Uji Klinis Bakal Vaksin Covid-19 di Jerman dan AS Beri Hasil yang Menjanjikan
Calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan dua perusahaan asal Jerman dan AS, BioNTech dan Pfizer, telah menunjukkan hasil yang bagus. Calon vaksin ini merupakan adalah satu dari 17 vaksin yang diuji di seluruh dunia.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·6 menit baca
FRANKFURT, KAMIS — Sebuah vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech, dan perusahaan raksasa farmasi AS, Pfizer, telah menunjukkan potensi yang bagus serta ditoleransi dengan baik oleh tubuh manusia dalam uji klinis tahap awal. Vaksin ini merupakan salah satu dari 17 vaksin yang tengah diuji di seluruh dunia di tengah terus bertambahnya kasus penularan Covid-19 dan korban meninggal.
Lebih dari 10,5 juta warga di seluruh dunia terinfeksi Covid-19. Pandemi ini telah menewaskan lebih dari 500.000 orang di seluruh dunia. Manajemen BioNTech, Rabu (1/7/2020), mengatakan adanya potensi bagus dalam uji klinis tersebut merupakan hasil pengujian dua dosis obat BNT162b1 yang diberikan kepada 24 sukarelawan yang sehat.
Uji klinis vaksin yang dikembangkan BioNTech dan Pfizer merupakan hasil uji klinis vaksin Covid-19 tahap awal yang keempat. Uji klinis itu memberikan hasil yang cukup menjanjikan. Proyek serupa juga dikembangkan perusahaan-perusahaan lain, seperti Moderna, CanSino Biologics, dan Inovio Pharmaceuticals.
BioNTech mengungkapkan, dari pengujian dua dosis obat BNT162b1 pada 24 sukarelawan, diketahui bahwa setelah 28 hari, para sukarelawan itu mengembangkan tingkat antibodi Covid-19 yang lebih tinggi daripada tingkat antibodi yang biasanya terlihat pada orang yang terinfeksi. Dalam pengujian tersebut, lebih dari dua dosis—kedua dosis itu diberikan melalui dua suntikan dalam waktu jarak tiga pekan antara satu sama lain—pemberian obat diikuti oleh demam pendek pada tiga dari empat sukarelawan, khususnya setelah suntikan kedua diberikan.
Dosis ketiga tidak diberikan setelah suntikan pertama karena ditemukan keluhan nyeri pascainjeksi. Dosis ketiga diuji dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada kelompok terpisah. Salah satu dari dua pendiri dan CEO BioNTech, Ugur Sahin, mengatakan bahwa uji coba lebih besar sedang dipersiapkan untuk menunjukkan apakah efek dari vaksin itu memberikan perlindungan nyata pada tubuh manusia dari Covid-19.
”Hasil uji coba pertama ini menunjukkan bahwa vaksin menghasilkan aktivitas kekebalan dan menyebabkan respons kekebalan yang kuat,” kata Sahin, Rabu.
Setelah muncul laporan uji klinis tersebut, harga saham BioNTech di pasar modal naik sekitar 8 persen. Sebelumnya, harga saham perusahaan itu naik sebanyak 19 persen, level tertinggi dalam lebih dari tiga bulan. Saham Pfizer juga naik 4,4 persen ke level 34,13 dollar AS per saham.
Masih butuh waktu
Analis perusahaan Bernstein mengatakan, kesan awal mereka adalah bahwa data uji coba itu solid. Namun, diberikan catatan bahwa pihak Bernstein tidak memperkirakan kelompok awal vaksin yang tengah diuji saat ini dapat menjadi semacam senjata jitu dalam memberikan perlindungan menyeluruh bagi manusia.
Hal senada diungkapkan analis sebuah perusahaan sekuritas, Mizuho Securities. ”Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Namun, kami percaya manfaatnya tampaknya lebih besar daripada risikonya sejauh ini, terutama ketika mempertimbangkan penyakit yang coba dicegah oleh vaksin,” kata analis Mizuho Securities, Divan Vamil, dalam sebuah catatan terhadap klien.
Hingga saat ini memang belum ada vaksin Covid-19 yang disetujui untuk tujuan penggunaan komersial. Sebuah analisis Institut Teknologi Massachusetts pada tahun lalu menemukan bahwa sekitar satu dari tiga vaksin pada tahap pertama pengujian telah mendapatkan persetujuan. BioNTech, yang terdaftar di indeks saham NASDAQ, Amerika Serikat, pada Oktober tahun lalu juga mengatakan, data menunjukkan bahwa BNT162b1 dapat diberikan dalam dosis yang dapat ditoleransi dengan baik dengan hanya memiliki efek samping sementara.
Uji coba vaksin tahap awal pada manusia dirancang untuk mengukur antibodi tertentu dan penanda kekebalan lain dalam darah. Hal itu sebagai indikator kesiapan tubuh untuk melawan infeksi, yang kemudian membutuhkan validasi lebih lanjut. Industri farmasi ingin terus menggelar percobaan tindak lanjut yang lebih besar untuk melihat bagaimana reaksi tubuh sukarelawan yang divaksinasi dalam melawan infeksi untuk periode yang lebih lama.
Bank investasi, SVB Leerink, mengatakan bahwa studi yang lebih besar diperlukan untuk persetujuan dan adopsi vaksin. Waktu untuk persetujuan akan tergantung pada uji coba dan hasilnya. Proses itu diperkirakan masih membutuhkan beberapa waktu untuk mencapai tahap selanjutnya dan tahap final.
BioNTech dan Pfizer saat ini akan memilih hal yang paling menjanjikan dari empat vaksin eksperimen untuk percobaan selanjutnya. Hal itu bakal melibatkan hingga 30.000 peserta yang sehat. Uji klinis ini kemungkinan akan dimulai di AS dan Eropa pada akhir Juli, khususnya jika mendapat lampu hijau oleh peraturan setempat.
Setelah mendapat persetujuan untuk memasarkan, dua perusahaan tersebut siap memproduksi hingga 100 juta dosis pada akhir tahun 2020, dan 1,2 miliar dosis lainnya pada akhir 2021 dengan lokasi produksi di Jerman dan AS.
Sementara itu, hasil dari pengujian tahap awal dari tiga vaksin potensial BioNTech lainnya belum dipublikasikan. Naskah data awal dari hasil uji klinis pada April dan Mei lalu sedang dalam diulas sebelum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, kata BioNTech. Perusahaan yang berbasis di Mainz, Jerman, itu menggunakan pendekatan yang disebut messenger RNA, seperti halnya saingan domestik yang dikembangkan CureVac dan Moderna.
Pihak Translate Bio dan mitranya, Sanofi, juga mengerjakan vaksin messenger RNA untuk Covid-19. Saham utama BioNTech dimiliki investor bioteknologi Thomas dan Andreas Struengmann. Mereka adalah pihak yang menjual bisnis obat generik Hexal kepada Novartis pada 2005.
Uji coba di Brasil
Secara terpisah, vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac asal China akan diuji di Brasil oleh 12 pusat penelitian di enam negara bagian di Brasil. Hal itu dinyatakan Gubernur Negara Bagian Sao Paulo Joao Doria. Namun, uji coba itu masih menunggu persetujuan badan kewaspadaan kesehatan lokal, Anvisa.
Selain memberikan lampu hijau pengujian pada Sinovac, Brasil juga menguji potensi vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi AstraZeneca dengan para peneliti di Universitas Oxford.
Studi tersebut—pertama kali diumumkan pada 11 Juni lalu—dipimpin oleh Instituto Butantan, sebuah pusat penelitian yang didanai oleh Negara Bagian Sao Paulo. Perjanjian dengan Sinovac tidak hanya mencakup percobaan, tetapi juga pemindahan teknologi untuk memproduksi vaksin Covid-19 secara lokal. ”Sebanyak 12 pusat penelitian yang akan melakukan uji coba untuk vaksin Covid-19 telah dipilih di sini di Brasil,” kata Doria dalam sebuah konferensi pers.
Ia menambahkan, selain Sao Paulo, tes dengan melibatkan total 9.000 sukarelawan juga akan dilakukan di Brasilia, Rio de Janeiro, Minas Gerais, Rio Grande do Sul, dan Parana. Menurut Dimas Covas, Direktur Instituto Butantan, vaksin potensial Sinovac adalah salah satu studi yang paling menjanjikan untuk memerangi Covid-19. Hasil uji klinisnya diharapkan keluar pada akhir tahun ini.
Otoritas Anvisa mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tim teknisnya melakukan kontak dengan Butantan dan Sinovac. Disebutkan pula bahwa analisisnya berada pada tahap lanjut dan diharapkan akan segera selesai. ”Masalahnya adalah menerima prioritas utama serta semua studi dan produk yang terkait dengan uapa memerangi Covid-19,” demikian pernyataan Anvisa.