Pejabat AS Terpecah soal Rencana Israel Aneksasi Tepi Barat
Pejabat AS cemas dengan penolakan Jordania dan sejumlah sekutu Washington di Timur Tengah. Mereka menilai pelaksanaan rencana itu bisa membahayakan keamanan kawasan dan Israel.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Amerika Serikat terpecah soal rencana Israel memperluas wilayah yang dicaplok di Tepi Barat. Setelah rapat selama tiga hari, Gedung Putih belum kunjung menyepakati sikap akhir atas rencana itu.
Hingga Kamis (25/6/2020) malam waktu Washington atau Jumat pagi WIB, rapat itu belum menghasilkan kesepakatan apa pun. Sejumlah pejabat dalam pertemuan itu menyebut rapat berlangsung produktif. Istilah ”produktif” kerap dipakai untuk menggambar perundingan yang penuh perdebatan.
Sejumlah pejabat AS mulai rapat sejak Selasa untuk menentukan sikap Washington soal rencana Israel memperluas pendudukan di Tepi Barat. Duta Besar AS untuk Israel David Friedman, Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Avi Berkowitz, serta Penasihat Khusus Presiden AS Jared Kushner dinyatakan hadir dalam rapat itu.
Kushner, yang juga menantu Presiden AS Donald Trump itu, kerap disebut sebagai penyokong utama usulan perdamaian Israel-Palestina versi Trump. Dalam usulan itu, wilayah Palestina di di Tepi Barat dipangkas. Trump juga mengusulkan seluruh Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Sebagai gantinya, wilayah Palestina di sekitar Gaza ditambah. Trump menawarkan kompensasi 50 miliar dollar AS untuk pembangunan Palestina walau tak dijelaskan bentuknya apakah utang, hibah, atau investasi.
Selepas usulan yang diumumkan pada Januari 2020 itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana pencaplokan Tepi Barat. Netanyahu ingin mencaplok 132 wilayah yang kini ditempati pemukim Israel di Tepi Barat dan Lembah Jordan. Luas yang akan dicaplok setara 30 persen dari seluruh wilayah Tepi Barat yang diusulkan Trump dikuasai Israel. Netanyahu berencana menjalankan rencana itu pada 1 Juli 2020.
Beberapa pekan lalu, Mahkamah Agung Israel membatalkan peraturan yang menjadi dasar hukum pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat. Peraturan itu dinyatakan ilegal karena melanggar hak warga Palestina sebagai pemilik lahan.
Perpecahan pejabat
Harian Israel, Times of Israel dan Haaretz, menyebut Friedman menyokong Netanyahu. Sebaliknya, Kushner justru menilainya belum tepat. Adapun Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa keputusan akhir ada di tangan Israel. Bahkan, Netanyahu dilaporkan pernah mengungkapkan bahwa AS semakin kurang tertarik menyokong rencana pencaplokan tersebut.
Sejumlah pejabat AS mengatakan cemas dengan penolakan dari Jordania dan sejumlah sekutu Washington di Timur Tengah. Mereka menilai pelaksanaan rencana itu bisa membahayakan keamanan kawasan dan Israel.
Penolakan juga disampaikan 189 anggota Kongres AS dari Demokrat. Selasa lalu, Mereka menyurati Netanyahu dan memintanya membatalkan rencana itu. ”Kami menulis sebagai anggota parlemen yang sejak lama mendukung hubungan AS-Israel. Kami mendukung Israel,” demikian tertulis dalam pembukaan surat itu, sebagaimana dikutip Times of Israel.
Mereka menekankan dukungan pada perundingan damai Israel-Palestina dan solusi dua negara. ”Karena itu, kami menulis untuk menunjukkan keprihatinan mendalam atas pencaplokan sepihak atas wilayah Tepi Barat setelah 1 Juli akan menyulitkan tujuan itu,” tulis mereka.
Pencaplokan sepihak akan mengacaukan upaya Israel menormalkan hubungan dengan negara-negara Arab. Pencaplokan sepihak membahayakan keamanan dengan Jordania dan sangat serius bagi Israel. ”Pencaplokan Israel bisa menimbulkan masalah serius antara Israel dan teman Eropa serta mitra lain. Kami tidak melihat bagaimana semua risiko itu mendukung kepentingan Israel di masa mendatang,” tulis mereka.
Surat itu disusun oleh Ted Deutch dan Brad Schneider yang nyaris tidak pernah berpendapat negatif soal Israel. Mereka dikenal sebagai penyokong Israel. Surat itu ditandatangani, antara lain, oleh Ketua Fraksi Demokrat di DPR AS Steny Hoyer, Ketua Komisi Hukum DPR AS Jerrold Nadler, Debbie Wasserman Schultz, dan Jamie Raskin. (REUTERS)