Pererat Kerja Sama Pemulihan Pascapandemi Covid-19
KTT ASEAN ke-36 menjadi momen penting bagi negara anggota untuk mempererat kerja sama mendorong pemulihan ekonomi. Selain itu, agresi China di Laut China Selatan juga harus diwaspadai.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
Jakarta, Kompas – Pandemi Covid-19 telah membuat pencapaian pertumbuhan yang dinikmati negara-negara anggota ASEAN selama beberapa dekade terakhir berada di titik nadir. Kontraksi ekonomi akibat pandemi harus disikapi dengan langkah yang terukur dan terarah untuk menghadapinya, bersamaan dengan penanganan pandemi Covid-19 itu sendiri.
Pada saat yang sama, dunia internasional juga dihadapkan pada gesekan negara-negara besar pada hal yang menyangkut kepentingan strategis dan geopolitik. Selain itu dunia internasional juga dihadapkan pada pelanggaran norma dan hukum internasional yang menyebabkan ketidakstabilan lingkungan keamanan regional, termasuk di wilayah ASEAN.
Kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara anggota ASEAN menjadi bahasan utama dalam pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-36, yang berlangsung secara virtual, Jumat (26/6). Vietnam, yang seharusnya menjadi tuan rumah, menjadi memimpin ASEAN pada kondisi yang bisa dibilang tengah mengalami turbulensi ini.
Perdana Menteri Vietnam Nguyen Xuan Phuc, dalam pidato pembukaan KTT yang dikutip dari laman VGPNews, mengutip laporan Bank Dunia pada awal bulan ini yang memproyeksikan ekonomi global akan mengalami kontraksi hingga 5,2 persen. Dampaknya, warga dunia juga akan mengalami penurunan pendapatan per kapita hingga 3,2 persen. Lebih jauh lagi, dampak dari kontraksi itu diperkirakan akan membuat kemiskinan ekstrem bagi 70-100 juta warga dunia dan membawa dampak ke anak-anak, termasuk kemungkinan naiknya jumlah pekerja anak untuk membantu kondisi keuangan keluarga.
“Covid-19 menyapu semua keberhasilan yang dicapai manusia selama bertahun-tahun dan mengancam kehidupan jutaan orang,” kata Phuc. Kondisi yang sama juga menimpa masyarakat di negara-negara ASEAN.
Tapi, menurut Phuc, dibanding kawasan lainnya, sebagian pemerintah negara-negara ASEAN mampu mengendalikan pandemi ini. Indikator yang disebut Phuc adalah rendahnya warga yang meninggal akibat Covid-19 dan semakin menurunnya tingkat kematian di sejumlah negara ASEAN. “Dalam beberapa hari terakhir, di beberapa negara ASEAN, tidak ada penularan lokal,” kata dia.
Kondisi-kondisi di atas menurut Phuc membuat pertumbuhan ekonomi ASEAN melambat, sama seperti kondisi region lain dan global. Dia mengajak para pemimpin ASEAN untuk bekerja bersama, menanggung beban ini berbarengan dan membawa keluar seluruh negara anggota ASEAN dari masa-masa sulit pascapandemi ini.
“Saya berharap KTT ini menjadi kesempatan bagi anggota ASEAN untuk menegaskan kembali semangat solidaritas kita, kemauan politik dan komitmen kita yang kuat untuk mengatasi kesulitan pandemi dan terus maju,” kata dia.
Sekretaris Jenderal ASEAN Dato’ Lim Jock Hoi mengkonfirmasi ekonomi yang suram bagi kawasan. Dia mengingatkan, ekonomi kawasan diperkirakan akan berkontraksi untuk pertama kalinya dalam 22 tahun.
Thailand misalnya bersiap untuk mengalami benturan terhadap perekonomianya setelah Bank Sentral Thailand memperkirakan ekonominya akan menyusut 8,1 persen. Sedangkan Vietnam, yang mendapat pujian dari dunia internasional karena mampu menahan laju penyebaran Covid-19, produk domestik brutonya pada tahun ini akan terpangkas dua persen.
Beberapa hal yang bisa menunjang pemulihan ekonomi, tetap berlandaskan penanganan pandemi Covid-19 yang masif dan terstruktur. Rencana pemulihan pasca pandemi yang komprehensif, juga harus mengikutsertakan pembentukan Dana Respons COVID-19 ASEAN, pembangunan Cadangan Pasokan Medis Regional ASEAN, dan pembentukan Prosedur Operasi Standar ASEAN (SOP) untuk Keadaan Darurat Kesehatan Masyarakat.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo pada KTT tersebut menyatakan, negara-negara ASEAN harus tetap berupaya menjaga keterhubungan arus barang, jasa dan orang (pelaku ekonomi) segera dibuka kembali. “ASEAN perlu memulai pengaturan ASEAN Travel Coridor secara hati-hati, terukur dan bertahap, berdasar protokol kesehatan yang ketat,” kata Retno.
Hal senada disampaikan oleh Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin. Dikutip dari kantor berita Bernama, Muhyiddin mengatakan, respons yang terukur dan dilakukan bersama-sama untuk menghadapi tantangan ini akan membuat kita, ASEAN, muncul dari keterpurukan ekonomi dengan lebih baik dan lebih kuat.
Keamanan Regional
Hal lain yang menjadi sorotan adalah soal keamanan kawasan terkait eskalasi suhu politik dunia yang melibatkan mitra ASEAN, yaiu Amerika Serikat dan China. China, ditengah pandemi Covid-19, bergerak diam-diam di wilayah Laut China Selatan dan mengklaim sejumlah titik di kawasan itu sebagai wilayah teritorialnya, termasuk membangun sejumlah pulau buatan.
Dalam konteks keamanan kawasan, Menlu Retno menyampaikan keinginan Presiden Joko Widodo agar negara-negara ASEAN melalui mekanisme kerja sama ASEAN Lead Mechanism bisa mengembalikan stabilitas kawasan yang meningkat suhunya dalam beberapa waktu terakhir.
“ASEAN harus menjadi penjaga (guardian) agar kawasan kita tidak menjadi power projection negara-negara besar. ASEAN harus menjadi subyek dan bukan obyek dalam percaturan politik global,” kata Menlu Retno mengutip pernyataan presiden.
Presiden juga menekankan agar dalam setiap pembicaraan dengan negara-negara besar, ASEAN harus menggunakan ASEAN Outlook on Indopacific sebagai landasan dan kerangka kebijakan. (AFP)