WHO: Jika Dipercepat, Vaksin Covid-19 Bisa Dihasilkan Beberapa Bulan Lagi
Pengembangan, produksi, dan distribusi vaksin Covid-19 tidak mudah dilakukan di tengah situasi yang penuh pembatasan seperti sekarang. WHO memperkirakan vaksin itu dapat dihasilkan dalam rentang satu tahun.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
BRUSSELS, JUMAT – Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (25/6/2020), memperkirakan bahwa vaksin Covid-19 dapat dihasilkan dalam rentang satu tahun ke depan. Mengutip para ilmuwan, ia menyebutkan, jika upaya penemuan vaksin itu dipercepat, vaksin untuk Covid-19 bisa diproduksi dalam beberapa bulan ke depan.
”Harapan tentang bakal adanya vaksin diperkirakan kita bisa memperoleh vaksin dalam satu tahun. Jika upaya dipercepat, (penemuan vaksin) ini bisa lebih cepat dari waktu (satu tahun) itu, tetapi dalam waktu beberapa bulan. Itu yang dikatakan para ilmuwan,” kata Tedros kepada Komite Kesehatan Parlemen Eropa melalui konferensi video.
Menurut Tedros, apabila berhasil dikembangkan, vaksin Covid-19 harus menjadi barang publik yang bisa diakses oleh semua orang. ”Sangat sulit memastikan bahwa kita akan mempunyai vaksin,” ujar Tedros. ”Kita tidak pernah memiliki vaksin untuk virus korona. Jadi, apabila berhasil dikembangkan, kita berharap ini akan menjadi yang pertama,” ujarnya.
Saat ini WHO memiliki lebih dari 100 calon vaksin Covid-19 yang salah satunya sudah memasuki tahap lanjut.
Mengembangkan vaksin Covid-19 menjadi usaha yang berat bagi para ilmuwan dunia. Memproduksinya untuk mencukupi kebutuhan dunia akan menjadi tantangan terbesar dalam sejarah, mulai dari mengirimkan ilmuwan di tengah kebijakan pembatasan perjalanan, mengatur rantai pasok, hingga menemukan bentuk vial atau wadah vaksin.
Kolonel Nelson Michael, Direktur Pusat Penelitian Penyakit Menular Tentara Amerika Serikat, menyebutkan, biasanya produsen vaksin mengerjakan hal itu bertahun-tahun. Kini, mereka hanya punya waktu hitungan minggu.
Anthony Fauci, Direktur Pusat Penelitian Penyakit Menular dan Alergi AS, Kamis (25/6/2020), menyatakan optimismenya terhadap kemajuan terbaru calon vaksin yang dikembangkan tim peneliti Universitas Oxford, Inggris, dan perusahaan farmasi AstraZeneca. Dia optimistis, vaksin Covid-19 bisa tersedia pada akhir 2020 atau paling lambat pada awal 2021.
Para ilmuwan di Oxford, Inggris, bekerja sama dengan AstraZeneca untuk menguji calon vaksin yang pada awal pengembangan dinamai ChAdOx1 nCoV-19. Saat ini calon vaksin sedang dalam uji coba pada manusia setelah pengujian pada babi dan monyet menunjukkan beberapa tanda yang menggembirakan untuk vaksin eksperimental, yang juga dikenal sebagai AZD1222.
Tantangan besar
Saat ini perhatian dunia tertuju pada usaha pengembangan vaksin. Namun, di balik itu, para ilmuwan menghadapi kenyataan bahwa mereka mungkin tidak memiliki kapasitas untuk memproduksi, mengemas, dan mendistribusikan miliaran dosis sekaligus.
Dengan melakukan uji klinis massif melibatkan 10.000-30.000 partisipan per vaksin, para pakar berharap mendapatkan hasil paling cepat bulan Oktober. Bahkan, jika mereka berhasil pun memproduksi vaksin setengah jadi atau bulk, proses pengajuan izin edar dan mengemas miliaran dosis akan jadi tantangan yang monumental.
Produsen dan pemerintah pun berlomba meningkatkan kapasitas produksi vaksinnya. ”Ini adalah tantangan logistik terbesar yang pernah dihadapi dunia,” kata Toby Peters, pakar teknologi dari Birmingham University, Inggris.
CEO GAVI Seth Barkley, menuturkan, bahwa kenyataannya, dunia tidak bisa mengembangkan vaksin dari nol sampai memiliki dosis yang cukup bagi setiap orang. Oleh karena itu, pendekatan yang diambil dalam pengembangan vaksin sangat beragam. ”Kita menargetkan punya 1-2 miliar dosis vaksin pada tahun pertama yang akan disebar untuk seluruh dunia,” katanya.
Sementara itu, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS meyakini bahwa ada lebih dari 20 juta warga AS yang telah terinfeksi virus korona atau 10 kali lipat lebih tinggi dari yang dilaporkan. Perkiraan itu didasarkan atas tes serologi untuk mengetahui ada tidaknya antibodi yang terbentuk akibat infeksi.
Perkiraan itu dilakukan karena pemerintah menemukan banyak kasus baru tanpa gejala pada orang muda. Mereka yang positif, tetapi tanpa gejala ini, yang menjalin kontak dengan kelompok berisiko harus proaktif memeriksakan dirinya untuk memastikan mereka tidak menyebarkan virus dalam tubuhnya.
”Kami mendengar dari Florida dan Texas bahwa sekitar separuh kasus baru adalah mereka yang berusia di bawah 35 tahun dan banyak dari mereka yang tanpa gejala,” ujar seorang pejabat di CDC.
Pada Rabu (24/6/2020), AS melaporkan 34.300 kasus baru Covid-19 atau nyaris menyamai rekor 36.400 yang terjadi pada April. Kasus baru yang tinggi itu, antara lain, dilaporkan oleh beberapa negara bagian, seperti Arizona, California, Mississippi, Nevada, Texas, dan Oklahoma.(REUTERS/AP)