang) panduan perilaku para pihak (CoC) di Laut China Selatan, serta berdampak pada perdamaian,” ujarnya, Kamis (2/7), di Hanoi.
Washington melalui Kementerian Pertahanan AS menuduh China melakukan militerisasi Laut China Selatan. China juga dituding berusaha mengintimidasi negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
China mengklaim 90 persen dari Laut China Selatan yang berpotensi kaya energi itu. Namun, Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga memiliki klaim atas bagian-bagian mereka di perairan jalur perdangan internasional bernilai sekitar 3 triliun dollar AS atau setara Rp 43.605 triliun (kurs Rp 14.500) itu.
China menggelar latihan perang selama lima hari sejak Rabu (1/7) hingga Minggu (5/7). Kapal perang dan pesawat intai sudah terlihat di pulau-pulau hasil reklamasi China di Laut China Selatan.
Baca juga: Laut China Selatan Tak Otomatis Milik China
Latihan itu diumumkan pada Minggu (28/6/2020) oleh Badan Keselamatan Maritim (MSA) Hainan, provinsi yang membawahkan pulau-pulau yang diklaim China di Laut China Selatan.
Selama latihan, MSA Hainan melarang kapal-kapal mendekati perairan yang menjadi lokasi operasi. Sejumlah media China, seperti CGTN, People Daily, dan Global Times, memberitakan latihan itu.
Pengumuman China disampaikan bersamaan dengan dimulainya latihan perang yang melibatkan dua gugus tempur AS di Laut Filipina yang bersisian dengan Laut China Selatan.
Dalam pernyataan resmi Armada ke-7 AS, latihan itu dinyatakan untuk menunjukkan kesiapsiagaan pasukan AS dalam bertempur di mana saja. AS mengerahkan dua kapal induk dan sejumlah kapal perang yang lebih kecil dalam latihan itu.
Latihan perang AS dimulai tetap setelah para pemimpin ASEAN mengeluarkan pernyataan yang antara lain meminta tidak ada militerisasi Laut China Selatan. Latihan awal pekan ini bukan satu-satunya operasi AS di kawasan.
Pekan lalu, AS bersama Jepang dan Singapura menggelar latihan di Laut China Selatan. Kapal-kapal latihan itu beroperasi di dekat perairan dan karang yang menjadi pusat sengketa di Laut China Selatan.
Selanjutnya, pada 30 Juni 2020, AS mengerahkan kapal tempur pesisir, USS Gabrielle Giffords, untuk beroperasi di Laut China Selatan. Kapal itu juga terlibat dalam latihan bersama Jepang pekan lalu.
Baca juga: Menjaga Hak Berdaulat dengan Diplomasi Surat dalam Konflik Laut China Selatan
Sebelumnya lagi, Australia bergabung dengan AS dalam latihan perang laut di Laut China Selatan.
”Sejumlah negara di luar kawasan terus mengirim kapal perang dan pesawat tempur untuk menunjukkan kekuatan militer mereka. Terus-menerus memancing China dan ASEAN dan secara sengaja melemahkan stabilitas. Perilaku yang ceroboh,” kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi, sebagaimana dikutip Global Times.
Perundingan CoC
Ia juga mengatakan, perundingan soal CoC Laut China Selatan terus berjalan. Beijing yakin akan ada kesepakatan dari perundingan itu dan tidak akan terganggu oleh pihak lain.
”China akan terus meningkatkan koordinasi dengan ASEAN, melanjutkan pembahasan CoC yang tertunda karena pandemi, dan mencari cara baru kerja sama maritim,” ujarnya.
ASEAN dan China telah menyepakati satu naskah rancangan CoC untuk dibahas. Pembahasan pertama telah selesai.
”Seharusnya tahun ini memasuki pembacaan (pembahasan) kedua CoC. Karena pandemi, pembacaan belum bisa dilakukan,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Tavares.
Baca juga: Laut China Selatan Bergolak Saat Pandemi
Pembahasan tersebut, kata Jose, tidak bisa dilakukan secara virtual seperti pertemuan-pertemuan lain. Pembahasan itu harus dilakukan dalam pertemuan langsung. Dalam situasi pandemi, pertemuan tersebut belum bisa dilakukan.
Wakil Menlu Vietnam Nguyen Quoc Dung menyatakan, ASEAN-China akan melanjutkan pembahasan CoC yang disesuaikan dengan hukum internasional.
China sudah menyatakan persetujuan untuk melanjutkan pembahasan itu. Hanya saja, pandemi Covid-19 membuat para pihak belum bisa memastikan kapan perundingan bisa dimulai.
Pakar geopolitik di University of New South Wales, Carl Thayer, menyebut bahwa China diuntungkan dengan penundaan perundingan CoC. Sebab, Beijing bisa terus memaksakan kedaulayan di LCS selama pandemi dan menciptakan penguat klaim, seperti pembuatan dua pemerintah daerah untuk pulau-pulau buatannya di Laut China Selatan.
Beijing juga memberi nama baru untuk 80 karang dan pulau buatan di Laut China Selatan serta menghalangi upaya Malaysia mencari sumur minyak baru di Laut China Selatan.
”Dengan kata lain, China tidak menahan diri dan malah memanfaatkan Covid-19 untuk memperkuat posisinya sembari mencoba memanfaatkan keuntungan di perundingan,” ujarnya kepada Hanoi Times.
Belum ada tanggapan resmi dari Beijing terkait latihan militer terbaru di sekitar Kepulauan Paracel itu. Namun, dalam berbagai kesempatan terkait latihan militer China sebelumnya di Laut China Selatan, Beijing juga mengecam latihan militer yang dilakukan AS dan sekutunya di kawasan itu.
China mengklaim Laut China Selatan sebagai perairannya beradasarkan sembilan garis putus-putus (nine dash line), sembilan garis imaginer yang menjadi dasar bagi China untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan.
Namun, ASEAN sudah menegaskan sikapnya untuk tidak menerima klaim sepihak itu dan tetap berpedoman pada United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) 1982, yang sering disebut Konvensi PBB tentang Hukum Laut. (AFP/REUTERS/AP)