Ilmuwan China Peringatkan Virus Flu pada Babi Berpotensi Jadi Pandemi Baru
Seiring dengan kian intensnya kontak manusia dengan satwa, pengawasan kesehatan masyarakat pun perlu dilakukan terintegrasi dengan kesehatan hewan dalam kerangka ”one health”. Hal ini guna mencegah wabah penyakit muncul.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
SHANGHAI, SELASA — Sekelompok ilmuwan China menemukan bahwa virus flu pada babi menjadi lebih mudah menular pada manusia. Hal ini perlu diwaspadai guna mencegah virus flu tersebut menjadi ”virus yang berpotensi menyebabkan pandemi”. Sejauh ini, para pakar menyatakan tak ada ancaman nyata saat ini.
Sekelompok peneliti China melakukan studi terhadap virus flu yang ditemukan pada babi sejak tahun 2011 hingga 2018. Mereka menemukan strain G4 dari virus H1N1 yang memiliki semua ciri penting sebagai virus calon penyebab pandemi. Temuan ini dipublikasikan jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) di Amerika Serikat.
Virus baru yang diidentifikasi dalam studi tersebut adalah rekombinasi virus H1N1 tahun 2009, yang sering ditemui juga di babi. Penulis utama hasil studi itu menyatakan, pekerja di peternakan babi juga menunjukkan peningkatan kadar virus itu dalam darahnya. ”Pengawasan populasi manusia, terutama pada pekerja industri babi, harus segera dilakukan,” demikian ditulis dalam studi itu.
Studi tersebut juga menyoroti risiko berpindahnya virus itu ke manusia, khususnya di permukiman padat penduduk di China, tempat jutaan warga tinggal dekat dengan peternakan, fasilitas pembibitan, rumah potong hewan, dan pasar tradisional.
Hasil studi itu menduga bahwa babi merupakan ”kapal pencampur” yang penting untuk menghasilkan virus flu yang berpotensi menyebabkan pandemi. Untuk itu, ”pengawasan sistematis” perlu dilakukan.
Pada tahun 2009, saat terjadi wabah H1N1, China mengambil langkah dengan membatasi penerbangan dari negara-negara terdampak dan mengarantina puluhan ribu orang.
Perlu terus waspada
Menanggapi temuan itu, dalam jumpa pers di Geneva, Swiss, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Christian Lindmeier, menyampaikan, WHO akan mengkaji hasil studi itu dengan saksama. Selain itu, penting juga untuk tetap berkolaborasi mengkaji hasil studi itu dan mengawasi populasi ternak.
”Kita juga tidak boleh mengendurkan kewaspadaan kita terhadap influenza. Kita perlu tetap waspada dan terus melakukan pengawasan meski sedang berada di tengah pandemi virus korona,” kata Lindmeier.
Dalam konferensi pers, Selasa (30/6/2020), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan, China terus mengikuti perkembangan hasil studi ini. ”Kami akan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah penyebaran dan wabah apa pun,” katanya.
Akan tetapi, terlepas dari kemampuan virus menginfeksi manusia, Carl Bergstorm, ahli biologi dari University of Washington, menyampaikan bahwa tidak ada ancaman nyata dari pandemi baru saat ini. ”Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa virus G4 itu bersirkulasi pada manusia meski telah terpapar selama lima tahun,” tulis Carl di Twitter. ”Itu konteks kunci yang harus diingat.”
Mayoritas penyakit infeksi baru yang menjadi wabah bersumber dari binatang (zoonosis), termasuk virus korona penyebab pandemi Covid-19 saat ini. Virus korona ini diyakini berasal dari kelelawar tapal kuda dari China barat daya yang berpindah ke manusia di pasar daging dan satwa di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China tengah.
Sampai saat ini, virus korona sudah menginfeksi sekitar 10,3 juta penduduk dunia dan menyebabkan 504.269 kematian. (REUTERS)