Pemilu Parlemen Jadi Ujian Demokrasi Pemerintahan Sipil Suu Kyi
Myanmar menjadwalkan pelaksanaan pemilu parlemen pada November 2020 dan itu akan akan menjadi ujian bagi demokrasi pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
NAYPYIDAW, KAMIS — Komisi Pemilihan Umum Myanmar mengumumkan rencana pergelaran pemilihan umum pada 8 November 2020. Pemilu pertama di era pemerintahan sipil ini menjadi ujian besar bagi pemerintahan demokratis Myanmar yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Pemilu terakhir Myanmar digelar pada 2015. Pemilu tersebut mengantarkan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) yang dipimpin Aung San Suu Kyi ke tampuk kekuasaan setelah lebih dari lima dekade negara dikuasai junta militer.
Aljazeera, mengutip penjelasan KPU Myanmar, Kamis (2/7/2020), melaporkan, pemilu akan digelar pada 8 November 2020. Hari sebelumnya, Ketua KPU Myanmar Hla Thein, melalui siaran radio dan televisi milik pemerintah, menyatakan, pemilu kali ini adalah pemilu multipartai untuk parlemen.
Harian The Myanmar Times mengatakan, seluruhnya 1.171 kursi parlemen nasional, negara bagian, dan regional akan diperebutkan. Pemungutan suara akan berlangsung di semua kota di Myanmar, tanpa terkecuali di daerah yang dianggap sebagai zona konflik dan juga daerah otonom.
KPU mengumumkan, lebih dari 37 juta calon pemilih akan memberikan suara pada pemilu parlemen nanti. Pada pemilihan ini, jumlah partai meningkat dibandingkan tahun 2015, yakni dari 73 partai menjadi 97 partai.
Pemilu pertama di era pemerintahan sipil dinilai sebagai ujian bagi pemerintahan demokratis pertama dalam setengah abad terakhir. Partai NLD pimpinan Suu Kyi—peraih Hadiah Nobel Perdamaian pada 1991—itu memenangi pemilu pertama pada tahun 2015 dan mengakhiri pemerintahan junta militer.
Monywa Aung Shin, anggota senior NLD yang juga merupakan editor jurnal partai, mengatakan, partai itu akan bersaing di semua daerah pemilihan di Myanmar dan sedang mengembangkan daftar kandidatnya.
”Sama seperti tahun 2015, kami percaya bahwa kami akan menang besar pada pemilu kali ini,” katanya.
Pada Pemilu 2015, Suu Kyi, yang bertahun-tahun menjadi tahanan politik junta militer Myanmar, menang besar. Pemilu pertama ini menurut para pengamat politik sebagai salah satu pemilu yang bebas di negara itu.
NLD, melalui aliansi taktis dengan partai etnis minoritas, memiliki keinginan yang sama, yaitu untuk menyingkirkan militer dari tampuk kekuasaan.
Suu Kyi sejauh ini dinilai masih tetap menjadi politisi paling populer di negara itu. Namun, kegagalan pemerintahannya untuk memberikan rasa aman bagi perkembangan demokrasi dan juga memberi kelompok etnis minoritas sebuah otonomi khusus menggerus popularitasnya.
Dia juga dikecam dunia internasional karena pemerintahan partainya mengizinkan pasukan keamanan melakukan pelanggaran terhadap minoritas Muslim Rohingya yang bermukim di Negara Bagian Rakhine, dan mendorong mereka mengungsi ke negara lain, mulai dari Bangladesh hingga Indonesia.
Suu Kyi juga sempat hadir di Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, dan memberikan pembelaan atas tindakan militer Myanmar yang diduga melakukan pemerkosaan, pembakaran, dan pembunuhan massal dalam kampanye, yang menurut kelompok hak asasi manusia sama dengan genosida.
Hambatan lain untuk Suu Kyi dan partainya adalah pengaruh militer yang masih sangat kuat di parlemen dan kehidupan masyarakat.
Meskipun Myanmar memiliki mekanisme pemilihan, berkat Piagam Konstitusi 2008, militer masih mendapat jatah 25 persen kursi parlemen dari total 664 kursi. Piagam tersebut juga memberikan mereka hak veto atas setiap perubahan pada piagam.
Richard Horsey, analis lembaga International Crisis Group, mengatakan, ada ketidakpuasan terhadap Suu Kyi dan partainya dalam menjalankan pemerintahan. Ketidakpuasan menurut Horsey terutama dari kalangan pemilih etnis minoritas.
”Tapi, Suu Kyi tetap sangat populer. Sulit untuk melihat hasil apa pun selain kemenangan besar NLD,” katanya.
Seorang analis politik yang tinggal di Myanmar, Dr Yan Myo Thein, dikutip dari The Irrawady, mengatakan, para pihak harus memperhatikan langkah cepat di internal militer Myanmar. Beberapa pergeseran posisi dinilai Thein sebagai sebuah langkah konsolidasi menghadapi Pemilu 2020. (AP/AFP/REUTERS/CAL)