Penolakan Benny Gantz menambah kesulitan Benjamin Netanyahu menjalankan rencana pencaplokan Tepi Barat. Netanyahu mulai menunjukkan penundaan rencana aneksasi Tepi Barat.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
REUTERS/ILAN ROSENBERG
Pandangan dari udara menunjukkan permukiman Yahudi, Maale Adumim, di Tepi Barat yang diduduki Israel, 29 Juni 2020.
TEL AVIV, SELASA — Koalisi Pemerintah Israel terpecah soal rencana pencaplokan Tepi Barat. Bahkan, ada peluang pencaplokan ditunda karena tidak ada dukungan dari Amerika Serikat dan ancaman penyelidikan kejahatan perang yang dilakukan Israel terhadap orang Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka menyindir mitra koalisi utamanya, Benny Gantz. Netanyahu mengatakan, Gantz dan partainya bukan faktor utama dalam rencana pencaplokan Tepi Barat.
Kepada sejumlah diplomat AS yang ditemui, Senin (29/6/2020), Gantz mengatakan, 1 Juli 2020 bukan tanggal suci. Ia merujuk tanggal yang ditetapkan Netanyahu untuk mulai mengeksekusi rencana pencaplokan.
Menurut Gantz, Israel harus mengurus hal lebih penting ketimbang soal pencaplokan Tepi Barat. ”Mengurus virus korona dan dampak ekonomi, sosial, serta kesehatannya adalah masalah lebih penting saat ini,” ujar Gantz seperti dikutip Times of Israel dan Yedioth Ahronoth.
Dalam berbagai kesempatan, Netanyahu menyatakan akan memulai mencaplok Tepi Barat pada Rabu, 1 Juli 2020. Ia berencana menduduki 30 persen wilayah Tepi Barat yang dijanjikan Presiden AS Donald Trump untuk Israel.
Dalam proposal perdamaian Israel-Palestina, Trump mengusulkan wilayah Palestina di Tepi Barat dipangkas dan seluruh Jerusalem diduduki Israel. Sementara wilayah Palestina di Gaza ditambah sedikit dan kompensasi 50 miliar dollar AS bagi Palestina, tanpa menjelaskan apakah dana itu berupa utang, hibah, ataukah investasi.
SAID KHATIB / AFP
Warga Palestina menggelar unjuk rasa untuk menentang rencana pencaplokan Tepi Barat oleh Israel dalam sebuah aksi di Rafah, Gaza selatan, 29 Juni 2020.
Menanggapi Gantz, Netanyahu mengatakan bahwa Gantz dan partainya bukan faktor utama dalam rencana pencaplokan. ”Persoalan (rencana pencaplokan) ini tidak bergantung pada Blue and White (Partai Gantz),” ujarnya.
Padahal, Gantz adalah mitra koalisi utama yang memungkinkan Netanyahu bisa tetap membentuk pemerintahan. Tanpa sokongan Gantz, yang kini jadi Menteri Pertahanan Israel, pemerintahan Netanyahu kekurangan dukungan di parlemen.
Penolakan Gantz menambah kesulitan Netanyahu menjalankan rencana pencaplokan. Sebelumnya, para pejabat AS gagal menyepakati untuk mendukung atau tidak rencana itu. Padahal, para pejabat AS mengadakan rapat sampai tiga hari untuk membahasnya dan tetap saja tidak ada keputusan apa-apa.
Selain itu, 189 anggota Kongres AS dari Partai Demokrat mengirim surat kepada Netanyahu untuk menolak rencana itu. Bahkan, 4 anggota DPR AS dari Demokrat meminta AS memangkas bantuan ke Israel jika pencaplokan jadi dilakukan.
Selain itu, ada dugaan Netanyahu menunggu keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Dalam beberapa hari mendatang, ICC dijadwalkan memutuskan punya kewenangan atau tidak untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh Israel terhadap Palestina.
AP PHOTO/SEBASTIAN SCHEINER
Seorang gembala menggiring kawasan domba di Lembah Jordan, Tepi Barat, 29 Juni 2020.
Netanyahu pun dilaporkan telah menimbang ulang rencananya. ”Saya berkomunikasi dengan AS. Ini proses rumit dengan banyak pertimbangan diplomasi dan keamanan yang belum bisa dituntaskan. Kami berkata bahwa (rencana pencaplokan) mungkin setelah 1 Juli,” ujarnya sebagaimana dikutip media-media Israel.
Mau berunding
Pelunakan juga ditunjukkan Palestina. Dalam surat kepada Uni Eropa, Palestina menyatakan siap kembali berunding dengan Israel. Bahkan, Palestina setuju ada perubahan perbatasan
Palestina menghentikan perundingan dengan Israel sejak 2014. Bahkan, Palestina sama sekali memutus komunikasi dengan Israel dalam beberapa pekan terakhir.
”Tidak ada siapa pun yang lebih menginginkan kesepakatan damai dibandingkan Palestina. Tidak ada pula yang lebih rugi dari Palestina jika perdamaian tidak terwujud,” demikian tertulis dalam surat itu.
Selain kepada Uni Eropa, surat itu dikirim juga ke AS, Rusia, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Palestina setuju dengan penempatan pasukan internasional untuk memantau proses perdamaian dengan Israel.
AP PHOTO/MAJDI MOHAMMAD/FILE
Warga Palestina dan aktivis Israel berlari menghindari gas air mata yang ditembakkan tentara Israel dalam unjuk rasa menentang pembangunan permukiman Yahudi di Lembah Jordan, Tepi Barat, 17 November 2016.
Dalam surat itu, Palestina juga setuju ada perubahan perbatasan dengan Israel. Sebelum ini, Palestina berkeras perbatasan negaranya harus sesuai dengan peta sebelum Juni 1967. Tuntutan itu sulit dipenuhi karena banyak wilayah yang sudah dicaplok Israel sejak perang 1967.
Daerah-daerah yang dicaplok itu kini dihuni para pemukim Israel. Sebagian pemukim itu adalah pendatang dari Eropa dan Amerika yang diberi kewarganegaraan karena mereka Yahudi. (AFP/REUTERS)