Tim investigasi mulai menggali lokasi yang diduga menjadi kuburan massal korban konflik Libya. Jumlah kuburan massal diperkirakan akan terus meningkat.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
TRIPOLI, RABU — Tim investigasi memulai penggalian lokasi yang diduga menjadi kuburan massal tahanan milisi Al Kaniyat, milisi pendukung Jenderal Khalifa Haftar yang dikenal dengan kekejamannya. Kuburan massal yang tengah digali ini adalah salah satu dari 11 kuburan massal yang ditemukan di Tarhuna, Libya.
Kuburan yang digali berada di daerah Al Rabat, sebelah tenggara Tarhuna. Tim investigasi yang terdiri dari polisi, tim kedokteran forensik, dan otoritas kesehatan negara memulai kerja mereka untuk mengidenfikasi jenazah korban di kuburan-kuburan itu.
Kepala Komite Kedokteran Forensik Departemen Kehakiman Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Elias Mohamed Hamrouni, dikutip dari kantor berita Turki, Anadolu Agency, Rabu (24/6/2020), mengatakan, pihaknya mencurigai terdapat banyak kuburan massal di Tarhuna. Sejauh ini, menurut Hamrouni, pihaknya telah menemukan 11 kuburan massal. ”Jumlah ini mungkin akan meningkat dalam beberapa hari mendatang,” katanya.
Pada Sabtu pekan lalu, tentara GNA mengumumkan bahwa mereka menemukan 190 jenazah di sebuah rumah sakit dan kuburan massal di Tarhuna dan daerah selatan Tripoli sejak 5 Juni. Jumlah ini lebih banyak dari informasi awal yang dikumpulkan di awal, yang masih berkisar puluhan orang.
Jaksa penuntut umum Tripoli, Noouri al-Ghali, yang ikut dalam tim investigasi itu mengatakan, beberapa jenazah yang ditemukan di kuburan massal tersebut dalam posisi diborgol. Dia meyakini mereka disiksa sebelum dibunuh.
Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional Fatou Bensouda menyatakan, kondisi jenazah yang ada di dalam kuburan massal itu menjadi bukti awal adanya dugaan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan oleh salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik Libya.
Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin lalu telah mengadopsi resolusi yang memerintahkan pembentukan tim pencari fakta dan mengirim tim ini ke Libya untuk mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan sejak 2016.
Liga Arab
Terkait dengan krisis di Libya, Liga Arab meminta seluruh pasukan asing keluar dari wilayah Libya dan mendorong semua pihak segera berdialog untuk mengakhiri konflik. Liga Arab mengeluarkan resolusi berisi 14 pernyataan yang disampaikan dalam pertemuan virtual yang digelar atas permintaan Mesir. Liga Arab mengkhawatirkan situasi keamanan di seluruh kawasan regional.
Pertemuan ini diadakan sehari setelah PBB khawatir dengan mobilisasi militer dan persenjataan di Libya, khususnya di wilayah Sirte, yang menjadi rebutan antara pasukan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) pimpinan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj dan pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar.
Pertemuan virtual, Selasa (23/6/2020), itu dihadiri perwakilan dari 21 negara di Arab, termasuk GNA yang sebelumnya menentang pertemuan tersebut. Perwakilan Libya, Saleh al-Shamakhi, mengatakan, pasukan asing yang mendukung GNA telah membantu melawan serangan pasukan Haftar. GNA yang didukung Turki belakangan ini berhasil mengalahkan pasukan Haftar yang berusaha menguasai Tripoli.
Sebelumnya, Mesir yang mendukung Haftar memperingatkan, jika pasukan yang didukung Turki terus maju ke kota Sirte, Libya, upaya itu akan mendorong intervensi militer Mesir. GNA mengecam pernyataan Mesir dan menganggap itu sama saja dengan pernyataan perang.
Pada awal bulan ini, Kairo mengusulkan gencatan senjata, penarikan tentara bayaran, dan pembubaran kelompok milisi. Namun, usulan itu ditolak oleh GNA dan Ankara. Kemudian, Liga Arab, Selasa, menerima usulan Mesir dan mendorong faksi-faksi di Libya untuk ikut terlibat dalam inisiatif-inisiatif itu.
Rakyat Libya bersukaria merayakan hari bersejarah di Alun-alun Martir, Tripoli, 25 Februari 2020, untuk memperingati ulang tahun kesembilan revolusi Libya yang menggulingkan Pemimpin Libya Moammar Khadafy.
Shamakhi keberatan dengan ajakan itu karena GNA tidak diundang untuk menjadi bagian dari inisiatif Kairo. Ia menekankan siapa saja yang mau menjadi penengah dalam isu ini semestinya tidak memihak kepada salah satu kubu.
Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio melakukan kunjungan mendadak ke Tripoli, Libya, untuk bertemu Perdana Menteri Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Fayyez al-Sarraj, Rabu. Dalam pertemuan itu dia menekankan pentingnya penyelesaian politik dan bersatunya rakyat Libya. Dia juga menekankan perdamaian Libya sangat penting bagi Italia.
Pertemuan mendadak ini terjadi sehari setelah Di Maio mengeluarkan pernyataan soal penghentian intervensi dan keterlibatan negara luar dalam konflik Libya, yang menarik Mesir dan Turki dalam konflik. (AFP/AP/LUK)