Korsel dan AS Berkomitmen Jaga Perdamaian di Kawasan
Perang Korea berlangsung selama tiga tahun dan mengakibatkan korban tewas tiga juta jiwa. Perang itu bermula ketika pada 25 Juni 1950 pasukan militer Korea Utara menginvasi Korea Selatan yang didukung Amerika Serikat.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
SEOUL, KAMIS — Pemerintah Korea Selatan dan Amerika Serikat, Kamis (25/6/2020), menegaskan kembali komitmen mereka untuk mempertahankan perdamaian yang tengah diperjuangkan di Semenanjung Korea. Penegasan itu disampaikan kedua pemerintah untuk menandai peringatan 70 tahun Perang Korea (1950-1953).
Perang Korea berlangsung selama tiga tahun dan mengakibatkan korban tewas sebanyak tiga juta jiwa. Perang itu bermula ketika pada 25 Juni 1950 pasukan militer Korea Utara menginvasi Korea Selatan yang didukung AS. Perang itu berakhir dengan sebuah gencatan senjata yang sejauh ini belum digantikan dengan sebuah perjanjian damai.
Kondisi itu meninggalkan wilayah Semenanjung Korea terbagi dalam Zona Demiliterisasi. Kedua Korea itu secara teknis masih dalam kondisi berperang. Kementerian Pertahanan Korsel menghitung jumlah korban tewas akibat Perang Korea mencakup 520.000 warga Korut, 137.000 tentara Korsel, dan 37.000 anggota pasukan militer AS.
”Pada hari ini pada tahun 1950, aliansi militer AS-Republik Korsel lahir dari sebuah kebutuhan dan ditempa dengan darah,” kata Menteri Pertahanan AS Mark Esper dan mitranya dari Korsel, Jeong Kyeong-doo, dalam sebuah pernyataan bersama.
Lebih lanjut dalam pernyataan itu, kedua pemerintah memberikan penghormatan setinggi-tingginya atas pengorbanan, keberanian, dan warisan bagi orang-orang yang menyerahkan hidup mereka untuk membela negara yang bebas, demokratis, dan makmur.
Sisi Korut
Korea Utara memiliki versi sejarah konflik sendiri yang berbeda dari Korsel dan AS menyangkut Perang Korea. Pyongyang mengenal momen perang itu sebagai Perang Pembebasan Tanah Air Kemenangan. Menurut Korut, Pyongyang diserang lebih dulu sebelum kemudian mereka membalas Korsel dan AS.
Surat kabar resmi Korut, Rodong Sinmun, memuat lebih dari 10 cerita tentang perang pada Kamis. Tulisan yang tersaji termasuk editorial yang menyatakan bahwa invasi AS telah mengubah seluruh negara menjadi abu.
”Gencatan senjata bukan perdamaian,” demikian dikatakan media itu. ”Musuh membidik kita dengan upaya melupakan 25 Juni dan menurunkan kewaspadaan kita.”
Rodong Sinmun menampilkan foto sebuah kuburan para korban perang dari kubu Korut di pinggiran Pyongyang. Teks foto itu berbunyi, ”prestasi besar generasi kemenangan yang tidak akan terlupakan”.
Dengan nuklirnya, Korut dikenai beberapa sanksi internasional atas program-program persenjataannya yang terlarang. Pyongyang mengatakan pihaknya membutuhkan semua hal itu untuk mencegah invasi AS. Negosiasi antara Pyongyang dan Washington telah menemui jalan buntu selama berbulan-bulan terakhir.
Kondisi itu meninggalkan hubungan antar-Korea dalam kondisi beku yang mendalam. Upaya pemulihan hubungan telah dilakukan sejak 2018, membawa pada digelarnya pertemuan tingkat tinggi kedua pemimpin Korea itu, yakni Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.
Namun, ketegangan hubungan terjadi lagi, terutama setelah Pyongyang meledakkan kantor penghubung antar-Korea di wilayahnya pada Selasa (16/6/2020). Akan tetapi, Pemimpin Korut Kim Jong Un pada Rabu dilaporkan menangguhkan rencana langkah militer yang ditujukan ke Korsel.
Ini adalah kemalangan kami bahwa Korsel dan Korut harus hidup selama hampir 70 tahun dalam konfrontasi karena perang.
Di lokasi salah satu medan perang utama Perang Korea di wilayah Cheorwon, dekat Zona Demiliterisasi, segelintir veteran perang dari pihak Korsel yang selamat merayakan peringatan tersebut. Mereka berharap kedua Korea dapat mencapai kesepakatan damai.
”Ini adalah kemalangan kami bahwa Korsel dan Korut harus hidup selama hampir 70 tahun dalam konfrontasi karena perang,” kata seorang veteran sebelum melepaskan merpati putih sebagai simbol harapan mereka untuk penyelesaian perdamaian akhir.
Media Korsel, JoongAng Daily, menulis, peristiwa baru-baru ini di Semenanjung Korea menunjukkan hubungan antar-Korea tetap rentan. Media itu menggambarkan dalam editorialnya bahwa hubungan itu ibarat rumah yang dibangun dari kumpulan kartu kertas yang gampang roboh tertiup angin.
Media itu menilai Pemerintah Korsel terus menutup mata atas provokasi Pyongyang. Hasilnya adalah tingkat keamanan yang rentan, khususnya dari sisi Korsel.
”Tidak ada perjalanan gratis dalam menjaga perdamaian,” demikian salah satu petikan editorial media itu. ”Kami berharap pemerintah dan kementerian pertahanan merenungkan secara mendalam pelajaran 70 tahun lalu.”
Hubungan Seoul dengan Washington juga diwarnai ketegangan dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump menuntut Seoul membayar lebih untuk biaya penjagaan AS di Semenanjung Korea.
Diperkirakan terdapat 28.500 tentara AS di wilayah semenanjung itu, menjaga Korsel dari aktivitas nuklir Pyongyang. Namun, baik Seoul maupun Washington tetap berkomitmen menjaga dan mewujudkan perdamaian di kawasan itu.(AP/AFP)