Produksi OPEC Terendah Dua Dekade, Ekonomi Teluk Makin Tertekan
Produksi minyak negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak pada bulan Juni mencapai level terendah dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Pemotongan produksi minyak terbesar dilakukan Arab Saudi.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, SELASA — Produksi minyak negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada bulan Juni mencapai level terendah dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Pemotongan produksi minyak terbesar dilakukan Arab Saudi dan sejumlah negara Timur Tengah lainnya. Kelindan rendahnya harga minyak akibat penurunan permintaan selama pandemi Covid-19 diperkirakan semakin menekan ekonomi negara-negara di sekitar Teluk Persia.
Survei yang digelar Reuters menunjukkan sebanyak 13 anggota OPEC memompa minyak rata-rata 22,62 juta barel per hari (bph) pada Juni. Dari sisi volume, terjadi penurunan rata-rata 1,92 juta bph dari angka revisi Mei. Pemotongan produksi oleh Arab Saudi dan sejumlah negara lain di kawasan Teluk mendorong kepatuhan sejumlah negara OPEC lain terkait kesepakatan pemotongan produksi.
Saudi memproduksi minyak sebesar 7,55 juta bph sepanjang Juni, atau hampir 1 juta bph di bawah kuota OPEC dan negara-negara eksportir lain (OPEC+). Volume itu adalah yang terendah sejak tahun 2002. Sejumlah sumber dalam survei itu mengungkapkan Uni Emirat Arab dan Kuwait juga secara sukarela menambah volume produksi minyak yang dipotong di luar kesepakatan mereka di OPEC+.
OPEC dan sekutu-sekutunya pada bulan April menyetujui pengurangan produksi untuk mengimbangi penurunan permintaan yang dipicu krisis akibat pandemi Covid-19. Pelonggaran pembatasan dan pasokan yang lebih rendah telah membantu mendorong kenaikan harga minyak di atas 40 dollar AS per barel. Harga minyak menyentuh level terendahnya dalam kurun waktu 21 tahun pada April lalu, yakni 16 dollar AS per barel.
”Permintaan diperkirakan akan meningkat pada paruh kedua tahun ini dan ada konsensus umum bahwa kelompok OPEC+ akan memenuhi harapan dan akan mencapai kepatuhan yang tinggi pada Juni dan Juli,” kata Tamas Varga dari broker minyak PVM. OPEC+ sepakat untuk memangkas 9,7 juta bph atau 10 persen dari total produksi harian global mulai 1 Mei. Bagian OPEC adalah 6,084 juta bph. Sepanjang Juni negara-negara OPEC memproduksi 6,523 juta bph dari pengurangan yang dijanjikan.
Tekanan ekonomi
Harga minyak yang rendah serta pandemi Covid-19 diperkirakan bakal menghantui perekonomian negara-negara Teluk. Seorang pejabat tinggi Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (30/6/2020) menyatakan ekonomi negara-negara Teluk dapat terkontraksi 7,6 persen, penurunan terdalam dalam beberapa dekade. Proyeksi baru enam negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) bahkan lebih buruk daripada kontraksi 2,7 persen yang diperkirakan IMF dua bulan lalu.
Harga minyak yang rendah serta kondisi pandemi Covid-19 diperkirakan bakal menghantui perekonomian negara-negara Teluk. Seorang pejabat tinggi Dana Moneter Internasional (IMF) pada Selasa (30/6/2020) menyatakan ekonomi negara-negara Teluk dapat terkontraksi 7,6 persen, penurunan terdalam dalam beberapa dekade.
Jihad Azour, Direktur IMF di Timur Tengah dan Departemen Asia Tengah, menyatakan, pendapatan minyak negara-negara GCC diperkirakan turun 200 miliar dollar AS pada tahun 2020. ”Sektor minyak akan menyusut tajam sekitar 7,0 persen dan itu akan disertai dengan penurunan di sektor non-minyak juga,” katanya dalam sebuah webinar tentang prospek pemulihan pasca-Covid-19 di wilayah tersebut. Namun, Azour memperkirakan rebound lebih cepat pada 2021 ketika ekonomi Teluk tumbuh 2,5-10 persen.
GCC terdiri dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab sebagai pusat kekuatan regional bersama dengan Bahrain, Kuwait, Oman, dan Qatar. Azour mengatakan bahwa harga minyak secara riil (disesuaikan dengan inflasi) turun ke level terendah sejak 1973 awal tahun ini sebelum pulih sebagian menyusul kesepakatan di antara para eksportir utama untuk memangkas produksi mereka. IMF pekan lalu mempertahankan proyeksi untuk harga minyak Brent tidak berubah di sekitar 36 per barel, hampir setengah dari harga rata-rata tahun lalu.
Azour juga mengatakan, penurunan tajam harga minyak dan dampak pandemi akan menyebabkan lebih banyak utang di negara-negara GCC. Dalam World Economic Outlook yang dirilis minggu lalu, IMF memproyeksikan ekonomi Saudi, yang terbesar di kawasan itu, akan menyusut 6,8 persen. Itu akan menjadi sebuah pertumbuhan terendah dalam lebih dari tiga dekade.
Namun, menurut Ahmed al-Kholifey, Gubernur Bank Sentral Saudi, proyeksi itu terlalu suram. ”Kami melihat ramalan IMF lebih pesimistis daripada proyeksi kami atau bahkan konsensus (para ahli),” kata Kholifey dalam forum virtual itu meskipun ia menolak memberikan angka-angka. Data Statistik Umum Otoritas Umum Arab Saudi pada Selasa menunjukkan ekonomi Saudi menyusut 1,0 persen pada triwulan pertama tahun ini. Kholifey mengakui bahwa kinerja triwulan kedua akan lebih lemah.
Sementara itu, di UEA, Dubai mengatakan bahwa produk domestik bruto UEA telah menurun sebesar 3,5 persen pada periode Januari-Maret 2020 dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019. Kantor media resmi Emirat mengatakan bahwa aktivitas real estatnya telah mencatat pertumbuhan tipis sebesar 3,7 persen. (AFP/REUTERS)