Pemukim Israel Sokong Pencaplokan dan Tolak Negara Palestina
Pemukim Israel di Tepi Barat merupakan imigran dari Eropa dan Amerika ke Israel. Mereka menganggap Tepi Barat milik Israel. Padahal, ada bukti sejarah orang Arab tinggal di sana lebih dulu dibandingkan Bani Israel.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
TEL AVIV, MINGGU — Para pemukim Israel di Tepi Barat menolak pembentukan negara Palestina. Mereka juga menyokong aneksasi Tepi Barat yang diusulkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
”Kami tidak bisa menerima pengakuan (negara Palestina),” kata Yakov Sela (33) yang tinggal di Itamar, salah satu permukiman di Israel di Tepi Barat, sebagaimana dikutip dalam laporan Associated Press, Minggu (28/6/2020).
Pemukim di Yitzhar, Tzvi Succot, juga berpendapat tidak akan ada negara Palestina. Sela dan Succot berpendapat, pendirian Israel adalah pemenuhan nubuat Alkitab.
Sela menilai, seluruh kawasan permukiman milik Israel. Padahal, beberapa pekan lalu, Mahkamah Agung Israel membatalkan dasar hukum untuk mendirikan permukiman-permukiman yang dihuni hingga 450.000 warga Israel itu. Sebab, peraturan soal permukiman itu melanggar hak orang Palestina. Keputusan MA membuat seluruh permukiman Israel di Tepi Barat ilegal.
Meskipun demikian, Sela dan banyak pemukim Israel di Tepi Barat berkeras bahwa mereka tinggal di sana secara sah. Mereka merasa terancam oleh rencana pengakuan atas Palestina. Sebab, pengakuan itu membuat sejumlah permukiman Israel dikelilingi wilayah Palestina.
Hal itu, antara lain, tergambar dalam usulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Dalam usulan itu, sebagian Tepi Barat dan seluruh Jerusalem diserahkan kepada Israel. Sementara wilayah Palestina di Gaza dan sekitarnya diperluas.
Trump juga menawarkan kompensasi 50 miliar dollar AS agar Palestina menerima tawaran itu. Tidak dijelaskan dana 50 miliar dollar AS itu akan berbentuk utang, investasi, atau hibah.
Mengacu pada rencana Trump, Netanyahu akan mencaplok Tepi Barat yang bersama Lembah Jordania diurus oleh Jordania sejak 1968. Dalam rencana pencaplokan yang akan dijalankan pada 1 Juli 2020 itu, Netanyahu akan mencaplok 30 persen dari keseluruhan wilayah yang dijanjikan Trump bagi Israel di Tepi Barat. ”Kami mendukung,” kata Succot.
Sebagian pemukim Israel di Tepi Barat merupakan Yahudi yang bermigrasi dari Eropa dan Amerika ke Israel. Salah satunya Carine Suissa (53) yang kini tinggal di Kfar Adumim. Ia pindah ke Israel dari Eropa pada 1992. Perempuan kelahiran Perancis itu mengaku alasan pindah karena ingin tinggal di desa kecil dan hidup berkualitas. ”Tidak ada alasan ideologis,” ujarnya.
Bagi Succot, Sela, dan banyak Yahudi, seluruh wilayah di Tepi Barat dan Lembah Jordania adalah milik Israel. ”Kami ingin tempat ini dimiliki Yahudi,” kata Succot seraya menekankan orang Israel sudah dijanjikan wilayah itu sejak ribuan tahun lalu.
Jordania membantah itu lewat laporan penelitian oleh Royal Aal Al-Bayt Institute for Islamic Thought. Laporan 108 halaman itu menunjukkan bukti bahwa sejak 5.000 tahun lalu bangsa Arab telah tinggal di Jerusalem.
Islam juga mendominasi Jerusalem selama 1.210 tahun dari 1.388 tahun terakhir. Sementara Yahudi hanya mendominasi Jerusalem selama 953 tahun dan Kristen 417 tahun.
”Selama 1.300 tahun, sebagian anggota jemaah haji dan umrah melengkapi ibadahnya dengan berziarah ke Jerusalem. Perjalanan ke Jerusalem dilakukan setelah perjalanan ke Mekkah dan Madinah,” demikian tertulis dalam laporan yang dikutip Arab News itu.
Penelitian itu, antara lain, merujuk pada surat diplomatik dari abad ke-14 sebelum Masehi. Surat antara penguasa Kana’an dan Mesir itu dikenal sebagai ”Amarna Correspondence”.
Injil, menurut penelitian itu, juga menyinggung Orang Arab, Orang Hamite, Orang Kana’an, dan Orang Jebus sebagai penduduk asli Jerusalem dan sekitarnya. Kana’an dan Jebus adalah suku yang lebih tua daripada Bani Israel.
Penelitian itu mengklaim bahwa orang Palestina masa kini adalah keturunan orang-orang Kana’an yang tinggal di Jerusalem dan sekitarnya sejak lebih dari 5.000 tahun lalu. ”Suku Kana’an masa kini adalah keturunan orang Kana’an di masa lalu,” kata Sari Nussiebeh, mantan Rektor Al-Quds University.
Keluarga Nusseibeh menjadi juru kunci Gereja Makam Yesus selama 700 tahun terakhir. Keluarga Muslim itu dipercaya menjaga gereja yang terletak di Kota Lama Jerusalem tersebut. ”Penelitian itu membantah narasi Israel dan ekstremis Yahudi dengan bukti sejarah yang jelas,” kata Nusseibeh. (AP/REUTERS)