Aneka tekanan yang menjadi dampak Covid-19 membuat perempuan dari kelompok-kelompok rentan memutuskan untuk menunda kehamilan mereka.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
NEW YORK, RABU —Akibat pandemi Covid-19, sepertiga perempuan di Amerika Serikat kini memilih untuk menunda kehamilan atau tidak mau memiliki banyak anak. Perubahan rencana ini lebih banyak terjadi pada perempuan berkulit hitam, komunitas paling parah terdampak Covid-19.
Hasil penelitian organisasi penelitian hak reproduksi dan kebijakan Institut Guttmacher yang dipublikasikan pada Rabu (24/6/2020) itu menunjukkan, 44 persen perempuan berkulit hitam dan 48 persen perempuan Latin tidak mau mempunyai banyak anak karena Covid-19. Adapun untuk kategori perempuan kulit putih, terdapat 28 persen yang menginginkan hal yang sama.
Keengganan perempuan untuk memiliki anak pascapandemi ini menunjukkan dampak dari kesulitan hidup karena kehilangan pekerjaan akibat korona, kehilangan asuransi kesehatan, resesi, ketidakjelasan peluang lapangan pekerjaan, dan ketidakjelasan pemulihan ekonomi. Perempuan yang paling kuat keinginannya untuk tidak mau hamil atau tidak mau punya banyak anak mengaku sudah kesulitan keuangan sejak April lalu.
Perempuan, khususnya perempuan kulit hitam, lebih banyak kehilangan pekerjaan ketimbang laki-laki semasa kebijakan karantina diberlakukan. ”Dampak Covid-19 benar-benar ke mana-mana. Perempuan yang terdampak berasal dari kelompok masyarakat yang selama ini memang mengalami ketidaksetaraan,” kata Laura Lindberg yang memimpin penelitian itu sekaligus kepala peneliti di Guttmacher.
Menurut kajian itu, perempuan yang paling terdampak Covid-19 tidak mau hamil lagi. Lindberg mengatakan, ini baru dampak awal. Ke depan, dikhawatirkan akan ada dampak lebih parah, apalagi jika kondisi perekonomian AS tidak menentu seperti sekarang.
Pada Mei lalu, tingkat pengangguran AS untuk kategori laki-laki mencapai 11,6 persen, sementara perempuan sampai 13,9 persen dan dari kategori warga kulit hitam 16,8 persen. Pandemi ini paling parah dirasakan masyarakat kulit hitam. Lebih banyak pula warga kulit hitam yang terinfeksi virus dan tewas karena Covid-19 ketimbang kulit putih.
Penelitian Guttmacher juga menemukan, 46 persen perempuan transjender cenderung mengubah preferensi fertilitas mereka karena pandemi. Sementara perempuan yang normal 33 persen. Bukan kali ini saja tingkat fertilitas terganggu. Pada studi itu disebutkan, tingkat fertilitas di AS juga pernah turun semasa resesi tahun 2008. Penelitian Guttmacher ini dilakukan secara daring di seluruh AS pada tanggal 30 April hingga 6 Mei dengan responden 2.000 perempuan berusia 18-49 tahun. (REUTERS)